Bella sedang berdiri di balkon kamarnya dengan gawai di tangan. Menutupi lingerie merah hati yang melekat di tubuhnya dengan jubah tidur. Bella terdiam menikmati suara malam, memandangi candra menguning bersama gugusan bintang malam. Sejak tadi ia menghubungi Bara, tetapi tidak kunjung mendapat jawaban. Semua panggilannya berakhir dengan suara gadis penunggu kotak suara.
“Kamu di mana, Mas? Apa kamu baik-baik saja?” bisik Bella, hampir putus asa.
Hembusan angin malam yang menusuk tulang, semakin membuat jantungnya berdetak kencang. Ibu muda itu berkelana dengan berbagai pikiran buruk yang mungkin saja menimpa suaminya. Dari godaan wanita lain sampai bayangan buruk seperti kecelakaan.
“Apa aku hubungi Dion saja, ya.”
Tanpa berpikir ulang, Bella mencari kontak asisten baru suaminya. Buru-buru menghubungi, untuk mencari tahu apa yang terjadi. Namun, lagi-lagi Bella harus menelan kecewanya. Dion tidak menerima panggilannya sama sekali.
“Ke mana kamu, Mas?” ucap Bella pelan.
Baru saja akan melakukan panggilan ulang, Bella melihat sorot lampu mobil di gerbang rumah. Sinarnya begitu menyilaukan. Dari balkon lantai dua, ia bisa melihat dengan jelas sedan hitam itu pasti milik suaminya.
Senyumannya merekah, berlari keluar kamar, menuruni tangga dengan buru-buru. Mengabaikan pertanyaan asisten rumah yang keheranan. Keluar rumah, menerobos malam. Berjalan perlahan menuju mobil yang bahkan mesinnya masih menderu.
“Mas, kenapa pulangnya malam sekali?” tanya Bella begitu pintu mobil terbuka. Merapatkan jubah tidurnya, Bella berjalan mendekat ke arah mobil suaminya yang terparkir.
“Bu, maaf pulang terlambat,” ucap Dion tiba-tiba. Tidak terlihat Bara, hanya asistennya yang turun dari kursi sopir.
“Dion, suamiku di mana?” tanya Bella, mengerutkan dahi.
“Ada di belakang, Bu.” Dion berjalan ke arah belakang dan membantu membuka pintu penumpang. Bella yang tidak sabar, ikut mengekor di belakang.
Deg—
Saat langkah Bella semakin dekat, dia melihat suaminya sedang duduk bersebelahan dengan seseorang. Duduk berdua di kursi penumpang. Bella belum bisa mengenali, tetapi saat Dion memapah Bara keluar, barulah ia mengenali siapa yang menemani Bara di kursi belakang.
“Maaf, Bu. Bapak mabuk. Tadi sebelum pulang, kita bertemu dengan klien baru. Dan Bapak sempat minum beberapa gelas karena tidak enak hati,” jelas seseorang yang ikut keluar. Suaranya begitu lembut, mendayu dan terdengar merdu.
Tentu saja Bella mengenali siapa si pemilik suara, meskipun hanya disorot lampu taman. Gadis manis, sang sekretaris baru yang ikut menemani Bara ke Puncak.
“Ya, Mas Bara tidak biasa minum.” Bella menyimpan kecemburuannya. Ia melihat jelas sewaktu Dion membuka pintu, suaminya sedang bersandar manja di pundak Donita.
Bella baru akan mengambil alih tubuh suaminya, tetapi Dion mencegah.
“Bu, biar aku saja.” Dion membantu memapah atasannya yang sudah tidak sadarkan diri, dibantu seorang security rumah.
“Mbak, kenapa pulang selarut ini? Bukannya harusnya tidak selarut ini,” tanya Bella, mengekor di belakang Dion yang mengantar Bara menuju ke kamar.
“Ya, Bu. Tadinya sudah mau pulang sore. Tiba-tiba ada klien baru meminta bertemu. Jadi kita terpaksa menunda kepulangan.” Donita menjelaskan, menyerahkan jas hitam Bara yang sejak tadi didekapnya erat.
Bella mengangguk, tidak mau bertanya lebih lanjut lagi.
***
Sepeninggalan Dion dan Donita, Bella hanya bisa menatap Bara yang terlelap di atas tempat tidur masih dengan pakaian kerjanya. Batal semua rencana yang sudah disusunnya. Semuanya berantakan. Lingerie seksi hadiah Kailla gagal beraksi. Pakaian itu hanya menjadi saksi bisu kalau malam ini suaminya pulang dalam keadaan mabuk untuk pertama kali selama pernikahan mereka. Selama ini, Bara tidak pernah seperti ini.
Menghela napas, tidak tahu harus marah atau sedih. Perasaan Bella tidak karuan. Apalagi saat melihat Bara yang seperti ini. Perlahan mendekat, Bella memilih membuka satu per satu pakaian yang melekat di tubuh suaminya. Tidak bisa membiarkan Bara tidur dalam keadaan kotor.
Bau alkohol begitu menyengat, Bella hanya bisa bersabar. Mengurusi Bara tanpa bisa protes. Mengabaikan semua kecurigaan, kecemburuan dan banyak rasa yang menyerangnya beberapa jam terakhir.
“Mas, kamu benar-benar sudah tidur?” tanya Bella, dengan susah payah membantu Bara mengenakan pakaian tidur setelah sebelumnya mengusap tubuh berkeringat suaminya dengan handuk basah.
Penuh perjuangan untuk Bella, membolak-balikan tubuh Bara yang jauh lebih besar darinya. Dia bisa tersenyum lega saat melihat wajah lelap Bara yang sudah berganti pakaian tidur. Terlihat nyaman demgan guling di pelukannya.
“Besok-besok kalau kamu mabuk lagi, aku akan membuatmu tidur di luar, Mas,” gerutu Bella. Bergegas turun, mengumpulkan kembali pakaian Bara yang berserakan di lantai.
Bella sudah akan melempar pakaian kotor itu di keranjang baju yang akan dilaundry. Namun, sebelumnya ia mengeluarkan dompet dan ponsel Bara dari kantong celana. Saat dua benda itu tertarik keluar, tiba-tiba secarik kertas ikut meluncur turun.
“Apa ini?” tanya Bella, berucap sendiri. Meraih kertas yang tergeletak di lantai.
Mata Bella membulat, saat memastikan kertas itu adalah bukti transfer. Ada pengiriman dana sebesar lima puluh juta dari rekening pribadi Bara untuk Donita.
“Ya Tuhan ... apa ini?” ucap Bella pelan. Menyimpan penasarannya sembari menatap ke arah suaminya.
Sempat tertegun, Bella merogoh saku celana dan kemeja suaminya kembali. Mencari tahu isi kantong Bara. Siapa tahu masih ada hal yang mencurigakan
***
Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
andi hastutty
wah akan ada perang nih
2022-11-10
0
Nur Lizza
donita siap y thor kok bara mentransper uang segitu bykny
2022-10-22
0
Oktavia
kasus seperti ini byk dlm cerita, nanti bilang di jebak lawan bisnis di kasih minuman yg bercampur ibat, jd tdr ama sekretaris, yg di jebak malah jadi berlanjut seleingkuh atau nikah siri alasan tanggungjawab. sdh lama kok ga ksh masukan klo bisa cari sekretaris yg cewek. ini cerita ngadi2
2022-09-11
0