Celine keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya dengan sebuah handuk kecil. Perempuan itu kemudian membuka lemari. Meraih sebuah celana jeans pendek dan kaos longgar berwarna putih.
Saat berbalik hendak kembali ke toilet untuk berganti pakaian, langkah Celine mendadak terhenti. Napasnya tercekat dengan mata yang membulat sempurna. Kehadiran Pandu yang tanpa suara tepat di belakangnya benar-benar membuat Celine hampir mati muda.
"Pa-Pandu..." tegur Celine mengurai kekagetannya.
Pria dengan lesung pipi itu tertawa kecil. Ia melangkah maju sehingga membuat sosok Celine ikut mundur hingga menabrak pintu lemari yang tadi sudah ia tutup.
"Ka-kamu mau ngapain?" tanya Celine takut.
Wajah Pandu mendekat. Memaksa Celine untuk menutup mata saking ngerinya. Dalam pikiran wanita itu, Pandu pasti ingin menyakitinya lagi. Kedua tangannya bahkan sudah memegang bathrobe-nya dengan gemetar.
Wajah Pandu berhenti tepat ketika ujung hidungnya bergesekan dengan ujung hidung wanita di depannya. Sepasang matanya kemudian memandang ke bawah. Mendapati tangan gemetar Celine kemudian meraih dan menggenggamnya erat.
"Ada apa?" tanya Pandu berbisik di telinga Celine.
Wanita itu menggeleng keras. Ingin menjawab namun suaranya seolah tak ingin keluar. Ingatan tentang Pandu yang mencekiknya kembali menghantui.
"Aku sedang bertanya, Celine! Bisa kau jawab?" tanya Pandu lagi sambil membawa kedua tangan Celine ke depan dadanya tanpa berniat melepasnya.
"Aku takut..." aku gadis itu jujur. Kini, air matanya mulai berguguran tanpa bisa ia cegah.
"Padaku?"
Celine mengangguk.
Pandu meringis tak percaya. Baru di dekati seperti ini saja, Celine sudah ketakutan. Tapi, kenapa wanita ini tidak takut sama sekali ketika mencuri satu kecupan di bibir Pandu tadi? Memangnya, situasi tadi dan yang sekarang apa bedanya?
"Sekarang kamu takut. Tapi tadi? Kamu kayaknya nggak punya rasa takut sama sekali." Pandu semakin menekan Celine.
"Tadi kamu sadar?" tanya Celine kelepasan. Wanita itu tak mampu menyembunyikan keterkejutannya. Matanya mendongak menatap wajah Pandu sebelum kembali menunduk.
"Tentu saja." Pandu mengangguk.
"Tolong jangan cekik aku lagi!" mohon Celine saat tangan kanan Pandu bergerak menyentuh leher jenjangnya.
Seperti ada sesuatu yang menusuk jantung Pandu dalam sekejap. Melihat Celine yang terlalu takut padanya membuat ia merasa bersalah. Apa Pandu terlihat sesadis itu sehingga Celine selalu mengira di saat ia mendekat, hanya untuk menyakitinya?
Tangan Pandu bergerak naik turun mengelus leher Celine sebelum bergerak ke belakang untuk menahan tengkuk wanita itu. Sementara Celine hanya bisa pasrah. Ia tak punya daya apa-apa untuk melawan.
Tepat di saat segalanya sudah Celine pasrahkan, hal luar biasa di luar dugaan justru terjadi. Pandu ternyata bukan ingin menyakitinya. Melainkan justru hendak membunuh Celine dengan cara yang paling indah menurut wanita itu. Lihatlah! Sekarang Pandu tengah mencium bibirnya. Menghisap bibir atas dan bawah Celine secara bergantian sebelum membiarkan lidahnya menerobos ke dalam rongga mulut wanita itu dengan lihainya.
Celine tak berkutik sama sekali. Kedua lututnya lemas hingga nyaris terjatuh andai Pandu tidak menahan tubuhnya.
"Kamu kenapa, Celine?" tanya Pandu sembari tertawa.
Serangan kedua kembali menghentikan detak jantung Celine. Tawa Pandu membuatnya benar-benar terpana.
"Udah mulai tenang?" tanya Pandu lagi.
Celine mengangguk cepat.
Pandu lalu kembali memperbaiki posisi berdiri Celine. Kembali menyudutkan wanita itu di pintu lemari dengan kedua tangan yang melingkar di pinggang Celine.
"Kamu keberatan kalau pakai bajunya nanti aja?"
1
2
3
Tak kunjung mendapat jawaban dari Celine, Pandu merebut pakaian yang masih berada di tangan Celine sebelumnya. Melempar pakaian-pakaian itu ke lantai lalu kembali mencium bibir wanita di depannya dengan lembut.
"Kalau mau nyium tuh kayak gini. Bukan kayak yang kamu lakuin tadi ke aku." Pandu nyengir tak berdosa meski sudah membuat Celine mengalami serangan jantung dua kali akibat ciumannya.
Celine lagi-lagi hanya membisu. Otaknya membeku dan tak mampu mencerna apa-apa.
"Hei!" Pandu menepuk pipi Celine pelan.
"Y-ya?" jawab Celine linglung.
"Kamu dengar aku ngomong apa?"
"D-dengar," jawab Celine semakin gugup.
Pandu lagi-lagi tertawa. Ia merasa seperti sedang menghadapi anak kecil seusia Azkia sekarang.
"Bisa lingkarin tangan kamu di leher aku?" tanya Pandu dengan alis terangkat.
Seperti kerbau di cocok hidungnya, Celine menurut tanpa berkata-kata. Membuat senyum Pandu kembali merekah karena menyadari betapa polos Celine sebenarnya. Entah karena apa, sehingga wanita sepolos ini mampu menjebak Pandu dengan cara yang begitu licik di pertemuan pertama.
"Dulu, kita ngelakuin itu dengan aku yang nggak sadar. Makanya, sekarang aku mau minta pengulangan agar semuanya jadi adil."
"M-maksudnya?" Suara Celine bergetar. Jantungnya kembali berdetak tak karuan. Jangan bilang, itu yang di maksud Pandu adalah itu yang terjadi ketika Celine menjebaknya dulu.
Dan, dugaan Celine ternyata seratus persen benar. Ia menyadari hal itu di saat tali bathrobe miliknya di tarik lepas oleh Pandu sebelum lelaki itu mengangkatnya ke tempat tidur.
*****
Pukul 3 sore, Celine masih tertidur ketika Pandu beranjak meninggalkannya menuju ruang tamu. Wanita itu pasti kelelahan. Sejak pagi, Pandu tak mengizinkannya kemana-mana selain tetap di tempat tidur. Entah karena Pandu terlalu maniak atau memang tertarik terhadap Celine sehingga nafsunya tak mampu ia kontrol. Namun yang jelas, Pandu yakin bahwa ketika Celine terbangun nanti, wanita itu pasti kesulitan untuk berjalan.
Astaga! Membayangkannya saja sudah membuat Pandu tak bisa menahan tawa. Meski, separuh hatinya tetap saja merasa sedikit kasihan.
"Orang yang di utus untuk menculik Celine sudah meninggal."
"Apa?" Pandu berdiri kaget begitu mendengar kabar dari Sam. "Bagaimana bisa?"
"Ketika orang kita berhasil menangkapnya, seseorang tiba-tiba saja menembaknya."
"Apa tidak ada informasi yang orang kita dapatkan?"
"Tidak ada. Maka dari itu, lebih baik sekarang kau berusaha tetap di sisi Celine. Abaikan sedikit kebencianmu jika ingin semua masalah ini selesai dengan cepat. Kuncinya ada pada istrimu. Buat dia menceritakan segalanya tanpa merasa terancam karena kehadiranmu. Kau mengerti, Pandu?"
Pandu mengangguk. Pesan yang Sam sampaikan adalah pesan yang sama yang di sampaikan Bima sebelum ia dan Celine berangkat ke Bali.
"Baik, Ketua! Terima kasih!"
"Tetaplah fokus dan berhati-hati. Jangan sampai kau dan Celine terluka. Maaf! Aku tidak bisa menjaga kalian secara langsung karena istriku juga sedang sakit."
Pandu mengangguk sambil tertawa kecil. "Iya, Ketua! Saya bukan anak kecil lagi," ucap Pandu meledek.
Setelah sambungan telepon terputus, Pandu hanya bisa menggeleng. Tidak pernah Pandu bayangkan bahwa pria seserius Sam bisa sebucin itu pada istrinya. Okta hanya sedang sakit demam. Namun, kepanikan Sam sudah seperti istrinya tengah menghadapi sakaratul maut. Entah, dimana lagi Pandu bisa melihat ada orang yang bucinnya melebihi Sam di dunia ini. Ah! Pandu sedikit lupa. Rupanya masih ada satu lagi. Bima Dirgantara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Shin Gao
pantas saja nanti Celine salah paham pergi dari hidup pandu
2022-08-16
0
🍒 rizkia Nurul hikmah 🍒
di skip syg bngt ngulang nya 🤭
2021-12-02
0
Bambang Setyo
Walaupun mereka laki2 sadis tapi klo sama keluarga sangat sayang.. Salut sama bima dan sam...
2021-11-24
0