Kamipun segera keluar dari ruang ganti dan menunggu Anindya yang belum keluar di tepi sebuah kolam. Hingga beberapa saat, muncullah bayang wanita dari dalam kolam, dan aku terperanjak melihatnya ....
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
"Mass ...."
Belum lagi rasa terkejutku hilang, wanita yang bayangnya tadi kulihat tampak kini memanggilku. Akupun segera menoleh dan melihat bayang dalam kolam kini tampak nyata dihadapanku.
Anindya menggunakan pakaian renang tanpa lengan dengan bagian belakang yang terbuka melingkar dan mempertontonkan tali pakaian dalamnya. Untuk bagian bawah terdapat rok dengan ukuran sangat mini seakan hanya menutupi perhiasan miliknya saja.
Dan seketika potret gadis ayu dan anggun seakan buyar dalam anganku. Aku tak menemukan Anindya yang mempesona seperti kemarin. Aku serasa bersama dengan Anindya yang berbeda.
Anindya memang cantik, sangat cantik. Aku pria normal tentu menyukai menatap keindahannya, tapi aku kurang suka jika keindahan itu juga dinikmati mata pria lain.
Oh, Anindya ... apa aku mulai cemburu??
"Mass, kok bengong sih, ayo kita main air, ayo dek Nay ...," antusias Anindya.
Dan aku seperti laki-laki bodoh, kembali hanya bisa mengangguk ragu menanggapi keinginannya.
Oh Anindya, semua hanya karena bikini. Otakku kacau memperhatikanmu, kutatap dikejauhan Anindya sedang bersama Nayaku bermain perosotan di kolam yang dangkal.
Tubuh yang mulai basah terkena air semakin menampakkan keindahannya. Kutelan salivaku beberapa kali, kulontarkan kembali kalimat istigfarku. Kududuk kini di sebuah kursi dengan payung besar menutupiku, kutatap sekitar ternyata tak hanya Anindya, bahkan hampir sebagian besar wanita dan muda-mudi berpakaian sama dengan Anindya. Inikah dunia yang tertutup mataku selama ini, apa aku begitu naif?
Aku hidup dalam bayang cinta seorang ibu yang menanamkan agama sejak kecil. Walau aku terkadang nakal, tapi aku memiliki setir yang akan mengarahkanku kembali pada peluk cintaNYA.
Dan Anindya, menilainya dari pakaian yang ia kenakan akan tak adil sepertinya. Mungkin saja, ia memang hadir sebagai amanah untukku melurusnnya. Oh Anindya tunanganku, kenapa otakku senantiasa mencari pembenaran untuk raguku. Apakah kau mulai masuk kehatiku?
Kutatap Anindya yang melambaikan tangannya kearahku, dan aku masih menaikkan daguku seolah mengatakan, Ada apa Dek?. Karena aku masih tak memahami bahasanya, Anindya kini mendekatiku.
"Mas, kok duduk ae sih, ayo turun!" Ajak Anindya yang tak menunggu jawabku ia sudah menarik lenganku kesebuah kolam agak dalam disisi kolam dangkal tempat Nayaku sedang bermain perosotan dengan riang.
Anindya terlihat memperhatian kaos yang kukenakan saat ini, "Ada apa Dek, ada yang salah dengan pakaianku?" tanyaku.
"Gak dibuka dulu kaosnya Mas?" ucapnya.
"Dibuka?" tanyaku kembali heran.
"Iya, biasanya laki-laki berenangkan gak pakai kaos," jujur Anindya.
"Ohh ... aku pakai kaos saja Dek," ujarku.
"Ohh ... ya sudah," tak menunggu lama Anindya sudah berada di dasar kolam dan akupun mengikutinya. Anindya terus berenang kesana kemari, sangat jelas ia sangat senang olah raga air tersebut. Melihatku berenang perlahan, Aninda menghampiri dan menggenggam tanganku, kami berenang bersama hingga disebuah sudut Aninda menahanku dan kami berhenti.
"Mas, ceritakan tentang wanita yang pernah dekat denganmu!"
"Aku nggak punya cerita yang indah, semua wanita yang dekat denganku gak bisa menerima Naya," lirihku seraya berusaha memalingkan wajahku dari lekukan tubuh yang terekspos jelas di depan mataku.
"Hmm, iya sih mungkin mereka kaget jika tiba-tiba menjadi ibu," ujarnya.
"Kamu sendiri, apa kamu bisa menerima Naya?" Berhubung Anindya membahas Naya kugunakan kesempatan ini untuk mencari tau pendapatnya tentang putri kecilku.
"Aku akan berusaha dekat dengan Naya, tapi pelan-pelan ya Mas, aku juga masih seperti ini, masih suka bermain-main. Apa bisa aku jadi sosok ibu?"
"Aku senang dengan kejujuranmu, pasti bisa. Nayaku bukan anak yang nyusahin kok," ujarku.
Kutatap Anindya mengangguk.
"Berapa usiamu Dek? Ceritakan pula lelaki yang pernah dekat denganmu!" tanyaku seraya menatap dalam mata Anindya.
"Aku 22 tahun Mas. Setiap lelaki yang menjadi kekasihku selalu di tolak ibu dan Ayah."
"Berapa kali kau pernah menjalin hubungan?" Kutanyakan kembali apa yang ingin kuketahui. Ingin mengetahui pergaulannya dan kepribadiannya. Kalau aku sih laki-laki, tentu aku yang menyetir diriku. Tapi Anindya wanita, aku takut cinta merusaknya jika ia bersama lelaki yang tak baik sebelumnya. Dan tentunya aku ingin istriku adalah wanita yang belum terjamah.
"Aku tidak pernah menghitung Mas. Tapi yang jelas aku sekarang sedang sendiri. Opps maaf, maksudku aku tunanganmu." Tak diduga Anindya meletakkan kedua tanganku di sisi pinggulnya, tak lama ia meraih tubuhku. Kutelan lagi-lagi salivaku saat berjarak sangat dekat dari tubuhnya.
"Dek, ayo kita lihat Naya," kuberhambur seketika menjauh dari aktivitas yang membuatku tak nyaman. Kutengok Anindya menampakkan wajah kesalnya, maaf yo Dek ... tak baik yang kamu lakukan tadi bukan untuk diriku tapi tentang dirimu.
•
•
•
Kutatap Nayaku duduk sendiri di kursi dengan payung besar tempat pertama kami datang. Seketika wajahnya tersenyum menangkap kehadiranku.
"Yanda tadi kemana? Naya putar-putar cari Yanda nggak ketemu," celoteh Naya menahan kesedihannya. Walau air mata tak tampak, aku sangat tau Naya sedang sedih. Anakku maaff, hanya kata itu yang mampu kuucapkan dalam batinku.
Kupeluk seketika Nayaku, rasa bersalah menyelimutiku meninggalkannya sendiri. "Yanda gak akan tinggalkan Naya lagi, maaf Sayang," lirihku.
ALLÒHU AKBAR ALLÒHU AKBAR ...
Terdengar adzan berkumandang kini. Dan itu berarti kami harus menyelesaikan aktifitas kami.
"Dek, sudah berenangnya ya, kita bersihkan diri, sholat dan cari makan," ujarku pada Anindya yang duduk disisiku.
Walau awalnya kulihat wajah kecewa, tak lama iapun mengangguk mengiyakan.
•
•
•
Aku berada diluar kamar mandi wanita saat ini. Menunggu 2 wanitaku yang sedang membersihkan dirinya. Tak lama mereka keluar, Anindya seperti biasa selalu menghipnotisku dengan wajah ayu-nya. Akupun tenang ia telah berpakaian sopan kembali.
"Mas, aku nggak bawa mukena. Aku sholat di rumah saja nanti ya?" ujar Anindya ketika kami berada di depan sebuah mushola saat ini.
"Lihat dulu di dalam ya Dek, biasanya setiap mushola menyediakan mukena," ujarku.
"Aku nggak suka pakai mukena bekas orang Mass," ujarnya.
"Ya sudah kita pulang ya, Mass nggak mau gara-gara jalan sama Mas kamu jadi nggak sholat atau sholat dalam keadaan mepet akhir waktu," ucapku.
"Ya sudah aku sholat disini saja," jawab Anindya dengan wajah yang ditekuk.
•
•
•
Dan kami sudah di sebuah rumah makan saat ini, tampak Anindya masih membolak-balik daftar menu ditangannya.
"Sudah milih kamu mau makan apa?" tanyaku pada Anindya.
"Aku Salad saja Mas, sama orange jus," ujarnya kemudian.
"Apa itu ngenyangin?" tanyaku merasa heran seraya bermain-main dengan jemari Naya di meja.
"Aku lagi diet Mas."
"Ohh, tapi diet itu gak bagus Dek. Tubuh kita membutuhkan banyak nutrisi. Dan Alloh sangat baik memberi banyak pilihan makanan untuk kita," ucapku.
"Iya sih Mas, tapi buatku tubuh yang ideal itu penting," tukas Anindya sepertinya tak ingin dibantah.
"Baiklah, Mas cuma gak ingin kamu sakit," ujarku seraya tersenyum.
"Mas sendiri pesan apa?"
"Ayam, sambal bawang dan lalap."
"Dan dek Naya?"
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
🐣Segini dulu☺
🐣Kira-kira Naya suka makan apa ya??
🐣Happy reading❤❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments
Rafinsa
laaah . ceweknya kok agresif
2024-07-07
0
@@@@3
gak beres nih cewek
2021-09-08
1
Berdo'a saja
hemmmmm harus baca cerita lyra nih
2021-03-27
2