Ceklek!
Pintu kamar terbuka, Rania, Issabell dan Real menghambur masuk layaknya air pantai yang meluap membobol tanggul di bibir pantai. Ketiganya berdesakan melewati pintu. Saling serobot, saling sikut dan saling mendahului. Tidak ada seorang pun yang mau mengalah. Tidak kakak maupun adik, semuanya berebutan masuk ke dalam kamar demi bisa bertemu sang mommy.
Bara yang masih bertelanjang dada, bersandar di daun pintu menonton aksi ketiga anaknya sambil menggelengkan kepala.
"Fans fanatik Bella memang selalu bar-bar." Bara berkata pelan.
Langkah ketiganya terhenti, suara berisik yang sejak tadi keluar dari bibir anak-anaknya pun ikut lenyap. Rania, Issabella dan Real menatap ke arah ranjang yang berantakan. Dan yang membuat ketiganya bertanya-tanya adalah saat tidak mendapati Bella di sana.
“Dad, mana Mommy?” tanya Rania berbalik menatap Bara.
“Mommy sedang di kamar mandi. Mencari calon adik kalian yang kabur karena tidak sanggup mendengar teriakan kalian yang memekakan telinganya.” Bara menjawab.
“Dad, Kakak serius.” Rania menggerutu.
“Dedek?” Real berteriak histeris. Berlari menggedor pintu kamar mandi. Tidak sabar ingin melihat adik yang dimaksud Bara.
“Mommy, buka pintu!” Real menggedor berulang kali.
“Mommy ....” Real menggedor pintu kamar mandi sambil berteriak histeris dan menangis.
“Dad, memang ada adik lagi? Perut Mommy masih kecil.” Issabell mengerutkan dahi, kebingungan.
Kamar tidur Bara yang tadinya senyap seketika ramai dengan suara tangisan bercampur teriakan kembali. Bukan hal aneh lagi untuknya, bahkan Bara mulai terbiasa dengan keributan ini setiap pagi. Kalau akhir pekan, Bara malah harus menyiapkan telinganya dari membuka mata sehingga menutup mata di malam hari
Pria itu berjalan menuju tempat tidurnya, menghempaskan tubuh dengan kasar di atas ranjang king size yang terbungkus seprai sutra ungu. Dengan mata terpejam, ia menikmati kolaborasi berbagai genre musik yang menyatu dari The Wirayudha’s. Kalau Real dengan suara rock metalnya, suka berteriak sejadi-jadinya setiap tidak melihat jejak sang mommy. Lain lagi Issabell, gadis kecil itu lebih memilih genre dangdut koplo. Dengan suara manja mendayu, tidak akan selesai berceloteh dan bertanya apabila belum mendapatkan jawaban memuaskan.
Rania lain sendiri, gadis beranjak remaja itu lebih suka yang melankolis. Bara mengelompokan Rania ini dalam kategori instrumental. Mungkin di antara ketiganya Bara lebih cocok dengan putri tertuanya. Lebih banyak alunan musik tanpa lirik.
“Dad, serius Mommy hamil lagi?” tanya Issabell. Naik ke atas tempat tidur, menguncang pelan tubuh Bara.
“Doakan saja, Ca. Daddy mengantuk sekarang.” Bara menjawab singkat. Pria itu meraih bantal dan menutup wajahnya hingga tidak ada yang tersisa. Kepalanya berdenyut mendengar teriakan Real yang tak mau diam sejak tadi.
“Dad, serius Mommy hamil lagi. Jangan bercanda, Dad.” Rania ikut menjatuhkan tubuhnya di sisi tempat tidur.
“Dad!” Rania menarik bantal yang menutupi wajah Bara.
“Apa Kak? Daddy mengantuk. Ajak adikmu keluar sekarang. Daddy masih mau tidur.” Bara mulai mengeluh.
“Yang benar saja Mommy hamil lagi, Dad. Anak Daddy sudah tiga.” Rania protes, menunjukan tiga jarinya.
“Memang kenapa kalau anak Daddy sudah tiga. Masih belum bisa diajak main sepak bola. Lagipula Mommy masih muda.”
“Mommy memang masih muda, tetapi Daddy yang sudah tua. Rambut Daddy saja hitamnya sudah mengandalkan cat rambut,” ejek Rania.
“Sudah Kak, bawa Real keluar. Kepala Daddy berdenyut mendengar teriakan adikmu itu,” pinta Bara. Teriakan Real masih belum mau berhenti, membuat Bara mulai lelah. Pria yang memang tidak sanggup menenangkan Real di saat mengamuk seperti ini hanya bisa mengelus dada. Lima menit menunggu Bella keluar dari kamar mandi, kesabaran Bara habis.
Bangkit dengan memendam kesal, Bara ikut menggedor pintu kamar mandi.
"Bell, cepat mandinya. Real mengamuk sekarang," panggil Bara.
Melihat Bara ikut menggedor pintu, Real tersenyum.
"Ayo Dad!" Real menyemangati. Jagoan kecil si pembuat onar paling menyukai kalau Bara berdiri di pihaknya.
"Ok!" Bara sudah mengepalkan tangannya kembali, bersiap memukul pintu kamar mandi. Namun kepalan tangannya seketika melemah saat pintu kamar mandi itu bergerak terbuka.
Bara menciut saat melihat Bella muncul dengan handuk melilit di tubuhnya. Rambutnya masih basah dengan busa shampo menutupi sebagian kepalanya.
"Tolong urusi anak-anak dulu, Mas," perintah Bella dengan wajah cemberutnya, menatap tajam pada sang suami.
"Ya, tetapi anakmu ini mau melihatmu sebentar. Real tidak akan mau tenang tanpa bujukanmu, Bell," ucap Bara melembut.
"Real, ikut Daddy sebentar, ya. Mommy mandi dulu." Bella membungkuk, menyejajarkan tingginya dengan putra kesayangannya.
"Mi, mau lihat adek. Di sanah ...!" tunjuk Real mengarahkan ujung telunjuknya ke dalam kamar mandi.”
"Tidak ada siapa- siap, Real. Mommy mandi dulu. Real main dengan daddy dulu, ya," bujuk Bella.
“Mau adek, Mi.”
“Ya, nanti Mommy buatkan. Sekarang main dengan Daddy dulu, ya,” bujuk Bella.
“Yes, Mommy.” Real menurut tanpa protes. Real selalu takluk pada Bella, sebaliknya selalu berselisih dengan Bara. Sejak lahir putra Wirayudha satu-satunya itu memang tidak pernah bisa dekat dengan daddy-nya.
"Titip anak-anak, Mas!" titah Bella sebelum menutup pintu kamar mandi kembali.
***
Pukul setengah tujuh pagi, semuanya sudah bersiap. Rania dan Issabell sudah masuk ke dalam mobil yang dikendarai Pak Rudi. Duduk manis bersiap ke sekolah. Keduanya melambaikan tangan dari jendela mobil, berpamitan.
Bara juga terlihat sudah siap berangkat ke kantor. Pria tampan dengan setelan kerja itu sudah duduk di belakang kemudi mobil sport.
"Bell, nanti jam sembilan bawa Real ke kantor. Aku sudah meminta Pak Rudi mengantarmu dan Rikka menemui Rissa di penjara," ucap Bara tiba-tiba.
Pria tampan itu masih duduk dengan memangku Real di belakang setir. Kebiasaan Real setiap mengamuk di pagi hari. Putra kesayangan Bara itu akan sedikit lebih tenang kalau dibawa berputar keliling komplek satu putaran.
"Rikka sudah tahu?" tanya Bella sambil menurunkan Real dari dalam mobil.
"Aku sudah meminta Pak Rudi mengabarinya. Bell, jangan terlalu bersikap baik padanya. Perasaanku mengatakan kalau dia bukan perempuan baik-baik," jelas Bara.
"Apa tidak masalah Real dititipkan bersama Mas di kantor?" tanya Bella ragu.
"Hanya sebentar. Lagi pula di rumah tidak ada siapa-siapa. Ibu dan Opa Oma Rania masih belum kembali. Aku tidak tenang meninggalkan Real sendirian di rumah. Lebih baik Real bersamaku di kantor selama kamu menemani Rikka," sahut Bara.
"Aku berangkat dulu. Love you, Bell," ucap Bara tanpa ciuman hangat seperti pasangan romantis lainnya. Ucapan cinta yang ditujukan pada Bella, tetapi tatapannya tertuju pada Real. Putranya sedang sibuk memainkan tombol di pintu mobil yang masih terbuka.
"Love you, too."
"Ingat pesanku, Bell. Walaupun dia kakakmu, jangan terlalu dekat dengannya. Aku tidak mau dia memanfaatkan hubungan persaudaraan kalian. Aku tidak masalah dengan uang, tetapi aku takut dia berniat buruk pada keluarga kita." Bara menjelaskan.
"Ya, Mas."
***
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Sri Widjiastuti
😁😁🤣
2024-07-28
0
andi hastutty
syukurlah klo Bella dengar apa dikatakan bara
2022-11-10
0
Sri Wahyuni
lhoo Real sejak lahir dekat dg Bara lhoo thor kalau nangis hanya Bara yg mampu menghentikan tangisnya
2022-03-22
1