Nasib orang siapa yang tahu. Meski kita sudah merencanakan dengan matang sekalipun, tetap saja semua tergantung Sang Pencipta. Begitu juga dengan Suci. Dia sudah menyusun rapi bagaimana masa depannya, namun kematian ayahnya menjadi awal hancurnya impian Suci.
Suci berasal dari keluarga yang tak kaya namun serba berkecukupan. Keluarga mereka sangat harmonis. Ayahnya mempunyai sebuah grosir yang lumayan besar. Dari sanalah sumber penghasilan menghidupi keluarga. Meski mereka bahagia dan sangat bersyukur dengan keadaan mereka yang tidak kekurangan, namun Suci bercita-cita ingin membahagiakan orang tua dan kedua adiknya.
Usai lulus SMA Suci berniat melanjutkan pendidikan di sebuah Universitas. Berharap dengan menjadi seorang Sarjana, ia bisa mendapat pekerjaan yang layak dan menghasilkan uang lebih untuk membuat orangtuanya bangga.
Namun belum juga mendaftar di Universitas, Suci mendapat kabar duka. Ayahnya memutuskan mengakhiri hidup karena sudah tak mampu menanggung kemelut hidupnya. Ayah Suci terlilit hutang pada rentenir yang jumlahnya tidak sedikit. Dan itu terungkap setelah kematiannya.
Toko grosir, kendaraan dan sebidang tanah pun belum cukup membayarnya. Bahkan rumah yang mereka tempati nyaris diambil juga oleh orang-orang pesuruh si lintah darat itu. Mereka tidak peduli dengan suasana duka yang dialami Suci dan keluarganya.
"Saya mohon jangan ambil juga rumah kami. Ini satu-satunya peninggalan almarhum. Ini ambil saja semuanya !" ibu Suci memberikan semua perhiasaan yang masih menempel di tubuhnya.
"Ini masih kurang. Anggap saja sebagai pembayaran bunganya saja untuk beberapa bulan kemarin."
"Maaf tuan, bisakah anda berbaik hati pada kami ? saya janji akan menyicil sisa hutang ayah." Suci memberanikan diri.
"Baiklah. Aku merasa sedikit kasihan pada kalian. Aku beri waktu untuk menyicil. Jika terlambat dari waktu yang ditentukan, maka bunganya akan lebih besar." Bos rentenir itu tiba-tiba muncul. Dia padahal dari tadi memperhatikan situasi.
"Terima kasih banyak nyonya." Ucap Suci.
Rentenir itu memang seorang perempuan paruh baya. Namun meski begitu tetap saja dia tak punya perasaan lembut seperti kebanyakan perempuan. Yang ada dalam otaknya hanya ingin menguras keuntungan sebesar mungkin dari orang-orang yang berhutang. Kebaikannya kali ini pun karena hal tersebut.
Biarkan saja mereka berusaha menyicil seumur hidup. Aku akan dapat untung lebih dari bunga yang terus berlipat. Jika mereka tak mampu maka rumah ini pun juga akan menjadi milikku.
Rentenir licik dan dua orang bawahannya pun pergi.
Suci bertekad untuk mencari pekerjaan agar dapat segera menyicil hutang ayahnya. Dia mengubur dalam-dalam keinginannya untuk menjadi seorang Sarjana.
Setelah semua surat-surat lamaran lengkap, Suci mencoba melamar ke beberapa perusahaan namun tak ada hasilnya. Kebanyakan tak membutuhkan karyawan. Ada pun lowongan kerja diperuntukkan bagi yang berpengalaman. Selama seminggu mencoba namun hasilnya tetap sama.
"Habis ngelamar kerja ya ?" seorang wanita cantik menghampiri Suci yang tengah duduk termenung di kursi halte bus sambil memegang amplop coklat.
"Ya mbak."
"Cari kerja sekarang susah, harus ada kenalan orang dalam." Wanita itu dapat menangkap kekecewaan pada raut wajah Suci.
Suci diam saja.
"Mau ikut kerja sama saya ? kenalin saya Santi."
Suci menyambut jabatan tangan wanita itu.
"Saya Suci. Kerja apa mbak ?"
"Di Jakarta. Kamu bisa nyanyi gak ?"
"Tidak mbak."
"Tapi kamu menarik. Masih gadis ?" Santi memperhatikan seluruh lekuk tubuh Suci.
"Maksud mbak saya pernah menikah gitu ? belum mbak. Jangankan nikah pacaran aja gak pernah."
"Berapa umurmu ?"
"Delapan belas tahun."
Santi mengangguk-anggukkan kepalanya.
Pas sekali kalo begitu. Para pelanggan memang suka gadis seumurannya apalagi dia masih perawan. Terlihat sekali kalo dia adalah gadis yang masih polos. Dandan seadanya dan kalem.
Wanita itu seolah tahu aura gadis asli itu seperti apa. Apalagi mendengar pengakuan Suci bahwa dia belum pernah pacaran. Semakin meyakinkan Santi bahwa gadis yang baru dikenalnya ini adalah barang berharga.
"Kamu bisa saja bekerja sebagai pelayan di sana. Itu kalo kamu mau...gajinya lebih besar daripada kamu bekerja di pabrik atau di perusahaan di kota ini. Kamu bisa dapat banyak tips jika tamu merasa puas dengan pelayananmu." Santi terus mengimingi agar Suci tergiur.
Di luar kota ya. Harus minta ijin dulu sama ibu. Semoga ibu mengijinkan agar secepatnya aku bisa dapat uang dan mulai menyicil hutang.
"Mbak aku berminat tapi mau minta ijin dulu sama ibu."
"Sekarang aja kita ke rumahmu biar mbak yang akan menjelaskan dan membujuk ibumu."
Rupanya dengan mulut manisnya, Santi berhasil membuat Suci mendapat restu dari ibunya untuk ikut bekerja di Jakarta. Saat itu juga Santi membawa Suci ke Jakarta.
Suci dibawa ke sebuah mes yang disediakan oleh atasan Santi.
"Ini kamar kita." Ucap Santi membuka pintu.
"Kamarnya memang tidak terlalu besar tapi kamu pasti nyaman sekamar denganku."
"Makasih mbak udah ngasih saya kerjaan." Suci tersenyum.
"Sama-sama" Santi ikut tersenyum.
Aku malah yang harus berterima kasih karena aku pasti bakalan dapet bonus karena sudah membawakan barang berharga untuk bos.
Besok malamnya Suci sudah mulai bekerja di tempat karoke. Sebelumnya dia diperkenalkan dulu pada bosnya.
"Kamu layani saja tamu sebaik mungkin. Ikuti semua permintaan mereka dan jangan membuat mereka marah." Ucap Si Bos.
"Baik pak." Suci pergi melihat-lihat seluruh ruangan ditemani Santi. Dia juga diberi tahu harus melakukan apa di sana.
"Mbak tinggal dulu ya. Kalo ada yang kamu gak ngerti tanya Mbak aja."
Suci manggut-manggut saja. Namun hatinya merasa tidak tenang berada di tempat itu. Apalagi tadi dia melihat hampir setiap pengunjung bermesraan dengan para pemandu lagu. Membuatnya merinding saja.
Tapi kan aku cuma disuruh melayani tamu, bukan untuk bernyanyi dengan tamu dan bermesraan seperti mereka.
Suci mencoba menepis prasangka buruknya.
Sementara itu Santi tengah berunding dengan si bos.
"Gimana bos ? mulus kan ?"
"Suruh dia ganti baju dan melayani tamu kita malam ini. Dia bahkan sudah membayar mahal untuk barang gress di tempat kita. Untung saja kamu menemukan gadis itu tepat waktu. Kita sudah kehabisan stok gadis seperti dia."
"Itu mungkin keberuntungan saya bos biar dapet bonus dari bos."
"Tenang aja yang penting tugasmu malam ini harus dituntaskan untuk membuat gadis itu melayani tamu kita sampai puas."
****
Kenapa aku disuruh pake baju sesexy ini ? aku tidak nyaman memakainya. Tapi mbak Santi bilang ini adalah peraturan yang harus diikuti aku tidak bisa menolak.
"Kamu sangat cantik Suci pakai baju itu. Sekarang cepat temani tamu yang sudah menunggumu dari tadi. Suci...sebaiknya kamu ganti namamu jadi...Enci aja biar terdengar lebih manja lebih akrab jika dipanggil."
Suci manggut-manggut lagi.
Perihal nama itu bukan masalah yang penting aku harus bekerja dengan baik.
Yang ada dalam pikiran Suci hanyalah bekerja dengan baik agar dia bisa segera dapat uang dan membayar hutang-hutang almarhum ayahnya. Namun jiwa polosnya sama sekali tak mengetahui bahwa tempat itu akan menghancurkan hidupnya dan masa depannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments
Hasna Fatimah
jangan terlalu percaya sama orang
2021-06-30
1
Sifie
ohh gtu toh
2021-04-22
3
Iie Bae
oh di jebak gt jd waitres remang"
2021-04-11
4