Jam di dinding sudah menunjukan waktunya makan siang. Setengah jam sebelumnya, Bara sudah meminta Donita memesan nasi soto untuknya dan sang putra. Ia tidak bisa membiarkan Real kelaparan menunggu Bella kembali dari acara jalan-jalannya. Bahkan demi Real, Bara harus merelakan rapatnya dengan para staf ditunda setelah jam istirahat siang berakhir.
Ayah tiga orang anak yang masih terlihat tampan di usia matangnya itu sibuk dengan mangkuk berisi nasi soto yang dipesannya di kantin kantor. Saat ini Bara sedang kewalahan mengejar putra semata wayang yang berlarian keliling ruang kerjanya.
"Real, ayo habiskan makan siangmu!" teriak Bara. Untuk pertama kali ia harus menyuapi putranya sendiri. Bahkan ia mengabaikan perutnya yang keroncongan demi sang putra tidak kelaparan.
Dengan tangan kanan masih menggenggam erat sendok berisi nasi soto, Bara mengikuti jejak langkah Real yang meloncat dari satu kursi ke kursi lainnya. Dari sofa ke sofa, bahkan sesekali terlihat Real naik ke atas meja kerja Bara dan duduk mengacak-acak isi di atasnya.
"Ayo Real, habiskan makan siangmu, Dear." Bara berjalan mendekat dan mengendap-endap. Real sedang meloncat kegirangan di atas sofa kantornya. Tubuh mungil itu melambung ke atas berulang kali dengan tawa dari bibir mungil tanpa henti.
"Ayo dimakan, Sayang. Daddy tidak bisa menyuapimu terlalu lama. Daddy juga lapar," bujuk Bara dengan wajah memelas. Pandangannya beralih pada isi mangkok. Aroma soto itu begitu menggungah selera, tetapi ia belum bisa menyantap jatah makan siangnya sebelum memastikan putranya kenyang.
Setengah jam berjuang menyuapi Real, isi mangkuk di tangannya hanya berkurang setengah. Itu pun hanya dua sendok yang berhasil masuk ke dalam perut Real, yang lainnya tumpah dan berceceran di lantai. Bahkan ada yang terjatuh di atas sofa karena sewaktu Bara menyuapi ke mulut Real, anak itu menghempas kasar tangannya.
"No Daddy, Real kenyang," tolak Real tanpa sengaja menyenggol kembali sendok yang siap disuapi ke mulutnya. Kali ini nasi dan kuah soto itu meloncat mengenai kemeja kerja Bara.
"REAL!!" teriak Bara mulai terpancing emosi.
Real terdiam sejenak, ketakutan mendengar suara kencang Bara. Anak itu baru saja akan menangis, Bara buru-buru membujuk supaya tidak jadi menumpahkan air matanya.
"Sudah, Sayang. Maafkan Daddy." Bara mengalah, suaranya melemah.
Ia sampai harus menghela napas berulang kali supaya tidak terbawa emosi saat menghadapi kenakalan putranya. Di saat emosi tidak terkontrol, otak pun menjadi tidak waras. Yang ia takutkan adalah menyakiti Real tanpa sengaja. Anak itu belum mengerti apa-apa. Mendidiknya harus dengan kelembutan dan kesabaran dalam memberi pengertian. Bara tak mau sifat emosinya menurun pada Real. Sebisa mungkin pria itu menghadapi anaknya dengan sejuta kesabaran yang berusaha dilatihnya sejak Real lahir.
"Sedikit lagi, ya." Bara kembali membujuk dengan lemah lembut setelah berhasil menguasai diri.
"No, Dad. Kenyang!" Real mengusap perutnya sendiri. Membuat Bara kembali kesal. Alasan kenyang yang diungkap Real membuat emosi Bara terpancing. Ia tahu jelas kalau putranya hanya mengisi perut dengan dua sendok nasi.
"Apa yang kamu lakukan pada putraku, Bell. Kenapa Real jadi begini. Semakin besar semakin menyebalkan. Semakin bertambah umur, semakin menguji kesabaranku," ucap Bara pelan dan terdengar putus asa. Ia sudah hampir menyerah menghadapi Real.
***
Jam makan siang terlewati begitu saja, Bara bahkan belum bisa menikmati nasi dan soto miliknya yang mulai mendingin. Perutnya yang lelah protes sekarang mulai kenyang kembali. Setelah gagal menyuapi putranya, Bara memilih menidurkan Real di gendongannya.
Menelungkupkan Real di pundak kirinya, Bara menggerakan tubuhnya ke kiri dan kanan mengikuti irama ketukan sepatu pantofel hitam mengkilap yang menghiasi kedua kakinya. Penampilan Bara sudah acak-acakan. Rambut yang tadinya tersisir rapi, sekarang berantakan. Kemeja kerja yang rapi mengkilat, sekarang sudah tidak berbentuk. Ujung kemeja berontak dari dalam celana lengkap dengan sabuk kulit yang tadinya melingkar rapi sekarang terjulur keluar dari pinggangnya.
"Tidur, Real. Daddy harus kerja lagi," bisik Bara sambil mengusap punggung putranya dengan lembut. Berharap tidur Real semakin lelap. Di tengah perjuangannya menidurkan Real, Donita masuk untuk mengingatkan rapat yang akan dimulai sebentar lagi.
"Pak ...." Gadis itu terpana menatap ruang kerja Bara yang hancur lebur. Bahkan beberapa berkas jatuh ke lantai bercampur dengan tumpahan air mineral. Belum lagi serpihan nasi yang mengotori lantai bersama bekas sepatu Bara.
"Sssttt! Putraku tidur. Tolong panggilkan OB untuk membersihkan ruanganku," titah Bara sembari menimang putranya. Berbicara setengah berbisik, tidak mau mengganggu lelapnya Real.
"Baik Pak."
Donita baru saja berbalik hendak keluar dari ruangan, tetapi sekretaris itu terkejut dengan kedatangan Bella yang tiba-tiba. Bunyi ketukan hak sepatu menggema dari kejauhan. Donita bisa melihat jelas penampilan sang nyonya yang berubah 180 derajat.
Kaos dan celana jeans yang tadi pagi dikenakan Bella sudh berganti dengan rok mini hitam ketat dipadankan dengan atasan model sabrina dengan pundak mulus terbuka. Flat shoes hitam yang dikenakan Bella tadi pagi pun ikut lenyap, berganti dengan high heel 7 cm berwarna kuning keemasan. Dan yang paling mencolok di antara semua perubahan Bella adalah rambut hitam panjang tergerai indah itu sudah berganti dengan rambut bergelombang dengan warna ash blonde yang begitu mencolok dan terang benderang.
Bunyi ketukan hak sepatu kian terdengar jelas. Bara hampir menjatuhkan Real dari gendongannya saat Bella muncul di tengah pintu dengan senyuman menggoda.
"Ya Tuhan, kamu apakan istriku, Bell?" teriak Bara terkejut. Teriakannya terdengar begitu kencang, dengan mata melotot dan mulut ternganga sempurna. Bahkan suara kagetnya sampai mengusik lelap Real. Donita yang ikut mendengar pekikan Bara, buru-buru keluar dan menutup pintu.
"Bagaimana, Mas? Kamu suka dengan penampilan baruku?" tanya Bella tersenyum bahagia. Ia sudah tersipu malu, bersiap menyambut pujian Bara akan perubahan dirinya. Ia yakin Bara pasti terpana dengan penampilannya.
"Kamu apakan itu rambutmu, Bell? Ya Tuhan, kamu baik-baik saja, kan?" Bara masih belum bisa menyesuaikan diri dengan penampilan aneh istrinya.
"Kamu menyukainya, Mas?" tanya Bella.
Bara memutar tubuh Bella dengan tangannya yang bebas. Masih dengan menggendong Real, ia berdecak.
"Bagaimana, Mas?" tanya Bella menunggu jawaban.
"Tidak. Kamu terlihat seperti badut, Bell," sahut Bara membuat Bella meradang. Berjam-jam memperbaiki penampilannya dengan yang kekinian, sebaliknya Bara mengomentarinya seperti badut.
"Ini lagi, apa maksudmu dengan rambut kulit jagung ini!" cerocos Bara menggulung rambut istrinya dengan telunjuk, membuat Bella semakin cemberut.
"Bell, kamu tidak bermaksud mematahkan kakimu dengan sepatu tinggi itu, kan?" lanjut Bara. Pria itu kembali berjalan mengitari Bella sambil menggeleng.
"Ini rok mini dan pakaian kurang bahan ini. Kamu mau menggoda siapa dengan penampilanmu ini, Bell?" Bara menepuk pundak telanjang Bella. Cemburu seketika menyerangnya. Membayangkan sang istri dengan penampilan menggoda seperti ini berkeliaran sepanjang hari di mall tanpa pengawalannya.
"Ganti bajumu, ganti sepatumu dan buat hitam kembali rambutmu, Bell!" titah Bara.
"Mas ...." protes Bella.
"Jangan membantah, Bell. Aku tidak menyukainya!" tegas Bara.
"Huh! Giliran Donita, Mas diam saja. Seakan menikmati kecantikan Donita dengan rambut pirang, baju ketat dan high heel-nya. Kenapa giliran istrimu sendiri, Mas protes." Bella tidak terima.
"Rambut Donita jauh lebih kuning." Bella masih saja protes.
"Bell, Donita itu bukan istriku. Aku tidak peduli bagaimana penampilannya. Rambutnya mau diwarnai merah, kuning, hijau ... aku tidak peduli. Aku bahkan tidak memperhatikannya. Dan kamu harus tahu, kamu itu istriku, Bell. Tentu saja aku protes kalau menurutku penampilanmu keterlaluan," jelas Bara berusaha menerangkan.
"Giliran Donita berpakaian seksi, Mas tidak mengeluh."
"Karena aku bukan suaminya, untuk apa aku mengeluh. Kalau aku suaminya, sudah kupastikan pakaian itu berakhir di tempat sampah!" cerocos Bara.
"Mas ...."
"Ganti pakaianmu kembali. Aku tidak menyukainya, Bell. Aku suka kamu seperti biasanya. Itu jauh lebih cantik dari wanita mana pun." Bara masih berusaha menjelaskan.
***
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Rita Mahyuni
haha....natural lebih syantik ga bosan ...hai nyonya bella...tuan bara macam org serangan jantung shock liatnya...dgn emosi labil gegara putra mahkota🤣
2024-11-05
1
Sri Widjiastuti
😁😁😁🤣
2024-07-28
0
ria aja
hnnn
2023-01-01
0