"Alea ...!"
Suara Bian menggema di seluruh ruangan. Alea bergegas berlari menuju ke lantai atas di mana suaminya berada.
"Ada apa Bian? Kenapa kau berteriak?" Alea sampai di depan kamar Bian dengan napas memburu.
"Siapkan makanan buat aku dan Amara."
"Sayang ... aku mau makan di kamar saja, aku capek banget nggak kuat jalan ke bawah," ucap Amara dari dalam kamar. Sementara Alea menatap Bian dengan mata berkaca-kaca.
"Tega banget kamu Bi, kamu melakukannya di kamar kita?" Alea menerobos masuk ke dalam kamar, menerjang tubuh Bian yang saat ini hanya memakai celana pendek dan bertelanjang dada. Terdapat begitu banyak tanda kissmark di tubuh Bian, membuat hati Alea semakin sakit.
Di dalam kamar, terlihat Amara terbaring di atas ranjang hanya dengan memakai selimut yang membungkus tubuh polosnya.
"Kalian berdua benar-benar keterlaluan!"
Alea menatap Amara dengan marah. Kedua pipinya sudah basah oleh air mata.
"Bian, kau bahkan melakukannya di ranjang kita? Kamu benar-benar tidak punya perasaan!" Alea menggelengkan kepala, menatap tak percaya pada lelaki di depannya itu. Hatinya benar-benar hancur melihat kelakuan suaminya.
"Kamar ini juga kamarku. Ranjang ini pun juga milikku, lalu kenapa kau harus marah?" jawab Bian enteng tanpa dosa.
"Bian, aku ini istrimu!"
"Memangnya kenapa kalau kau istriku? Istri di atas kertas kalau kau lupa! Kalau bukan karena orang tuamu yang memaksaku untuk menikah denganmu, aku pasti sudah menikah dengan Amara. Amara adalah kekasihku, selamanya akan tetap menjadi kekasihku, aku tidak peduli meskipun aku sudah menikah denganmu!" teriak Bian dengan lantang.
"Aku tidak perlu persetujuanmu untuk membawa Amara ke sini, ke kamar ini, dan bahkan bercinta di ranjang ini sekali pun, karena itu bukan urusanmu!" Bian berteriak dengan lantang tanpa merasa bersalah sedikitpun, membuat tangis Alea semakin kencang.
"Bian!"
"Kau lupa apa yang tadi ku katakan?" Bian menatap tajam ke arah Alea yang bersimbah air mata.
"Jangan ikut campur urusanku, atau aku akan mengusirmu dari sini!"
"Ini juga rumahku Bian, orang tuaku yang sudah menghadiahkan rumah ini untuk pernikahan kita!"
"Apa kau lupa, rumah ini atas namaku? Jadi, aku bisa mengusirmu dari sini kapan pun aku mau!"
"Bian ...."
"Kenapa? Apa kau menyesal telah menikah denganku?" Bian mendekati Alea yang masih berurai air mata.
"Bukankah kau sangat mencintaiku? Kalau kau memang mencintaiku, biarkan aku melakukan apapun yang kusukai. Kalau tidak, aku akan meninggalkanmu sekarang juga!"
"Bian." Alea menggeleng pelan.
"Aku tidak ingin berpisah denganmu, aku mencintaimu, Bian." Alea memegang tangan Bian. Namun, pria itu langsung menepisnya.
"Kalau begitu, lakukan apapun yang aku perintahkan! Kalau tidak, aku akan menceraikanmu sekarang juga!"
"Tidak! Jangan ceraikan aku. Aku akan menuruti perintahmu, tapi aku mohon, jangan ceraikan aku. Aku tidak mau berpisah denganmu, Bian." Alea memohon sambil menangis.
"Kalau begitu jadilah istri yang baik, turuti semua perintahku, dan jangan pernah campuri urusanku dengan kekasihku!" seru Bian sambil menekankan jarinya pada dahi Alea.
"Hapus air matamu, dan cepatlah memasak makanan untukku dan Amara. Kalau tidak, aku akan pergi dari sini sekarang juga!"
Alea menatap Bian dan Amara, hatinya sangat sakit, bagaikan dihantam palu yang begitu besar. Ia tidak menyangka, suami yang dicintainya begitu tega bercinta dengan perempuan lain di atas ranjangnya.
"Cepat!" teriak Bian.
"Ba-baik. Aku akan memasak untuk kalian." Alea menghapus air matanya, kemudian segera berlalu dari kamar itu dengan hati yang perih.
'Kenapa mencintaimu sesakit ini Bi? Jika tahu sakitnya akan seperti ini, lebih baik aku simpan saja rasa ini sendirian, daripada harus menikah denganmu tapi hanya membuatku semakin menderita.' Air mata Alea kembali mengalir.
"Mama, Papa, kenapa kalian tega melakukan ini padaku? Aku pikir, dulu Bian datang melamar karena dia menyukaiku. Namun, ternyata kalianlah yang sudah memaksa Bian dan keluarganya, agar Bian mau menikah denganku. Alea mengusap air matanya yang masih mengalir, kemudian melangkah menuju dapur.
Alea dengan cepat menyiapkan bahan-bahan makanan yang akan dimasaknya. Meski dengan hati perih dan sakit, ia tetap mengerjakan perintah dari suaminya. Ia sangat mencintai Bian, dari dulu hingga sekarang. Bian adalah cinta pertamanya. Alea belum siap jika saat ini ia harus berpisah dari pria itu, meskipun Bian sudah berkali-kali melukainya.
"Aku akan terus bertahan meski kau akan terus menyakitiku, Bian, setidaknya untuk saat ini. Karena aku mencintaimu, sangat mencintai kamu." Alea kembali menghapus air matanya. Ia kemudian mulai memasak untuk Bian dan perempuan itu. Perempuan yang diakui suaminya sebagai kekasihnya.
Sementara di dalam kamar, Bian kembali mencumbu Amara. Wanita itu memang paling pintar menyenangkan Bian, karena itu, Bian tidak pernah bisa berpaling dari Amara. Bian sadar, kalau apa yang dia lakukan ini salah, tetapi, ia tidak peduli. Meskipun ia sudah menikah.
Bian sangat membenci Alea. Gara-gara Alea, orang tuanya tidak menyetujui hubungannya dengan Amara. Orang tua Alea telah memaksa kedua orang tuanya, agar dia menikah dengan Alea. Kedua orang tua Alea berjanji, akan memberikan salah satu perusahaannya pada Bian, jika Bian mau menikah dengan Alea.
Bian terus bermain di tubuh Amara hingga mereka berdua mencapai pelepasannya bersama-sama. Pada saat yang sama, tiba-tiba pintu kamar terbuka dan Alea berdiri di sana dengan nampan berisi makanan ditangannya.
Air matanya kembali mengalir melihat pemandangan di depannya. Ia melihat tubuh polos suaminya masih berada di atas tubuh polos Amara dengan keringat yang bercucuran di tubuh mereka.
Tubuh Alea melemas, hampir saja ia menjatuhkan nampan yang dipegangnya. Ia sungguh tidak kuat menyaksikan suaminya sendiri bercinta dengan perempuan lain, apalagi mereka bercinta di atas ranjang yang biasa ia tiduri bersama Bian.
"Kalian benar-benar brengsek!" teriak Alea. Perempuan itu meletakkan nampan berisi makanan itu di atas meja, kemudian segera berlari keluar kamar dengan membanting pintu. Alea berlari ke kamar tamu dan seperti biasanya, dia hanya bisa menangis di sana. Menangis dan terus menangis sampai dia merasa lelah.
Sementara Bian dan Amara saat ini sedang menikmati makanan yang disiapkan oleh Alea.
"Kenapa kau tidak menceraikan dia secepatnya, Bi?"
"Sabar, Sayang. Pernikahanku dengannya baru sebulan, aku tidak mungkin meninggalkan dia sekarang. Kau tahu kan, aku baru saja memimpin perusahaan yang dihadiahkan padaku, jadi aku tidak akan mungkin meninggalkan dia saat ini."
"Aku takut lama-lama nanti kamu menyukai istrimu dan melupakanku," ucap Amara manja.
"Itu tidak akan mungkin terjadi, Sayang. Lagipula, kau melihat sendiri bagaimana perlakuanku padanya, kan?"
Amara tersenyum puas, kemudian mengangguk.
"Aku tidak mau perempuan itu tidur di kamar ini, karena mulai sekarang, kamar ini adalah milikku. Aku tidak mau kau tidur dengannya lagi di ranjang ini. Mulai malam ini, perempuan itu tidak boleh tidur di sini," ucap Amara manja sambil mencium Bian.
"Jangan menggodaku lagi. Kita makan dulu, habis itu kita lanjutkan lagi. Malam ini aku ingin kau memuaskan aku, Amara."
"Tentu saja, malam ini kau adalah milikku, aku pasti tidak akan mengecewakanmu."
Mereka berdua tertawa bahagia seolah dunia milik mereka berdua. Sementara di
kamar lain, Alea terus menangis meratapi suaminya yang begitu tega menyakiti dirinya.
.
.
Jangan lupa tinggalin jejak kalian ya ... like, koment, dan votenya 🙏🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments
guntur 1609
alea yg jodoh. mau sj di tindas
2023-09-25
0
Maesun Maesun
alea alea kenapa aku merasa kamu ga ada harga dirinya ya..
kamu kan kaya tinggalin aja si bian
nambah sakit ati juga nantinya kalau di terusin liat bian sama pacar nya
2023-06-05
0
Tutik Yunia
bodoh sekali kau Alea, yg punya harta adalah kamu , kamu bisa cari laki2 lain yg mencintai. Perempuan itu lebih baik dicintai pria daripada mencintai.
2023-05-08
0