Semenjak aku dekat dengan pak Doni, rasanya setiap karyawan di tempat kerja selalu menatapku. Kebanyakan dari mereka memandang sinis, meski ada beberapa yang melempar senyuman saat bertemu denganku. Bahkan pernah tanpa sengaja aku mendengar obrolan mereka mengenai hubunganku dengan pak Doni.
"Itu tuh, Adm baru. So cantik banget. Gimana caranya dia bisa sedekat itu dengan pak Doni ?" salah seorang dari mereka berbicara.
"Cantik apanya, gayanya juga norak gitu. Pasti dia ngelakuin segala cara biar bisa jadi teman deketnya pak Doni." Tambah yang lain.
"Alah...paling tuh cewek pengen cepet naik jabatan lewat jalur cepat."
Astagfirullah. Rasanya jantungku remuk saat mendengar omongon mereka yang begitu tajam.
Mereka sama sekali tak mengenalku, tapi mereka berani menilaiku seburuk itu. Padahal aku tak seperti yang mereka kira.
Tapi aku harus kuat. Aku ada di sini untuk bekerja, agar bisa memenuhi kebutuhanku dan ibu. Bukan untuk meladeni orang-orang seperti mereka yang sebenarnya tidak penting.
Usai makan siang, aku bergegas ke mushola yang disediakan perusahaan. Aku mengambil wudhu dan kemudian shalat Dzuhur. Selepas sholat aku merapalkan dzikir pendek dan shalawat. Lalu menadahkan kedua tanganku ke hadiratNya.
Ku tumpahkan segala beban dan kesedihanku pada sang Ilahi Robbi. Aku meminta diberikan ketabahan dalam menjalani hidup. Dan berharap agar keimananku tetap terjaga sampai nanti aku melepas nyawa.
Setelah itu aku buru-buru melangkah menuju meja kerjaku. Ku sandarkan tubuh ini di kursi. Ahhh sungguh nyaman rasanya.
"Suci, semua karyawan line A bahkan line yang lain juga pada gossipin kamu. Apa benar kamu pacaran dengan manager kita ?" Dwi tiba-tiba datang dan mengagetkanku dengan perkataannya.
"Untuk saat ini, kami memang tidak ada hubungan apa-apa. Dan aku tidak bisa memprediksi ke depannya akan seperti apa. Hanya Allah yang tahu. Tapi yang jelas, aku gak melakukan cara licik dan aku gak punya niat buruk pada pak Doni. Kedekatan kami bukanlah rencanaku." Jelasku pada Dwi.
"Aku percaya sama kamu Ci. Tapi kamu jangan dengerin omongan nyinyir mereka. Ok !"
Dwi memang teman yang baik. Dia selalu mencoba menghiburku di saat aku bersedih.
"Pasti. Makasih ya kamu udah selalu support aku." Ku berikan senyuman terbaikku pada Dwi.
Ia pun membalas dengan nyengirnya. Aku beruntung mempunyai teman seperti Dwi.
Tak terasa akhirnya pekerjaanku pun selesai. Ini saatnya untuk pulang.
Kali ini aku harus bisa menolak pak Doni agar tidak mengantarku pulang. Tapi bagaimana caranya ? aku bingung.
Aku terus melangkah cepat dan hendak menunggu angkot. Aku harap aku tidak bertemu dengan pak Doni.
Namun sudah jadi kebiasaan pak Doni untuk jadi sopir pribadiku. Saat aku menyetop angkot, pak Doni memanggilku. Ia rupanya telah turun dari mobil.
"Gak usah pak, jalan aja. Kami mau pulang bareng." Pak Doni berbicara pada sopir angkot.
"Pak, maaf sekali. Sebaiknya bapak tidak usah repot-repot antar jemput saya lagi. Gak enak sama karyawan lain."
"Jangan peduliin yang lain. Saya aja gak masalah kok."
"Tapi pak, maaf. Saya mau naik angkot saja."
Aku mencoba lagi menyetop angkot namun lagi-lagi pak Doni melakukan hal yang sama. Bahkan saat aku akan menaiki angkot yang sedang ngetem pun, pak Doni menyuruh sopir angkot itu pergi.
"Ayo masuk mobil ! atau mau saya gendong biar kamu mau ?"
"Tidak pak, saya bisa sendiri."
Akhirnya aku pun kembali duduk bersama pak Doni di dalam mobilnya.
Seperti biasa pak Doni selalu bertanya tentang diriku. Dan bercerita tentang dirinya. Kali ini dia menanyakan tentang makanan favoritku.
"Sama dong, saya juga suka nasi Padang. Kita makan dulu yuk. Tuh di depan ada warung nasi Padang. Biar saya yang traktir."
"Gak usah pak. Saya gak enak ngerepotin bapak terus."
"Gak apa-apa. Saya malah senang. Kalo kamu nolak, saya bakalan sakit lho. Oh ya, mau makan di sini atau dibungkus ?
"Terserah bapak saja."
"Kalo saya sih lebih suka dibungkus. Gak usah dipindahin ke dalam piring. Makannya pake tangan, jadi rasanya lebih nikmat."
Namun sebelum ke rumah makan Padang, kami masuk mushola dulu untuk sholat ashar. Setelah itu, kami pun singgah di sana.
Pak Doni memesan dua bungkus nasi Padang dengan lauk rendang untukku dan pak Doni. Dan sebungkus lagi dengan lauk kepala kakap untuk ibuku.
Pak Doni memang sudah tahu bahwa aku tinggal berdua dengan ibu.
Setelah pak Doni membayar, kami pun kembali ke mobil. Tak lama kemudian mobil berhenti tepat di depan gang.
Pak Doni memarkirkan dulu mobilnya. Setelah itu kami berjalan kaki menuju rumah. Aku berjalan di depan, dan pak Doni berada di belakangku.
Ada perasaan aneh sewaktu aku berjalan berdua dengannya. Rasa gugup bercampur senang. Entahlah, belakangan ini pak Doni selalu ada dalam beranda pikiranku.
Apa mungkin karena kami sering bertemu ? ah, perasaan macam apa ini ?
Jujur baru kali ini aku merasakannya. Apa mungkin ini yang namanya jatuh cinta ?
Sungguh begitu indah rasanya. Pipiku sampai memerah karena memikirkannya.
Astaghfirullah...lagi-lagi aku memikirkan pria yang bukan mahromku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments
Lilla Nurul
suka banget dngn ceritanys thor
2021-09-06
1
Hasna Fatimah
terkadang niat berubah nenjadi baik tdk semudah yang d ucapkan, begitu banyak godaannya
2021-06-30
2
Suharnik
👍👍👍👍👍❤❤❤❤❤
2021-06-20
1