"Lari Celine! Lari!" Teriakan itu masih bisa Celine dengar dari arah belakang. Dengan sekuat tenaga, perempuan itu memaksa sepasang tungkainya untuk berlari dengan kecepatan maksimal yang ia bisa. Tak peduli pada telapak kaki yang sudah berdarah karena tergores kerikil. Rasa perih itu masih tak ada apa-apanya di banding tekad yang ia punya untuk segera pergi dari tempat terkutuk itu.
"Ada satu lagi di sini!" teriak salah seorang anak buah Madam Chu. Wanita Dajjal yang sudah membelinya dan menjadikan Celine dan beberapa gadis lain menjadi PSK secara paksa.
Celine segera mengerem larinya begitu seseorang sudah mencegatnya di depan. Perempuan berambut panjang tersebut mengubah arah. Ia berlari menuju ke arah kanan.
"Ku mohon! Jangan lagi. Aku nggak mau balik ke sana lagi! Aku mohon!"
Langkahnya mulai terseok. Sesaat yang lalu, kakinya baru saja menghantam batu besar dan mengakibatkan Celine harus terjerembab di tanah. Larinya tak lagi secepat sebelumnya.
"Mau kemana, hah?" Satu lagi anak buah Madam Chu berhasil mencegatnya. Sekarang, Celine sudah menemui jalan buntu. Keputusasaan menjadi teman yang saat ini menemaninya.
"Lari Celine! Lari..." Lorna, salah satu teman baiknya yang juga ikut dalam pelarian memeluk pria yang mencegat Celine. Sebisa mungkin ia menahan pria itu agar tak menghalangi Celine pergi.
"Lorna..." jerit Celine tertahan.
"Pergi! Cepat!" Lorna berteriak sambil terus memegangi pria berambut gondrong tersebut.
"Tapi kau dan yang lainnya bagaimana?"
"Pergi saja! Jangan pedulikan kami. Setidaknya, salah satu diantara kita ada yang selamat! Bergegaslah, Celine! Aku tidak bisa menahannya lebih lama!"
BUGH!
Lorna berdebam ke tanah ketika anak buah Madam Chu memukul tengkuknya.
"Cih, merepotkan!" decak pria itu kesal.
DORR!
Satu buah peluru bersarang di punggung wanita asal Rusia tersebut sebagai hadiah atas perbuatannya.
Celine terbelalak. Seluruh saraf di tubuhnya menegang. Ia merasa tak bisa bergerak sama sekali.
"Ayo kembali, Celine! Bersyukurlah, Madam Chu masih mengampunimu karena kau adalah anak kesayangannya. Jika tidak, maka nasibmu akan sama seperti teman-teman dungumu ini."
Pria itu bergerak. Meraih tangan Celine secepat kilat lalu menyeret wanita itu tanpa perlawanan berarti. Berakhir sudah. Semuanya sudah terlambat. Teman-teman Celine tak ada yang selamat. Pelarian mereka berakhir sia-sia.
"Arrghhh..."
Pegangan tangan anak buah Madam Chu terlepas tiba-tiba tatkala Lorna berhasil menancapkan pisau ke betis pria itu. Lorna masih berusaha berjuang untuk menyelamatkan Celine dengan napas terakhirnya. Ia tahu bahwa ajalnya sebentar lagi akan tiba.
"Pergi, Celine! Aku akan menahannya." Lorna lagi-lagi berteriak. Pisau yang memang ia bawa untuk berjaga-jaga terus ia tancapkan bertubi-tubi ke betis pria tadi. Tak peduli meski jambakan pada rambut panjangnya tak kalah menyakitkan.
"Lorna! Aku tidak bisa pergi tanpamu!" Celine berusaha membantu Lorna. Namun, ia tak memiliki apapun untuk melawan.
"Anak buah Madam Chu yang lain akan segera datang! Bergegaslah, Celine! Aku tidak bisa menahan dia lebih lama!"
"Aku tidak bisa pergi tanpa kalian..."
"Jangan keras kepala, Celine!" Gigih, Lorna tetap memeluk betis pria itu. Mencolok ke dalam luka yang ia timbulkan dengan kuku jarinya yang panjang setelah pisau yang ia gunakan berhasil di buang pria tadi.
"Jangan sia-siakan pengorbanan kami. Ka-mi tidak pernah menyesal. Malah, kami bersyukur mendapatkan kematian daripada harus kembali menjadi pelampiasan nafsu lelaki bejat di tempat haram Madam Chu. Celine, aku mohon! Hiduplah dengan baik seperti yang sudah kita impikan bersama-sama. Wakili kami untuk mewujudkan mimpi kami. Berjanjilah padaku akan hal itu." Lorna tersenyum. Mengabaikan rasa sakit yang menghantam tubuhnya akibat pukulan anak buah Madam Chu.
"Lorna..."
"Selamat tinggal, Celine!" Lorna mengucap salam perpisahan. Celine sudah kembali berlari. Pelabuhan sebentar lagi akan terlihat. Ia hanya perlu berjuang sedikit lagi.
Celine menangis tersedu-sedu. Bibir bawahnya ia gigit sekeras mungkin demi mengabaikan rasa sakit akibat kehilangan teman-temannya. Ia bahkan tidak berbalik lagi saat dentuman peluru kembali terdengar memecah keheningan malam. Celine tahu bahwa ajal sudah menjemput Lorna. Sama seperti Gabriella, Audrey dan Amber.
"Maaf teman-teman! Maaf karena tidak bisa menyelamatkan kalian!"
Tiba di pelabuhan, Celine segera naik ke kapal. Sebentar lagi kapal itu akan berangkat. Perempuan tersebut bergegas berbaur dengan orang-orang agar anak buah Madam Chu tidak bisa menemukannya. Tepat ketika Kapal mulai bergerak, Celine menghela napas lega. Anak buah Madam Chu tertahan di Pelabuhan. Mereka tidak bisa naik karena pemeriksaan yang ketat. Insiden pengeboman di Marine Parade 2, sehari yang lalu membuat pemeriksaan pada setiap calon penumpang alat transportasi apapun menjadi sangat ketat. Hal itu menjadi keuntungan tersendiri bagi Celine yang bisa lolos dari anak buah Madam Chu yang mengejarnya karena mereka semua bersenjata.
Malam itu, akan menjadi sejarah yang panjang dalam hidup Celine. Kematian teman-temannya akan menjadi sebuah kenangan pahit yang selamanya akan ia ingat.
"Tenang, teman-teman! Mimpi kalian akan ku wujudkan satu persatu. Aku janji!"
Air mata perempuan cantik itu kembali menetes. Sebuah foto dan data dari seseorang yang penting kembali ia lihat. Foto tersebut pemberian dari Lorna. Sebuah perisai yang sudah mereka incar sejak rencana pelarian mereka rencanakan. Potret seorang pria tampan dengan sepasang mata yang luar biasa misterius. Potret seorang pria yang katanya mampu menghalau segala macam bahaya tanpa perlu melakukan apapun.
"Bima Dirgantara. Semoga kehebatanmu sama seperti yang Lorna katakan," ucap Celine sambil memeluk foto tersebut.
***
"Mr. Dirgantara! Mr. Reinhart menunggu anda di ruang VIP di lantai dua." Seorang perempuan cantik menyambut Bima dan dua orang asistennya sambil tersenyum ramah.
"Ck. Kenapa harus di lantai dua, sih? Bikin repot aja," decak pria itu kesal.
Sekretaris Mr. Reinhart tersenyum canggung. Watak Bima Dirgantara tidak berubah sama sekali.
"Silahkan ikuti saya!" Sekretaris Mr. Reinhart melangkah lebih dulu di ikuti oleh Bima, Sam dan Pandu belakangan.
"Ketua! Kita nggak di kasih makan?" Pandu menyikut lengan Sam. Berbisik pelan usai cacing di perutnya meronta meminta makanan. Maklum, ia belum makan apa-apa sejak pagi karena di minta buru-buru berangkat oleh Bos tukang tindasnya.
Sam bergeming. Seolah, tak mendengar apa-apa. Ia masih berdiri tegak di depan pintu ruang VIP tempat Bima dan Mr. Reinhart mengadakan pertemuan.
"Ketua!" Lagi. Pandu menyikut lengan Sam.
"Apa?" geram Sam menahan kesal. Pandu semakin dewasa justru semakin bersikap kekanakan.
"Laper!" keluh Pandu dengan wajah memelas. Tangannya mengusap perut sixpack-nya naik turun.
Sam menghela napas. Jika tak di turuti, maka bocah besar di sampingnya tidak akan pernah menyerah merengek.
"Pergi dan pesan apapun yang kau mau! Tapi ingat, kembali sebelum pertemuan Tuan Muda selesai!"
"Siap, Bos!" Pandu memberi penghormatan kepada Sam. Pria berlesung pipit itu tertawa senang dan segera turun ke lantai bawah untuk memesan makanan.
"Ngapain, Mba?" tegur Pandu pada seorang perempuan yang nampak mencurigakan. Perempuan itu sepertinya sedang mengintip seseorang.
"Maaf, Mas! Saya kesasar!" kata perempuan itu dengan wajah pias.
"Masa' sih?" Pandu mengernyit heran.
"Sa-saya mau numpang ke toilet!" ujar perempuan itu beralasan. "Ka-kalau gitu saya permisi!" tukasnya sembari berlalu dengan cepat.
"Aneh! Apa jangan-jangan, lagi ngintipin Ketua Sam?" Pandu menggaruk-garuk kepalanya bingung. "Au' ah. Yang penting cari makan dulu!" ujarnya lagi.
••••
**Samarinda, 17 February 2021**
**Ig Author : Itha\_Sulfiana**
Pandu
Celine
Bima Dirgantara
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
💐Tari Nyonya Sibuea💐
ih pandu imut na😜😜
2022-04-06
0
Fhebrie
kasihan teman teman celine
2022-02-24
0
Fhebrie
kasihan teman teman celine
2022-02-24
0