(Di kediaman Davina )
" Bu, mulai besok Davina harus sudah tinggal di mess yang ada di area perusahaan, biar ngirit ongkos saja, ibu gak apa-apa kan?, paling seminggu sekali Vina pulang."
kata Davina sengaja tidak mengatakan yang sebenarnya agar tidak membuat ibunya khawatir.
" Ya udah gak apa-apa, yang penting dimana pun kamu berada, selalu bisa jaga diri." Davina mengangguk pelan. Ada rasa haru menyelimuti relung hatinya.
Besoknya Davina terlihat sedang mengemasi barang-barang miliknya yang dianggap perlu saja dan di masukkan kedalam tas ranselnya.
Sebenarnya ia bukanlah tipe perempuan yang ribet seperti perempunan lain pada umumnya, yang selalu ingin tampil modis dan fashionable.
Berdandan simple merupakan salah satu ciri khas Davina, ia tidak ingin selalu di ribetkan dengan berbagai macam ritual mempercantik diri, baginya itu hanyalah buang-buang waktu dan uang saja.
Tiiiiiin!...tiiiiiin!.....tiiiiiin!....
Terdengar suara klakson mobil di luar pagar halaman rumah Davina, terlihat seorang pria berseragam hitam turun. Ia menghampiri pagar dan hendak membuka pintu. Namun tidak jadi karena ia melihat Davina berlari ke arahnya.
"Tolong jangan masuk kedalam, tunggu saja di ujung jalan sana!, sebentar lagi saya akan menyusul." setengah berbisik, Davina berbicara kepada pria itu, tanpa menunggu jawaban Davina langsung berlalu masuk kembali ke dalam rumah nya.
Setelah beres berkemas, kemudian Davina pamit. Dengan duduk bersimpuh dihadapan ibunya yang terlihat sangat sedih karena harus hidup berjauhan dengan anak sulungnya. Setengah terisak ibunya berkata sambil membelai rambut Davina penuh kasih sayang.
"Kamu hati-hati ya, Nak!" terlihat sedikit air mata menggenang di sudut kedua pasang netra ibu nya yang sayu, Davina bisa melihat itu namun ia berusaha tetap tegar agar ibu dan adiknya tidak sedih.
"Bu, Vina janji tiap minggu akan pulang menjenguk ibu dan adik" sambil melirik adik kesayangannya yang sedari tadi menangis.
Ada rasa sakit menusuk relung hati Davina melihat kondisi adik laki-lakinya yang lemah dan masih memerlukan perawatan dan pengobatan rutin, Davina tak kuasa lagi membendung air matanya, ia pun memeluk adiknya erat di iringi tangisan lirih adiknya, air matanya jatuh mengalir di pipi Davina.
" Kamu baik-baik yah, De!, jangan sedih gitu dong, kakak janji akan selalu bawain oleh-oleh jika pulang nanti, dan juga kamu jangan susah yah kalau disuruh minum obat biar ade cepet sembuh dan kita bisa jalan-jalan ke Taman Mini."
kata Davina lembut sambil mengusap air mata adiknya yang menetes, tanpa menjawab adiknya hanya mengangguk pelan sambil mengeratkan pelukannya.
--------------0000----------------
Sepanjang perjalanan menuju kediaman Radith, Davina hanya diam dalam lamunan. Fikirannya melayang jauh kedepan, memikirkan apa yang akan terjadi nanti ketika ia sudah mulai bekerja sebagai asisten pribadinya Tuan Radith, memikirkan utang-utangnya yang tidak sedikit, serta memikirkan ibu dan adiknya yang ia tinggalkan.
Akhirnya mereka sampai, nampak sebuah rumah mewah dengan desain klasik yang elegan begitu memanjakkan pandangan mata dengan keindahannya, ia benar-benar kagum sehingga panggilan berulang dari pria itu nyaris tak terdengar.
"Nona!... nona!...kita sudah sampai.!" kata pria itu sambil mempersilahkan Davina turun dari mobil.
"Oh....iya.... iya...baik!" kata Davina sedikit malu karena ke katroan nya.
Di depan pintu telah nampak dua orang pelayan perempuan paruh baya dan seorang lagi yang masih terlihat muda, mereka menyambutnya dengan ramah.
"Selamat datang, Nona! Sayà bu Sumi dan ini anak saya Nani. Silahkan ikut saya karena Tuan Radith telah menunggu anda, untuk tas nya biar Nani saja yang bawakan dan menyimpannya di dalam kamar yang telah di sediakan. Mari!"
kata pelayan perempuan paruh baya itu dengan sopan. Davina hanya mengangguk pelan sambil tersenyum.
Davina mengekor pelayan itu dengan pandangan tetap menebar kemana-mana, ia merasa seperti tengah berada di sebuah istana raja.
"wooow... bagus sekali, ini rumah apa istana sih?" gumam davina dalam hati.
Saking asyiknya melihat kemegahan didalam rumah itu, tanpa sadar tubuhnya terbentur tiang yang berada di salah satu ruangan tepat di tempat Radit menunggunya, tubuh Davina sedikit oleng kebelakang sambil memegangi dahinya yang terbentur tiang tinggi yang menyangga ruangan paviliun yang megah itu.
"aaawh!"
spontan Davina mengaduh, "Ini tiang ngapain sih disini?" gerutu Davina sambil mengelus-ngelus dahinya yang mulai terasa panas.
Pelayan itu menoleh. Ia hanya bisa tersenyum dalam hati, sambil kembali menundukkan kepalanya. Niat ingin ngakak tapi takut dosa, fikirnya.
Melihat kejadian itu, Radith tak kuasa menahan tawanya. Ia terbahak lepas tanpa beban, seperti sedang menonton tayangan komedi gratis.
Sambil memegangi perutnya yang sedikit sakit karena efek ketawanya yang kencang, ia pun perlahan mengganti tertawa nya dengan senyum yang sedikit memudar.
Sambil melirik Davina yang dari tadi berdiri di samping tiang itu, Radith memberi isyarat kepada pelayan agar pergi, kemudian pelayan itu pun pergi meninggalkan keduanya.
"Ngapain masih berdiri disitu? Dasar bod*h!, jelas-jelas kamu yang nabrak, malah tiang yang di salahin, makanya tuh mata pake buat melihat jangan dibuat pajangan doang". Kata Radith asal dengan sedikit senyuman yang masih tersisa.
BERSAMBUNG
Rumah Radith
------) mohon di koreksi yaaah. vote dan like nya juga di tunggu. terimakasih...🙏🙏🙏🙂
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Kusmirin
hahahaha... devina devina..... 😁
2022-02-17
0
Akun Baru16
hahahaha.... ajak gelut tiangnya...
2021-10-26
0