"Kamu masih sakit sayang?" tanya Santi dengan penuh perhatian.
"Eh bukan Mah, bukan aku yang sakit," sahut Indah seraya menggelengkan kepala.
"Terus, siapa?"
"Mamahku."
"Oh Mamah kamu sakit. Sakit apa? Ya sudah kita sarapan dulu nanti bareng ke rumah sakitnya, Mamah juga mau bertemu sama Mamah kamu juga," Santi bangun dan mengajak Indah untuk duduk di sebelahnya
"Eemmm," gumam Indah binggung, dia tidak ingin mengajak sang mertua tapi merasa tak enak.
Rendi turun dari tangga dan menghampiri mereka berdua, dia juga sempat mendengar apa yang istri dan ibunya obrolkan.
"Indah kalau di ajak Mamah sarapan jangan nolak!" Ujar Rendi seraya duduk di meja makan.
Indah tidak bisa menolak, apa lagi kalau Rendi yang sudah bilang, dia menurut dan duduk ikut sarapan bersama.
"Jadi Indah, gimana sekarang badan kamu udah enakan?" tanya Santi sambil mengunyah beberapa makanan di mulutnya.
"Iya Mah, lagian aku nggak kenapa-kenapa." Indah mengambil roti dan mengoleskan selai coklat lalu dia mengigit nya.
"Semalem tidurnya nyenyak? Mamah sengaja enggak bangunin kalian takut ganggu." Santi sudah senyam-senyum, di mengira anaknya sudah melakukan malam pertama. Rendi dan Indah memang habis keramas, rambut mereka basah.
"Apaan sih Mah," ucap Rendi tersenyum. "Kita tidur nyenyak kok iya, kan Ndah?" matanya melirik kearah Indah.
"Iya Mas."
Rencana ayah tiri Rendi yang katanya pulang ke Jakarta, tidak jadi. Alhasil ibunya memutuskan untuk menginap semalam lagi di rumah Rendi. Sebenarnya Rendi sendiri ingin ibunya cepat pulang. Karena selama masih ada ibunya hidup dia tidak akan bisa bebas.
Rendi selesai sarapan dan bersiap untuk ke kantor dan mengatakan.
"Ya sudah kalau gitu aku pamit ya, Mah." Rendi mencium punggung tangan ibunya dan berjalan keluar rumah.
"Iya sayang, hati-hati di jalan."
Indah masih diam dan menyelesaikan rotinya, mengunyah untuk cepat habis.
"Indah apa kita berangkat ke rumah sakit sekarang?"
"Aku sendirian aja deh Mah, Mamah istirahat di rumah takut capek."
"Memang kenapa kalau Mamah ikut? Tidak boleh?" tanya Santi heran.
"Boleh kok Mah. Ya sudah kita sekarang berangkat," ucap Indah bangun dan mengajak Santi. Mereka berdua menaiki mobil.
***
Setelah sampai di rumah sakit mereka langsung pergi ke ruangan Sarah, namun tak lama ada dokter yang baru saja keluar. dari ruangan itu.
"Dok apa Mamah sudah sadar?" tanya Indah.
"Belum Ndah, kamu tenang saja ini termasuk pemulihan juga kok jadi wajar kalau ibumu belum bangun koma," Tutur Dokter menjelaskan, dia juga tahu Indah begitu khawatir.
"Saya ingin bertemu Mamah, Dok," pinta Indah.
"Boleh silakan asal jangan berisik ya biarkan pasien beristirahat," Ucap Dokter berlaku meninggalkan mereja
"Iya Dok."
Indah masuk ke dalam dan di ikuti oleh Santi, terlihat Sarah sedang berbaring dengan mulut dan hidung di pasang ventilator, matanya masih terpejam. Indah mengelus lembut dahi sang Mamah.
"Mah ... Mamah apa kabar?"
Sebenarnya banyak sekali hal yang ingin Indah ceritakan kepada ibunya, namun dia sadar akan keadaan ibunya yang sekarang. Dia hanya berdoa dalam hati, semoga ibunya cepat sadar dan tak terasa air mata Indah pun jatuh mengalir di kedua pipinya dia menangis. Rasanya begitu sedih. Dia hanya tinggal berdua, tidak bisa di bayangkan kalau Sarah pergi meninggalkan nya.
"Mamah cepat sadar ya, aku sayang Mamah," Ucap Indah sambil menanggis.
Melihat Indah menangis, Santi merasa sangat simpatik. Dia langsung memeluk tubuh Indah dari belakang, terlihat sekali kalau Santi begitu tulus menyayangi Indah. Karena dia juga sangat menginginkan seorang menantu.
"Sayang kamu yang sabar ya, ibu mu akan baik-baik aja," Santi menyeka air mata di pipi Indah.
Indah tersenyum, namun masih memandangi wajah ibunya, "Oya Mah ini kenalin Mamah Santi, mertua aku. Sekarang aku sudah punya dua ibu," Indah berbicara seolah sedang mengenalkan Santi pada ibunya.
"Indah kita keluar sebentar ya, Mamah ingin bertanya padamu," ucap Santi seraya menarik tangan Indah keluar dari ruangan ibunya.
Mereka duduk di kursi panjang, tangan Santi meraih tangan Indah dan mengenggam nya, "Sakit apa sebenarnya ibu kamu?" tanya Santi.
"Mamah sakit jantung Mah, kemaren habis di operasi."
"Oya Indah, maafkan Mamah sebelumnya, kalau Ayahmu di mana? Dia masih hidup atau sudah ..." Santi menjeda ucapnya, tapi dia memang penasaran. Pas hari pernikahannya saja Ayah Indah tidak datang menjadi wali.
"Papah masih hidup, tapi dia hidup menjadi orang jahat! Papah dulu menyiksa Mamah. Mamah sakit juga karena dia, karena dia ..." Indah tidak sanggup meneruskan ucapnya, dia mengingatkan segelintir kenangan pahit yang dia lalui bersama ibunya.
Santi memeluk tubuh Indah, dia merasa Indah begitu rapuh dan membutuhkan kasih sayang lebih darinya, "Apa dulu ibu mu juga korban kdrt?"
"Bukan hanya kdrt saja, dia sudah tergila-gila dengan wanita jalang dan tega meninggalkan kita berdua," wajah Indah langsung memerah, dan terlihat sangat emosi.
Santi mencium kening Indah dan membelai rambutnya, "Sabar ya sayang. Semuanya akan baik-baik saja, ada Mamah dan Rendi sekarang. Kamu jangan merasa sendirian. Mamah sayang kamu."
Indah tersenyum dengan air mata yang berlinang, mata Santi terlihat begitu tulus menatap manik matanya, walau Rendi begitu jahat. Tapi mengapa ibunya terlihat sangat baik hati, bahkan seperti malaikat saja.
"Terima kasih Mah."
Santi mengusap air mata Indah, "Sama-sama sayang."
Pipi mereka bahkan saling menempel. "Mamah apa aku boleh tanya sesuatu?" tanya Indah ragu-ragu.
"Boleh, ngomong saja."
"Kenapa Mamah kepengenan banget punya menantu dan menyuruh Mas Rendi cepat menikah? Maaf ya Mah kalau aku terkesan lancang."
Santi tersenyum kecil. "Iya. Mamah memang mendesak Rendi supaya cepat menikah. Lagian Mamah kan hanya punya dua anak laki-laki, Mamah juga ingin merasakan bagaimana rasanya punya anak perempuan. Benar tidak menurut kamu? Apa Mamah salah bertingkah seperti itu pada Rendi?"
Indah menggelengkan kepalanya, mau salah atau tidak pun apa hak dia. "Tidak kok Mah, niat Mamah memang benar."
"Lalu mengenai Rio, Rio beneran anak Mamah juga?"
"Iya sayang dia adiknya Rendi, kenapa memangnya? Kami tidak tahu sebelumnya, bukannya dia teman kuliah kamu?"
Indah tersenyum. "Iya Mah, tapi memang aku tidak tahu."
"Kalau kamu masih kuliah, kenapa kata Rendi kamu bekerja di sana? Kerja apa kamu? Kenapa tidak fokus kuliah dulu saja sayang?"
Indah menghela nafas, "Aku kerja part time sambil kuliah Mah. Awalnya memang Mamah yang kerja di kantor Mas Rendi, cuma kondisi Mamah Sarah saat itu kurang baik. Dia sering sakit-sakitan. Jadi aku yang menggantikannya."
Santi mengangguk-anggukan paham, mungkin memang Indah berada di fase sulit. Tiba-tiba suara deringan ponsel Indah terdengar. Indah bangun dari duduknya, "Mah aku angkat telepon dulu sebentar ya?"
"Iya sayang," sahut Santi.
Indah langsung menempelkan ponselnya di kuping sebelah kanan.
"Indah kamu kemana aja dari kemaren?" tanya seorang wanita dari sambungan telepon.
"Aku di rumah sakit Bu kenapa memangnya?"
"Kenapa-kenapa. Kamu belum bayar uang sewa kontrakan 2 bulan! Apa kau lupa ingatan!" Pekiknya marah-marah.
'Ya Allah aku beneran lupa' batin Indah.
"Maaf Bu Ayu, bisa aku minta waktu beberapa Minggu untuk melunasinya?" pinta Indah.
"Waktu-waktu enak saja kau! Kalau memang tidak sanggup bayar mending kamu ke sini dan bereskan semua barang-barang mu. Yang mau ngontrak bukan cuma kamu. Banyak Indah!" Bu Ayu terdengar sangat kesal.
"Tapi Bu ..."
Tut ... Tut ... Tut. Sambungan telepon itu di putuskan secara sepihak.
Indah benar-benar merasa sangat pusing sekarang, dia juga tidak memegang uang sepeserpun. Uang yang harusnya dia dapat di awal pernikahan juga sudah lenyap! Karena untuk mengganti kerugian pintu kamar mandi yang berhasil di dobrak. Lalu bagaimana Indah bisa membayar uang sewa kontrakan?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 429 Episodes
Comments
Karsini Seftiani
kasian indah
2023-08-10
1
Fitriyani Puji
kasian kamu ndah kuat semangat
2023-02-20
0
Endang Priya
rendi bajigur bgt sikapnya.
2022-11-14
0