Kutatap kertas dalam genggamanku kembali, kini pandanganku terarah pada tulisan disana ...
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
DIYARA KANAYA ABADI
Nama yang kurangkai untuk putri kecilku. Diyara adalah nama yang mengiringi kedatangannya di panti menurut ibu Niken. Tersulam indah nama tersebut di pakaian bayi yang digunakannya.
Nama itu tak kulepas namun tak nyata kupakai. Entah mengapa melihat namanya yg indah, juga sulaman di pakaiannya yang sangat niat dibuat. Kuberfikir Kanaya bukan anak yang dibuang orang tuanya. Terlebih luka bekas operasi ditubuhnya yang menandakan ada upaya penyembuhan yang dilakukan orang tua kandungnya. Kanaya jelas anak yang disayang, walau entah mengapa ia bisa berada di panti, hal yang masih menjadi tanda tanya untukku.
Nama itu tetap kupakai, karena kusadar Naya bukan milikku seutuhnya, mungkin di tempat lain ada orang-orang yang menangisi dan kehilangannya. Namun juga tak nyata kupakai, karena tak ingin ada yang mengaku-ngaku menjadi orang tua Naya. Cerita masa lalu Naya kututup rapat, jika memang takdir menggoreskan Naya bertemu keluarga aslinya, biarkan semua berjalan dengan sendirinya. Namun jika tidak, aku akan lebih bahagia karena Naya selamanya akan menjadi milikku.
Dan Kanaya, nama tambahan yang kusematkan untuknya. Kanaya yang berarti jalan penghidupan yang tentram, merdeka, bahagia dengan sempurna. Setidaknya itulah do'aku untuk kehidupannya. Walau takdir membawanya ke tempat tak seharusnya tapi ia memiliki hak hidup dan bahagia yang sama layaknya anak-anak lain seusianya.
Dan Abadi, kuambil dari namaku. Agar jelas dimata dunia aku adalah penjaganya. Orang yang mencintainya tulus, sosok ayah untuknya ... walau dalam kenyataan kami tak sedarah sekalipun.
Tak perduli siapapun ayah kandung Naya, aku senang dan bangga memiliki Naya. Dan sebaliknya Naya, hanya ada aku sosok ayah dihidupnya. Syukurnya ia belum paham pula arti sosok ibu dalam hidup. Bahwa seorang ayah harus bersanding dengan ibu baru bisa memiliki anak. Naya tak paham semuanya. Baginya kehadiranku lengkap mewakili sosok ayah dan ibu baginya.
Dengan memasukannya ke sekolah, jujur ada kehawatiran dibenakku. Ia akan banyak bertemu teman-teman dengan gambaran keluarga sempurna. Dan aku hawatir Naya akan membandingkan kehidupan dirinya, tapi inilah tahap kehidupan yang harus Naya jalani.
Kini kulihat nama bagian di bawah bawah yang bersanding dengan coretan tanda tangan, PRANA KALINGGA DWIPA. Sejujurnya aku lebih bahagia jika namaku yang tertera disana sebagai ayah Naya, tapi memang tak bisa.
Kurebahkan diriku kini, esok aku akan kembali ke Bandung. Kembali dengan aktifitasku, kertas-kertas dan komputer. Bismillah ... mudahkanlah jalan hidupku ya Rob, Bismika Ahyaa wa àmut ..
Pukul 00:15 kini akhirnya kami tiba Stasiun Hal Bandung setelah kurang lebih 16 jam perjalanan kami tempuh menggunakan kereta MUTIARA SELATAN. kugendong tubuh mungil Naya yang tertidur di bahu dengan sebuah tas jinjing ditanganku. Dan di depan Stasiun tampak Choirul berdiri menungguku, kakinya seketika berjalan kearahku dan diraihlah tas di tanganku kini.
"Wah, akhirnya kamu sampai juga Bro. Sepi rumah nggak ada kamu dan Naya," ujar Choirul seraya menggiring kaki-kaki kami menuju ke sebuah parkiran.
Dari kejauhan BRIOku sudah terlihat, warna putihnya mencolok diantara beberapa mobil berwarna hitam disana. Putih adalah warna pilihan Naya, dia nggak mau warna hitam, gelap katanya.
"Sudah, kamu di belakang saja. Aku yang nyetir, mesti kamu capek to. Jagain saja anakmu," ucap Choirul memahamiku.
"Thanks Bro," jawabku.
"Jam berapa kamu berangkat dari stasiun Tugu tadi?"
"Jam Setengah 9 pagi," ujarku.
"Sudah maem belum? Cari makan dulu yaa!"
"Boleh, kalau masih buka ke tukang ketoprak di jalan Kerinci saja Rul, Nayaku sepanjang perjalanan cuma ngemil keripik sama roti sobek aja, kupesankan makanan di kereta nggeleng terus," ucapku yang sudah di setiri nawar pula mau kemana.
"Siap, untukmu apa sih yang enggak," ujarnya seraya tersenyum.
Kubangunkan Naya kini yang tertidur di pangkuanku, "Sayangg, ayo bangun nak!"
Setelah beberapa kali tak bergeming Naya akhirnya merespon, "Kita sudah di rumah, Yanda?"
"Belum, kita cari makan dulu ya, lihat kita sudah di bakulan ketoprak kesukaanmu, kamu pasti laperkan, Nak?"
"Makasih Yanda. Yanda tau aja kalo Naya lagi pengen ketoprak," celoteh polos Nayaku.
"Tau dong, apa sih yang Yanda nggak tau tentang kamu," ucapku.
Kami segera menyantap hidangan ketoprak setelah sang penjual meletakkan pesanan kami.
"Besok kamu sudah mulai kerja Bum?"
"Belum, besok aku mau ngurus pendaftaran sekolah anakku dulu. Lusa in syaa Alloh baru mulai."
"Asik bener sahabatku yang satu ini, punya jabatan bisa masuk kerja seenaknya sendiri," canda Choirul seraya memasukkan kembali suapan ketoprak ke mulutnya.
"Hehhh, nggak gitu. Memang masih ada cutiku jadi kupakai saja," ujarku seraya mengunyah ketoprak di mulutku.
"Wahh ... anak Abi sudah mau TK, sudah gede berarti, semoga besok kalau besar jadi orang sukses ya Nay," ujar Choirul menyapu kepala Naya dan dibalas tatapan bingung oleh Naya.
"Sukses itu apa Bi?" celoteh Nayaku.
"Sukses itu bermanfaat Sayang," ujar Choirul.
"Bermanfaat itu apa?" Dan Naya kembali bertanya, belum paham akan jawaban Choirul sebelumnya.
"Bermanfaat itu bisa membantu orang dan membuatnya senang," tandasku ikut menjawab seraya menyapu kepala putriku.
Dan Naya masih tampak tak mengerti.
"Besok-besok Yanda jelaskan lagi yaa. Yang penting kalau nanti Naya sudah sekolah harus belajar yang rajin biar pintar," ucapku yang sedang kurang mood menjelaskan pada Naya.
Dan Nayapun akhirnya mengangguk.
Beberapa saat kemudian kamipun segera mengangkat tubuh kami dan beranjak pulang setelah piring kami bertiga terlihat kosong.
"Coba lihat!"
"Iiii ...."
"Buka mulut!"
"Aaa ...."
"Pintar, sudah bersih gigi anak Yanda, yok kita bobo. Besok kita ke sekolah Naya."
Itulah aktifitasku dan Naya sebelum tidur, menyikat gigi bersama. Dan setelahnya tidur saling berpelukan.
🐣**TK INSAN CENDIKIA MUSLIM**
Mentari Pagi tampak malu menampakkan wajahnya pagi ini, semilir angin masuk ke celah-celah jendela seakan merayu diri agar terus terlelap dan enggan beranjak dari pembaringan.
Biasanya setelah sholat subuh aku mengajak Naya memutari perumahan warga dan bermain bulu tangkis setelahnya hingga mentari mulai terlihat dan kami lanjutkan membeli nasi uduk atau lontong sayur di bakulan Ce' Midah. Baru setelahnya aku merapihkan Naya dan bersiap ke kantor.
Kami berangkat setelahnya, dan seperti biasa Naya kuturunkan di rumah Ibu Salamah, orang yang membantuku merawat Naya hingga kujemput ia di sore hari saatku pulang bekerja.
Berhubung dini hari kami baru sampai tadi, akhirnya setelah ibadah subuh yang kujalani, akupun merebahkan diri kembali di sisi putri kecilku.
Dan kini, lagi-lagi sebuah tangan mungil menyapu kepalaku untuk membangunkanku. Akukun membuka mataku dan seketika mencium wajahnya.
"Kata Yanda hari ini kita ke sekolah Naya, ayam Mang Jaja sudah berkokok terus tapi Yanda nggak bangun juga," celoteh polos Nayaku.
Kami memang tinggal di perumahan warga, dan aku sering menandakan pagi yang mulai siang dengan banyaknya kokok ayam yang saling bersahutan dari rumah Mang Jaja tetanggaku.
"Ohh iyaa, kenapa Yanda kalah nih bangunnya dari Naya. Ampun ya Nak, jangan hukum Yanda!," dramaku sambil kududukkan tubuhku di atas ranjang.
"Nggak ... Yanda tetap harus Naya hukum!" celoteh Naya sambil terkekeh.
"Tolong jangan beri hukuman yang berat sama Yanda ya Nak," lirihku seraya kulipat kedua tanganku memohon pada putriku.
"Hukuman Yanda apa yaa? Hemm ... Yanda sekarang harus rebus air Naya mau mandi, sekarang juga!" perintah Naya sambil menutup mulutnya dengan kedua jemarinya dan menahan tertawa.
"Siap, akan Yanda lakukan tuan Putri." Seketika akupun ke dapur dan merebus air.
•
•
•
09:00 kamipun tiba kini di sekolah Naya. Lokasi sekolah yang berjarak 10 menit dari rumah tersebut aku ambil karena memang sekolah ini adalah sekolah bonafit dengan fasilitas dan sistem mengajar yang bagus menurutku. Sekolah berdasar nilai-nilau islam tapi juga mengedepankan bahasa inggris yang tentunya sesuai dengan usia siswanya dan berusaha diaktualkan dalam aktifitas keseharian di sekolah menjadi salah satu dasar pertimbanganku memilih sekolah tersebut.
Tak lain tujuannya mempersiapkan siswa menghadapi perkembangan dunia modern dalam segala bidang sejak dini. Sekolah yang pulang pukul 1 siang setelah makan siang dan sholat zuhur berjama'ah ini terletak di belakang pasar Sarijadi, pasar dengan arsitektur keren namun sayang terlihat agak sepi.
Kuparkirkan kini Brio-ku di sisi sebuah Jazz Silver beberapa meter dari gedung sekolah.
Nayaku terlihat antusias melihat sekolahnya. Bangunan yang terlihat modern dengan berbagai permainan anak tampak di muka-nya.
Dan Naya terus berlari kini semakin menjauh dariku tak sabar menuju sekolahnya kelak. Hingga tiba-tiba kakinya tersandung dan tubuhnya tak sengaja membentur tubuh anak laki-laki kecil seusianya.
*BUG* ...
"Ahh sakit ... kau sangat ceroboh! Apa kau tidak bisa berjalan dengan benar?"
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
🐢Naya bertemu siapa yaa?
🐢Happy reading❤❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments
☠ᵏᵋᶜᶟ༄༅⃟𝐐𝐌ɪ𝐌ɪ🧡ɪᴍᴏᴇᴛᴛ𝐀⃝🥀
ketemu sama Dirga ya thor
2021-11-01
0
@@@@3
dirga ya...
2021-09-08
0
Berdo'a saja
siapa yaaa
2021-04-02
1