Melihat gerak-gerik Indah yang merasa tak enak dan malu, Santi memutusakan untuk meninggalkan mereka berdua di dalam ruangan.
Indah sudah memeras telapak tangannya, merasa begitu gugup. Jangan lupakan jantungnya yang berdegup sangat kencang.
"Hmmm ... Mas," ucap Indah.
"Apa?"
"Mas, aku boleh tidak minta uang bulanan aku untuk bulan depan?"
Rendi mengangkat alis matanya keatas. "Serius kamu bilang kayak gitu?"
"Iya, Mas. Aku lagi butuh uang, soalnya untuk bayar uang sewa kontrakan malam ini juga."
"Indah, dengar ya! Uang bulanan itu aku memberikan setiap sebulan sekali! Dan pada tanggal kita menikah. Jadi ... Kamu nggak bisa seenaknya meminta itu!" tegas Rendi.
"Yasudah, kalau tidak boleh. Aku pinjam saja padamu. Lima juta, nanti kalau aku punya uang dari hasil kerja. Aku bayar, Mas," pinta Indah dengan wajah memelas.
"Kalau aku bilang tidak! Ya tidak! Kenapa kau tidak paham?! Mau pinjam atau minta, aku tidak akan memberikannya," sahut Rendi dengan acuh.
"Mas, aku mohon ... Kalau aku tidak membayarnya malam ini juga, aku akan diusir dari kontrakan."
"Itu bukan urusanku! Sekarang kamu pulang dari sini!" pekik Rendi mengusir.
Dengan berat hati, Indah melangkahkan kakinya keluar dari ruangan Rendi dan membuka pintu. Pikirannya sudah kemana-mana sekarang. Bingung harus berbuat apa.
"Indah kamu kenapa?" tanya Santi yang baru saja lewat dari ruangan Rendi, dia habis dari toilet.
Dret ... Dret ... Dret.
Belum sempat Indah menjawab ucapan dari Santi, tiba-tiba dia mendengar bunyi suara ponselnya bergetar. Dengan cepat dia mangangkat-nya.
"Halo. Indah! Kau cepat kesini dan ambil semua barang-barangmu. Karena malam ini juga, kontrakan yang kau sewa sudah diisi oleh orang lain," jelas Bu Ayu.
"Tapi, Bu aku ....,"
Tut .... Tut ... Tut.
Sambungan telepon itu langsung dimatikan dari seberang sana.
"Indah, kamu kenapa apa? Apa ada masalah?" tanya Santi seraya menghampiri dan mengelus rambutnya.
Indah menggelengkan kepala dan tersenyum manis, menutupi luka.
"Tidak, Mah. Aku tidak kenapa-kenapa. Tapi sekarang aku ada urusan, maafin aku ya, Mah. Aku tinggal Mamah disini," ucap Indah seraya berjalan dengan langkah cepat. Meninggalkan Santi.
Kenapa Indah? Pasti dia ada masalah. Tapi apa masalahnya?
Batin Santi.
S
K
I
P
Sampainya didepan kontrakan, dia melihat dua buah koper yang sudah ada didepan pintu. Koper itu seakan sudah meminta untuk dia dorong pergi. Indah mendorong kedua koper itu dengan tangannya, trotoar jalan raya.
Kali ini dia benar-benar berjalan tak ada arah dan tujuan, seperti seorang gelandang. Tidak ada sanak saudara di Jakarta, dia hanya punya seorang ibu yang tengah berbaring di rumah sakit. Tak lama air mata itu lolos membasahi pipi mulusnya
Aku harus kemana sekarang? Aku harus membawa semua barang-barangku kemana? Apa ke rumah Mas Rendi? Ah tidak-tidak, dia tidak mungkin mau memperbolehkan.
Lalu ... Apa aku bawa kerumah sakit saja? Ah tidak, itu tidak bisa.
Batin Indah.
Setelah dia jalan cukup jauh, idenya langsung muncul, dia masih punya sekarang teman bernama Nella. Hanya dia satu-satunya yang bisa menolongnya kali ini.
Dengan sisa uang yang tinggal sedikit, akhirnya Indah memutuskan untuk menaiki angkot untuk sampai ke rumah Nella.
***
Jari telunjuknya perlahan memencet bel pada pintu depan rumah Nella.
Ting ... Tong.
Ceklek.....
Tidak menunggu waktu yang lama, gadis sebaya dengannya membukakan pintu.
Mata Nella terbelalak. "Indah?! Tumben kesini?" pandangannya teralihkan pada kedua koper yang Indah pegang.
"Kok kamu bawa koper? Mau kemana?" tanya Nella binggung.
"Nell ....," tiba-tiba Indah langsung memeluk tubuhnya
"Indah kamu kenapa? Cerita sama aku."
"Hiks ... Hiks ... Hiks. .. Apa aku boleh minta tolong padamu?" tanya Indah sambil menanggis.
Nella melepaskan pelukan. "Boleh, kita masuk saja dulu." Nella sudah melebarkan pintu rumah untuk temannya masuk. Kemudian menutupnya kembali.
Kini mereka duduk di sofa ruang tengah bersebelahan. "Ada apa Indah."
Air mata yang membasahi pipinya sudah dia hapus. "Aku habis diusir dari kontrakan Nell."
Mata Nella terbelalak. "Diusir? Kok bisa?"
"Iya, aku tidak sanggup untuk membayarnya, uangku hanya untuk berobat Mamah," lirih Indah pelan
Nella mengenggam tangan Indah dengan hangat. "Yasudah, kau bisa menginap dulu di rumahku. Kebetulan orang tuaku sedang ada di luar kota, Indah."
"Apa aku akan merepotkanmu?"
"Kamu ini, aku 'kan temanmu. Kamu jangan pernah merasa sendiri ... Aku akan selalu ada buatmu, Indah."
"Terima kasih, Nell."
"Iya, sama-sama. Apa kau sudah makan?"
"Belum."
Nella mengajak Indah untuk berdiri. "Kita makan dulu, Bibi kebetulan masak banyak."
Kebetulan perut aku memang sangat lapar.
Batin Indah seraya mengusap perut.
"Boleh, deh."
Kini mereka beralih duduk di meja makan.
***
Sementara itu di rumah Rendi.
Tepat di ruang kerjanya, pria itu tengah duduk pada kursi putar. Kedua matanya masih sibuk menatap layar laptop di atas meja.
Tapi tiba-tiba terdengar suara dari arah gagang pintu.
Ceklek.....
Santi yang membuka pintu, kakinya berjalan menghampiri Rendi. "Rendi, kenapa Indah belum pulang? Ini sudah malam."
"Biarkan saja, Mah. Nanti dia pulang sendiri," jawab Rendi dengan santai. Matanya masih sibuk, hingga dia tidak menoleh kepada Santi sama sekali.
"Lho ... Kamu tidak khawatir dengan istrimu sendiri? Masalahnya tadi Mamah sempat telepon dia, nomornya juga tidak aktif, Ren."
"Mungkin dia ada di rumah sakit, menemani Ibunya."
"Ya kau jemput dia pulang. Dia tidak mungkin menginap di rumah sakit."
Rendi segera meraih ponsel diatas meja, ia sudah menempelkan benda itu pada telinga kanannya.
"Kau telepon siapa?"
"Dion."
"Mau ngapain?"
"Suruh jemput dia pulang."
Santi berdecak kesal. "Kamu ini aneh sekali! Indah itu istrimu! Harusnya kau yang menjemput!"
"Aku banyak kerjaan, Mah," keluh Rendi.
Santi langsung menutup laptop itu.
"Pokoknya Mamah minta, sekarang kau bawa Indah pulang ke rumah! Kau bahkan baru menikah dengannya, tapi sikapmu begitu cuek! Kalau dia langsung minta cerai padamu bagaimana?!"
Itu tidak akan terjadi.
Batin Rendi.
Rendi menghela nafas dan bangun dari duduknya. "Yasudah, aku akan cari dia."
Kakinya melangkah menuju pintu ruangannya, namun Santi sudah berteriak. "Pokoknya jangan pulang! Sebelum kau bertemu dengan Indah!" ancamnya.
Rendi sudah berlalu pergi.
***
Sampainya di rumah sakit Rendi langsung menghampiri suster yang berada di tempat pendaftaran, Rendi berkata."Sus apa Suster tau ruangan ibunya Indah?"
"Nama ibunya siapa ya Pak." Balik tanya.
Rendi menjawab. "Saya nggak tahu Sus."
Rendi sama sekali tidak mengetahui nama ibunya Indah. Dan suster pun tidak bisa memberitahu di mana dan siapa ibu Indah Karena pasien rumah sakit banyak jadi dia tidak mengetahuinya. Rendi bingung mencari Indah kemana lalu duduk di bangku dekat ruangan pasien dan ada seorang dokter dan suster yang sedang berbicara sembari berjalan. "Akhirnya perjuangan Indah enggak sia-sia ya Sus. Akhirnya ibunya sadar juga."
"Iya Dok saya kira bakal mengalami koma yang lama." Jawab suster tersebut.
Rendi yang mendengar percakapan mereka Rendi langsung menangkap nama Indah yang baru saja diucapkan. "Maaf Dok boleh saya nanya sebentar." Menghentikan langka dokter tersebut.
"Iya ada apa ya Pak."
"Apa tadi Dokter menyebutkan nama Indah dan ibunya yang sedang di rawat di sini?" tanya Rendi.
"Iya Pak benar. Anda siapanya ya?"
"Saya saudaranya. Apa Dokter bisa kasih tau ke saya kamar ibunya Indah di mana?"
Dokter memberitahu kepada Rendi, karena dokter tersebut adalah dokter yang selalu menangani penyakit ibunya Indah, jadi dia tahu dan mengenalnya. Rendi langsung masuk ke dalam kamar tersebut.
"Indah." Ucapnya pas masuk ke dalam. Dia hanya melihat seorang wanita yang tengah berbaring di kasur. Orang itu adalah ibunya Indah dia baru sadar dari komanya.
"Kamu siapa ya." Tanya ibunya Indah melihat kedatangan Rendi.
Pasti dia ibunya Indah, lalu aku jawab apa ya? Apa aku diam saja. Ahhh binggung. Ucap dalam hati.
"Kamu kok diam saja di situ?" Rendi yang hanya berdiri tidak menjawab ucapan ibunya Indah.
"Maaf apa Indah ada di sini?" langsung bertanya.
"Enggak ada, saya belum melihat Indah ke sini, kamu siapa Nak?"
"Maaf Bu kalau gitu saya permisi ya buru-buru. Maaf sudah menganggu waktunya." Rendi langsung pergi ke luar kamar, dia binggung untuk menjawab perkataan ibunya Indah.
"Kalau dia ibunya Indah. Berarti dia mertuaku dong, apa aku jahat ya bersikap kaya gini. Tapi masa iya aku kasih tau kalau aku suaminya. Nanti dia malah tanya-tanya bikin aku tambah binggung." Ucapnya sembari jalan dan masuk ke mobil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 429 Episodes
Comments
Karsini Seftiani
indah kok bingung mau kemana,,,kan kamu udah punya suami ya pulang ke rumah suami lah,,,,😂🤭
2023-08-11
1
Fitriyani Puji
sukor mau cari indah kemana nyahok loe ,emang kamu jaht baru nyadar to
2023-02-20
0
Endang Priya
pen gue sleding tuh palanye laki modelan gitu.
2022-11-14
0