Celine kembali berpacu dengan waktu. Sudah sebulan sejak ia tiba di Indonesia. Awalnya, gadis itu berpikir bahwa kehidupannya kini sudah aman. Namun, baru seminggu ia menginjakkan kaki di negara kelahiran ibunya, anak buah Madam Chu ternyata sudah berhasil melacak keberadaannya.
Demi menghindari kejaran anak buah Madam Chu, satu-satunya yang bisa Celine lakukan adalah dengan terus-terusan membuntuti keberadaan Bima Dirgantara. Kemanapun pria dengan aura kekuasaan yang luar biasa itu pergi, Celine selalu membuntuti dia secara diam-diam.
Benar kata Lorna. Bima Dirgantara memang perisai yang kuat. Bahkan, hanya berada dalam radius 300 meter dari lelaki bermata elang itu saja, sudah membuat para anak buah Madam Chu mundur teratur tanpa Celine tahu apa alasannya.Seperti saat ini. Ketika Bima Dirgantara mengadakan pertemuan dengan seseorang di restoran ini, anak buah Madam Chu yang lagi-lagi berhasil mendapatkannya kembali mundur. Meski, pada akhirnya Celine ketahuan oleh salah satu dari dua orang pria yang selalu bersama Bima Dirgantara setiap saat.
"Rencanaku harus ku percepat! Tapi, bagaimana caranya? Aku tidak mungkin menghancurkan pernikahan Tuan Bima dengan istrinya!" Celine menggigit ibu jarinya. Rencana matang yang sudah ia persiapkan jauh-jauh hari ternyata oleng usai tahu bahwa Bima Dirgantara sudah memiliki anak istri. Selicik-liciknya Celine, mana tega dia menyakiti perempuan lain hanya demi keselamatannya sendiri.
Hingga pada keesokan harinya Celine menemukan sesuatu yang tidak terduga. Sebuah alternatif yang pasti tidak akan menghancurkan pernikahan Bima dan Ellena.
"Kalau sakit, ke rumah sakit!" ucap Bima ketus pada pria berlesung pipit yang kemarin memergoki Celine.
"Tapi, Tuan Muda bagaimana?" Seperti kesakitan, pria berlesung pipit tersebut terus memegangi perutnya.
"Ada Sam. Lagian, kamu pikir saya selemah apa, hah?" hardik Bima Dirgantara. "Cepat ke dokter! Masalah biaya, masukkan ke tagihan saya. Minta kartunya sama Sam!"
"Te-terima kasih, Tuan Muda!"
"Setelah ke dokter, langsung ke hotel! Istirahat sampai keadaan kamu benar-benar pulih!"
"Terima kasih!"
Celine tersenyum melihat pemandangan itu. Jika tak bisa menjebak Bima Dirgantara, maka asistennya pun tak apa. Toh, sepertinya Bima sangat perhatian pada pria itu. Mustahil, jika hanya berstatus pekerja biasa bisa mendapatkan akses kartu milik atasannya semudah itu.
Fix! Rencana Celine berubah target.
***
Selesai menebus obat di apotek rumah sakit, Pandu bergegas hendak kembali ke hotel. Kata dokter, dirinya menderita radang lambung. Mungkin, karena kemarin ia mengkomsumsi kepiting lada hitam terlalu banyak.
BRUKK!
Pandu tak sengaja menabrak seseorang di lobi hotel. Obat yang tadi ia peroleh di apotek rumah sakit terjatuh dan segera di raih oleh orang yang ia tabrak.
"Maaf, Mba! Saya nggak sengaja!" ujar Pandu sembari terus memegang perutnya.
"Nggak apa-apa, Mas! Saya juga yang salah! Ini punya Masnya, jatuh!" Gadis misterius itu menyerahkan kembali obat yang Pandu jatuhkan sebelum berlalu pergi.
Kening Pandu mengkerut heran. Ia dengan teliti mengamati bentuk botol obatnya. Seperti ada yang aneh namun ia tidak tahu apa. Namun, ketika melihat logo rumah sakit masih tertera di luar bungkus obatnya, ia dengan segera menepis kecurigaannya.
Tiba di dalam kamar, Pandu pun segera meminum obat yang tadi ia peroleh dari rumah sakit. Pria itu hanya berharap agar sakit ia derita bisa segera membaik. Namun, bukannya membaik, justru kepala Pandu yang kini mulai terasa pusing.
"Kenapa nih? Kok gue pusing banget?" Pandu menggeleng beberapa kali. Penglihatannya semakin lama juga semakin kabur.
Di tengah rasa aneh yang Pandu rasakan, bunyi pintu yang di ketuk membuat pria itu memaksakan diri untuk membuka pintu. Mungkin, itu Sam.
"Kamu siapa?" Tepat kalimat itu selesai ia tanyakan, Pandu kehilangan kesadaran dan terjatuh tepat di hadapan orang asing yang tadi mengetuk pintu.
****
"Akhhhh!!!!" Teriakan seorang gadis membuat Pandu bangun dengan perasaan kaget. Pria yang separuh nyawanya belum terkumpul itu berdiri di atas tempat tidur.
"Apa? Kenapa?" tanyanya yang belum menyadari apa-apa.
"Tega kamu!" Perempuan yang menarik selimut untuk menutupi tubuh telanjangnya itu meringkuk ketakutan sambil menangis.
"Loh, kamu siapa? Ngapain di kamar gue?" tanya Pandu dengan panik.
Di liriknya ke sekitar kamar. Ada banyak pakaian yang berserakan tak beraturan dimana-mana.
"Apa-apaan, nih?"
Perasaan Pandu mulai tak enak. Tatapan matanya perlahan turun menatap tubuhnya sendiri.
Sedetik.
Dua detik.
Tiga detik.
"Huwaaaaaaa....." Pria dengan lesung Pipit memikat itu ikut bersembunyi di dalam selimut.
"Apa-apaan 'nih? Lo perkosa gue, ya?" tuding Pandu pada wanita yang duduk menangis di sebelahnya.
"Justru kamu yang perkosa aku! Dasar, lelaki biadab!" balas wanita itu tak terima. Ia masih menangis terisak. Berusaha menutupi beberapa bekas kemerahan di leher jenjangnya.
"Nggak mungkin!" Pandu syok bukan main. "Lo sengaja mau ngejebak gue ya?" Kedua tangan Pandu mencengkram erat bahu perempuan misterius tersebut. "Di suruh siapa, Lo? Ayo ngaku!"
Sang perempuan menggelengkan kepala. Ia berusaha melepas cengkraman tangan Pandu yang semakin lama semakin terasa sakit.
"Maksud kamu apa? Kamu yang narik aku paksa untuk masuk ke kamar kamu semalam!"
Pandu berdecih pelan. Kedua cengkeramannya ia lepas perlahan. Frustasi, pria dengan lesung di pipi itu menjambak rambutnya keras.
"Jangan ngarang, kamu! Nggak mungkin gue ngelakuin hal sebejat ini ke perempuan!" tukasnya putus asa.
Pandu benar-benar tak habis pikir akan apa yang terjadi. Hal terakhir yang ia ingat adalah bahwa ia membuka pintu kamar untuk seseorang.
Dengan sigap, Pandu segera mengenakan celana panjang yang teronggok di lantai dan membuka laci di bawah nakas. Sepucuk pistol ia keluarkan dari sana dan langsung menempelkannya pada dahi perempuan yang masih menangis di atas tempat tidur.
"Jujur! Lo siapa, heh? Siapa yang nyuruh Lo ngejebak gue? Jawab?" bentak Pandu sambil mencengkram dagu wanita tersebut.
"Sa-kit!" Wanita itu meringis.
"Jawab!" Bukannya melepas, cengkraman Pandu justru semakin menguat. Kedua tatapan matanya nyalang hendak merobek-robek wanita di hadapannya.
"Apa-apaan ini?" Suara berat nan lugas yang terdengar dari arah pintu yang baru saja terbuka memaksa Pandu dan wanita tadi menoleh. Di sana, sudah berdiri Sam dengan tatapan tak kalah garangnya dengan Pandu.
Membungkus tubuhnya dengan selimut tebal, wanita tersebut bergegas berlari dan bersimpuh tepat di bawah kaki Sam. Ia masih menangis. Memeluk kaki orang kepercayaan Bima Dirgantara dengan begitu eratnya.
"Tolong saya! Laki-laki itu sudah merenggut kehormatan saya dengan paksa tapi tidak mau bertanggung jawab! Saya mohon! Tolong saya!" lirih wanita itu tak berdaya.
"Pandu! Apa yang sudah kau lakukan, hah?" Sam menatap Pandu meminta penjelasan.
Pria yang bahkan celananya belum terkancing dengan benar itu kembali meremas rambutnya. Ia sama bingungnya dengan Sam. Ia juga tak tahu akan apa yang sebenarnya terjadi. Satu hal yang Pandu tahu. Ia tak mungkin melakukan hal yang di tuduhkan perempuan aneh itu.
"Demi Tuhan, Ketua! Saya tidak melakukan apa-apa. Dia pasti dengan sengaja ingin menjebak saya!"
"Bohong!" bantah wanita yang masih memeluk kaki Sam. "Dia bohong! Tolong kasihani saya! Tolong saya!"
"Pandu! Kita harus bicara serius!"
Perkataan itu sontak membuat Pandu mematung. Sosok yang muncul di belakang Sam itu sudah cukup membuat dunia Pandu berhenti berputar untuk sesaat.
••••
**Samarinda, 19 February, 2021
Pandu X Celine
Luka Hati
Pandu**
Celine
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Qeisha A.F Ladyjane
mulai baca lagi karya author terbaik
2021-12-18
3
Bambang Setyo
Klo emang minta perlindungan kenapa akhirnya minta pisah... Bingung celine..
2021-11-24
0
Amira08
😍😍🤩🤩🤩👍🏻👍🏻👍🏻
2021-10-02
0