Bella menggandeng putranya Real, melangkah masuk ke gedung lima lantai tempat di mana suaminya berkantor. Ibu dan anak itu terlihat berjalan menuju ke arah lift sambil sesekali tersenyum dan menjawab sapaan beberapa karyawan yang kebetulan lewat dan berpapasan.
Waktu baru menunjukan pukul setengah sembilan pagi, Bella datang lebih cepat setengah jam dari permintaan sang suami. Ia sudah tidak memiliki pekerjaan di rumah, jadi memilih menunggu di kantor. Setidaknya Real mempunyai waktu beradaptasi dengan kantor Bara.
Ceklek!
“Mas ....” Bella mendorong pelan pintu ruang kerja suaminya.
Senyum di wajah Bella lenyap seketika saat melihat Bara sedang berduaan dengan Donita. Suaminya duduk bersandar di kursi kerja, memutar pena hitam yang terselip diantara jari tengah dan telunjuknya.
Saat langkah kaki Bella semakin dekat, cemburu menyerangnya. Apalagi saat melihat penampilan Donita dari jarak dekat. Gadis manis itu terlihat menarik dengan setelan kerja yang melekat mengikuti bentuk tubuhnya yang langsing. Kemeja putih ketat dengan rok mini berwarna biru tua memamerkan paha putih mulusnya. Kaki jenjang dengan betis indah, semakin menarik dengan heel hitam 9 cm.
Tatapan Bella tertuju pada rambut Donita yang baru dicat kuning keemasan. Tergerai indah bak sutera, jatuh melemas dan berkilau di pundaknya. Belum lagi cara duduknya yang begitu memikat, terkesan seksi dan menawan.
Deg—
“Bagaimana suamiku melewati harinya kalau Tuhan mengirim cobaan begini dasyat dan luar biasa.” Bella membatin. Ibu muda itu tertegun sambil menggengam tangan putranya Real. Tanpa sadar menatap Donita tak berkedip.
“Bell ....” sapa Bara, berusaha mengalihkan perhatian Bella.
Bara tidak enak hati pada Donita saat Bella menatap dengan pandangan tidak biasa malah terkesan aneh.
“Bell, kamu baik baik saja.” Bara menegur dengan sedikit keras.
“Pagi, Bu,” sapa Donita dengan sopan.
Bella tersentak, buru-buru menetralkan suasana. “Pa-pagi,” sahutnya terbata. Buru-buru mengalihkan pandangannya ke arah lain.
“Donita, kamu boleh keluar sekarang,” perintah Bara. Pria itu sudah melihat gelagat aneh dari istrinya. Mereka sudah tinggal bersama cukup lama, tentu saja Bara sudah mengenali semua gerak-gerik Bella. Posesif dan cemburuannya Bella sudah bisa terbaca olehnya cukup dengan melihat sorot mata saja.
“Kamu datang lebih cepat, Sayang,” ucap Bara, berdiri dan menghampiri Bella. Kecupan hangat berlabuh di pelipis, tetapi Bella malah sibuk mengamati pergerakan Donita.
“Ada apa?” bisik Bara, mendekap erat Bella dari belakang, mengecup pucuk kepala istrinya itu.
“Tidak ada, Mas.”
“Yakin?” tanya Bara memastikan. Pelukan itu semakin erat. Kedua tangan Bara sedang mengunci tubuh mungil istrinya.
“Hmmm.” Bella mengangguk.
“Real, kamu bersama Daddy di sini. Mommy ada urusan sebentar,” ucap Bara. Melepaskan pelukannya pada sang istri, Bara meraih tubuh mungil putranya. Ia menghujami ciuman di wajah Real yang menggemaskan.
“Dad!” pekik Real saat Bara terus menerus menciumnya. Protes itu semakin menjadi saat Bara tak kunjung melepaskannya. Malah membawa Real ke dalam gendongannya.
“Bell, kamu sudah mau jalan sekarang?” tanya Bara, perhatiannya masih tertuju pada putranya.
“Ya, Mas.” Terlihat Bella mengeluarkan mainan mobil-mobilan milik Real dari dalam tas. Ia sengaja membawanya dari rumah untuk membuat putranya tenang saat ditinggalkan berdua dengan Bara. Terselip khawatir di dalam hati, Bella belum pernah meninggalkan Real.
Selama ini, putranya itu selalu mengekornya ke mana pun ia pergi. Bahkan saat jalan bersama dengan Kailla, anak bungsunya itu pasti diajak. Beruntung Real sangat cocok dengan Kailla, bahkan keduanya soulmate sejati, yang selalu sejalan dalam segala hal, termasuk membuat onar.
“Aku pamit sekarang, Mas.” Ucapan yang ditujukan pada Bara, tetapi Bella malah mengecup pipi Real yang masih berada di gendongan Bara.
Hal yang biasa terjadi di rumah tangga mereka. Kehidupan rumah tangga mereka memang tidak seindah rumah tangga di novel-novel. Tidak ada hal-hal kecil yang terlihat manis, tetapi Bara dan Bella berusaha untuk saling mengerti. Kehadiran ketiga putra-putri di dalam pernikahan mereka, sudah cukup menyempurnakan.
“Sayang, jangan nakal, ya,” pesan Bella sambil mengusap pelan pucuk kepala Real.
“Mas yakin tidak masalah Real di sini?” Bella masih memastikan.
Bara mengangguk. “Sudah pergi saja. Jangan dipikirkan, aku akan mengurus Real. Kalau putramu mengamuk, aku akan menghubungimu secepatnya, Bell.”
***
Keluar dari kantor Bara, Pak Rudi memacu mobilnya menuju hotel tempat di mana Rikka menginap selama dua hari ini. Tidak sampai setengah jam, Rikka yang memang sudah bersiap sebelumnya masuk ke dalam mobil alpard hitam.
Gadis itu tersenyum memandang Bella. “Apa kabar?” tanya Rikka. Ia masih canggung, bingung harus memanggil apa pada Bella.
“Baik, Mbak,” sahut Bella singkat.
“Pak, mampir di restoran langganan kita, ya. Aku mau membawakan Kak Rissa makanan kesukaannya.”
“Baik, Nyonya.” Pak Rudi tersenyum, menatap Bella dari pantulan kaca spion.
“Aku memanggil ... Bella saja, ya.” ucap Rikka tiba-tiba. Sejak tadi ia bingung sendiri harus memanggil Bella. Secara dari garis kekerabatan, Bella adalah adiknya. Mereka saudara satu ayah, berbeda ibu.
“Ya, Mbak. Panggil apa saja boleh, Mbak.”
Rikka mengangguk.
“Em ... sudah lama tinggal di Jakarta?” tanya Rikka lagi. Gadis itu mencoba membuka pembicaraan.
“Sudah. Sejak menikah.” Bella menjawab ala kadarnya. Ia mengingat pesan Bara untuk tidak terlalu dekat dengan Rikka.
“Oh.” Rikka mengangguk. Netranya sedang mengawasi gerak-gerik Bella. Memandang adiknya penuh kekaguman.
“Sudah lama menikah dengan Mas Bara?” tanya Rikka lagi.
Deg—
Bella mengalihkan pandangannya. Sedikit tidak terima saat Rikka menyebut Bara dengan panggilan seakrab itu. Panggilan yang sama sepertinya.
“Maaf, aku pikir Mas Bara suamimu, suami adikku sendiri. Tentu saja aku harus menjaga sopanku,” jelas Rikka membela diri.
“Ada yang tidak beres dengan perempuan ini. Bagaimana ia bisa mengetahui banyak hal. Padahal aku dan Mas Bara tidak berbicara banyak dengannya,” ucap Bella dalam hati. Diam-diam ia meneliti gadis cantik yang duduk di sebelahnya. Ia berharap bisa menemukan kejanggalan dari sosok Rikka.
Kurang lebih satu setengah jam perjalanan, mobil yang dikendari Pak Rudi tiba ke sebuah rumah tahanan yang terletak di timur Jakarta. Rikka yang turun terlebih dari mobil membuat Bella memiliki kesempatan mengorek banyak hal dari Pak Rudi. Selama dua hari ini, sopir keluarga mereka itu yang memiliki kesempatan lebih banyak bersama Rikka.
“Pak, apakah Rikka bertanya sesuatu pada Pak Rudi?” todong Bella.
“Ya Nyonya. Sejak aku mengantarnya ke hotel, gadis itu bertanya banyak hal tentang Nyonya dan Pak Bara. Semua hal ditanyakannya tanpa terkecuali. Sampai ke mantan istri Pak Bara juga ditanyainya.” Pak Rudi mengadu setelah Bella melontarkan pertanyaan.
“Dia bercerita kalau dia adalah kakak Nyonya.” Pak Rudi menambahi.
“Apalagi yang diceritakannya pada Pak Rudi?” tanya Bella penasaran.
“Tidak ada, Nyonya. Sebaliknya dia yang lebih banyak bertanya tentang Nyonya.”
***
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
kokom. com
mencurigakan ya bell
2022-12-08
0
M.azril maulana
bau bau pelakor baru nich
2022-10-17
0
Sarini Sadjam
mka barra udah tdu istrinya cemburuan cari sekretaris laki2 dja biar aman damai sentosa
2022-09-25
0