Dan kini aku di muka rumah ibukku kembali setelah 5 tahun berlalu. Rumah berdesain rumah joglo modern dengan foyer terbuka menggunakan atap joglo menjadi ciri khas rumah kami diantara rumah lain yang sudah mengusung gaya minimalis modern.
Dan berbagai ingatan tentang masa lalu seketika buyar tatkala seorang wanita paruh baya berlari dari dalam rumah saat mengetahui kedatanganku. Tak menoleh padaku, ia segera menangkap tubuh kecil yang berdiri di sisiku kini.
"Kesayangan Uti, sudah tambah besar, tambah cantik pula," ujar ibu menggendong dan memaksa mencium Naya seraya berjalan masuk ke dalam rumah.
"Naya sudah besar Uti jangan di gendong. Yandaa ...." Dan Naya tampak berontak dan memanggil namaku, akupun mengangguk-anggukan kepala sebagi isyarat, gak apa-apa nak biarkan Nenekmu.
Ya, 2 tahun belakangan ini memang ibuku telah berubah. Karena nyatanya setelah hari pengusiranku 5 tahun silam aku mampu tetap berdiri bahkan kehadiran Naya membuat berdiriku lebih tegap dari sebelumnya.
Diusiaku masih 20 tahun kala itu, aku diusir dari rumah membawa bayi berusia 10 bulan dalam gendonganku. Isi dompetku hanya selembar uang merah yang langsung kupakai untuk membeli tiket dan susu Naya. Kartu kredit dan ATM ku di blokir ibuku.
Dan aku duduk di sudut kossanku di Bandung, kossan yang sesaat lagi harus kutinggalkan karna kossan ini termasuk kossan mahal yang dibayarkan ibuku. Dan setelah segalanya mana bisa aku tinggal di sini lagi, aku harus mencari kossan biasa dengan tarif seminim mungkin.
Kutatap kini Naya-ku, sang malaikat kecil yang sedang merangkak-rangkak menggapai mainannya, sesekali ia kearahku dan meraih kaki hingga ke bahuku ia sudah bisa berdiri dengan topangan tubuhku atau benda lain. Tapi untuk berjalan ia belum berani, ia memilih merangkak dengan cepat untuk menggapai sesuatu.
Naya, wajah lucu dan menggemaskan ini. Mana bisa aku mengantarkannya kembali ke tempat aku menemukannya. Entah mengapa ibu jadi sangat tidak manusiawi dan tak ada belas kasih pada malaikatku.
Aku yang masih terdaftar menjadi mahasiswa Akuntansi Perbankan di suatu kampus terkenal di kota Bandung akhirnya harus pontang-panting ke satu toko ke toko lainnya cari kerjaan di luar jam kuliahku untuk biaya hidupku dan Naya, juga biaya kuliah yang lumayan besar karena memang ibuk mendaftarkanku ke kampus yang memiliki nama.
"Heiii Bum, Bumii ...," Dan panggilan ibu menyadarkanku kini.
"Kenapa kamu bengong, Nak?" ujar ibu seraya menatapku lekat disana.
"Nggak ada apa-apa, Bu," ujarku.
Kami di ruang tamu saat ini, kutatap ibu yang dengan sabar menyuapi nasi opor ayam ke mulut kecil Naya-ku. Sesekali ibu membasuh mulut Naya yang berceceran bumbu seraya menatap penuh kasih cucunya yang sedang asik menonton acara kartun faforitenya di televisi tersebut.
"Kamu juga ambil makan sana, Nak! Kamu belum makan, kan? Nanti setelah makan kalian beristirahatlah. Perjalanan di kereta pasti membuat kalian letih."
"Baik, Bu," lirihku dan segera kulangkahkan kakiku ke dapur saat ini sambil mampir ke kamar mengganti celana panjangku dengan boxer santaiku.
•
•
"Ibu fikir kamu kesini bawa pacarmu, siapa itu namanya? Diyass. Eh ternyata kalian cuma berdua," Ibu berujar dengan tenang namun tampak jelas raut kecewanya.
"Kami sudah putus, Bu," ujarku.
"Bukankah hubungan kalian baru, bukan?" terlihat wajah kaget ibu saat ini.
"Gak usah di tanya lagi alasannya, Bu," lirihku malas membahasnya.
"Karena Naya??"
Dan akupun mengangguk.
"Bagaimana ya, Bum. Memang akan sulit kalau kamu mencari wanita yang bisa menerima Naya, terlebih dengan asal masa lalunya yang kita semua gak tau."
"Kenapa ibu bicara begitu," ujarku sambil tak melepas tatapan ibuku.
"Bukan apa-apa? Usiamu sudah cukup, karier sudah mapan. Sudah saatnya kamu berumah tangga, Nak," ucap ibu dengan nada pengharapan seraya memasukkan lagi suapan ke mulut Naya.
"Pasti bumi kelak menikah kok, Bu, tapi setelah Bumi ketemu wanita yang bisa menerima Naya," ujarku kembali.
"Lho kalau gak ketemu-ketemu?"
"Kok ibu jadi berdo'a buruk sama anaknya sih?" Dan kutatap wajah ibu kembali seraya melahap makanan di piringku kembali.
"Ya bukan begitu, Nak," tukas ibu.
"Bum, kalau boleh biar Naya tinggal sama Ibu. Ibu juga akan menyayangi Naya seperti kamu menyayanginya, bagaimana? Biar gak ada alasan wanita-wanita itu menolakmu lagi," ujar ibu lagi tampak keseriusan di wajahnya.
"Bumi capek bu mau istirahat. Ayo Nay! Sudah selesai kan makannya? Ayo tidur sama Yanda." Dan seketika kugandeng Naya beranjak dari ruang tamu.
🐣🐣🐣
🐢Monggo di tunggu episode selanjutnya ...
🐢Happy reading❤❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments
Febriyanti
ibu tega..padahal ibu sdh memiliki anak dimana hati nurani mu bu
2021-09-09
0
@@@@3
alhamdulillah ibunya bumi dah mau terima naya
2021-09-08
0
Uya Memang Surya
heeee...ko sedih ya
2021-06-16
1