Hari minggu tiba.
Aku berkemas kemas membereskan barang barang yang akan aku bawa pergi ke rumah ibuk.
Di perjalanan menuju rumah ibuk. Aku berhenti di toko buah untuk membelikan sedikit buah buah.
"Mas nanti mampir di toko buah sebentar ya. Mau beliin sedikit buah buahan buat ibuk."
"Iya. "
--------
Sesampai di rumah ibuk. Kami mengetok pintu dan terdengar ada yang membuka kunci dari dalam rumah.
"Assalammualaikun buk." Ucap Akbar sambil mencium tangan ibunya.
"Waalaikumsalam. Kalian sudah sampai. Mari masuk." Jawab ibuknya.
"Duduk sini sini bar Akbar."
"Iya buk."
"Kamu mau minum apa nak ?"
"Nanti aja buk."
Aku masuk dan meletakan buah buahan tadi di atas meja makan rumah ibuk. Setelah meletakannya aku berjalan mendekati ibuk dan suamiku di ruang tamu.
"Swalayannya gimana buk ? Ramai ?" Tanya ku.
"Yah begitulah. Kalau lagi tanggal muda aku suka kualahan. Kia buatkan suamimu kopi sana."
" Baik buk."
Berbincang bincanglah ibuk dan mas akbar membicarakan soal swalayan dan rencana ke depan untuk masa depan Nindi.
"Ini mas."
"Kia kamu ke swalayan ya. Jagain toko ibuk. Kontrol semua karyawannya. Soalnya dari tadi aku belum ke swalayan. "
"Iya buk."
"Kunci montornya, ibuk taruh di deket kulkas. ambil sendiri."
Setelah aku di perintah ibuk mertuaku untuk mengontrol swalayan, aku langsung pergi mengunakan montor milik ibuk. Di jalan aku hanya berbicara dalam hati.
"Sepertinya ada yang penting yang akan di bicarakan oleh ibuk ke mas akbar. Tapi kenapa aku tidak di ajak untuk bicara ya? Nanti sepulang dari rumah ibuk aku akan tanyakan ke mas Akbar ada apa. Sepetinya ada hal penting dan kenapa aku tidak boleh tau." Ucapku dari dalam hati menuju perjalanan di swalayan milik mertuaku.
Saat Akbar dengan ibuknya di rumah.
"Akbar. Setiap hari ibu selalu sendiri di rumah. Kamu sudah sibuk dengan istrimu. Kamu menenggok ibuk sebulan hanya dua kali saja. Ibuk di rumah sendirian dan merasa ke sepian. Sudah delapan tahun ibuk hidup sendirian di rumah. Mbak Surti hanya menemani ibuk sebentar, itupun kalau pekerjaannya sudah selesai dia pulang."
"Lantas apa yang ibuk inginkan saat ini."
"Ibuk ingin sekali menikah. Supaya ibuk mempunyai teman di hari tua nak."
"Ibuk bercanda ya."
"Enggak Akbar, ibuk serius. Ibuk ingin menikah nak."
"Buk, ibuk, ibuk itu sudah umur. Aku malu buk kalau ibuk menikah lagi. Apa kata orang orang nanti. Aku sudah berumah tangga. Sebentar lagi Nindi selesai kuliah. Apa ibuk gak malu? "
"Untuk apa ibuk malu. Ibuk tidak melakukan tindakan kriminal. Ibuk hanya sedih selalu sendirian di rumah."
"Sabar buk. Aku dan Kia juga berusaha untuk memberikan seorang cucu untuk ibuk."
"Apa kamu bilang ibuk harus bersabar. Sudah berapa lama ibuk bersabar menantikan cucu? Alasan utama ibuk ingin menikah, ya ini salah satunya. Kamu mempunyai istri yang tidak berguna, yang tidak bisa memberikan kamu keturunan!!"
"Ibuk ikstifar buk. Jangan seperti itu. Kia akan sakit hati kalau mendengar ibuk berkata seprti itu." Kata Akbar.
"Biarkan saja dia sakit hati biar dia tau sekalian apa yang di inginkan ibuk. Faktanya memang dia tidak bisa memberikan mu keturunan. Untuk apa kamu mempertahan kan rumah tanggamu! hhhheeemmmm... untuk apa ibuk tanya."
"Lantas apa yang harus aku lakukan buk. Aku dan Kia sudah berjuang mati matian untuk mendapatkan keturunan buk. Ibuk tau sendirikan bagaiman hasil tes lap semuannya dari dokter?"
"Ya ibuk tau. Tapi yang ibuk mau cuman satu, ceraikan istrimu!! " Kata ibuk dengan suara marah.
"Apa buk menceraikan Kia. "
"Iya. Ceraikan istrimu dan cari wanita lain yang bisa membuat mu bahagia dan memberikan kamu keturunan."
"Buk, aku memang menginginkan keturunan. tapi jangan dengan cara seperti ini buk. Bagaimana nanti dengan Kia buk."
"Terus mau sampai kapan kamu seperti ini terus? Sampi ibuk mati dulu!! Akbar, ibuk ini sudah lama menunggu. Ibuk ingin menikah kamu tidak setuju. Ibuk menginginkan cucu dari kamu saja, juga kamu engak bisa kasih. Apa kamu enggak kasihan sama ibuk? Kamu sudah tidak sayang kepada ibuk?"
"Ibuk jangan bilang seperti itu. Akbar sangat sayang kepada ibuk dan juga Nindi."
"Buktikan kalau kamu benar benar sayang ke pada ibuk. Kamu sudah tahu apa yang di inginkan ibuk. Ya, sekarang tinggal kamu, bisa membahagiakan ibuk atau tidak. Kalau kamu memilih istrimu. Silahkan! Tapi jangan harap kamu bisa ketemu ibuk lagi!"
"Buk , maafin Akbar belum bisa membahagiakan ibuk saat ini. Tapi jangan seperti ini buk." Ucap Akbar sambil memegang tanggan ibuknya.
"Lepasin akbar, kalau kamu benar benar menyanyangi ibuk tinggalkan istrimu."
Selesai perdebatan itu lalu ibuk masuk ke kamar. Malam harinya kami makan malam di meja makan. Namun, firasatku mengatakan ada yang aneh dengan mas Akbar dan ibuk. Biasanya saat makan bersama ibuk selalu bertanya ke mas akbar seputar pekerjaan dan lain lain. Tapi waktu itu mereka hanya diam saja.
"Buk, saya kupaskan buah ya untuk ibuk." Kataku membuka perbincangan di tengah makan malam yang hening itu.
"Gak, engak usah." Jawab ibuk.
"Saya ambilkan sayur lagi buk. Inikan sayur kesukaan ibuk."
"Kamu gak usah cari cari perhatian ya Kia. Berisik tahu. Jadi selera makan ku hilang gara gara kamu cerewet!" Ucap ibuk mertuanya sambil membanting sendok dan garpu di atas piring.
Setelah ibuk pergi dari tempat makan. Aku bertanya ke mas Akbar.
"Ibuk kenapa sih mas. Kok aku perhatikan kalian diam diam saja. Ada apa mas? "
"Udah biarin saja. Mungkin lagi banyak pikiran."
"Memang tadi pada bicarain apa mas? "
"Hhhhuuuuusssssssttttt.. Selesaikan makannya kita pulang." Dengan nada sedikit keras.
Selesai makan aku membersihkan meja makan dan mencuci piring yang telah di gunakan. Langsung aku berkemas barang - barangku untuk segera pulang.
"Kia udah belum?"
"Udah mas."
Sesaat aku berjalan menuju kamar ibuk dan mengetuk pintunya kamarnya. Tak lama ibuk keluar dari dalam kamar.
"Buk, aku pamit pulang dulu. Besok aku harus berangkat pagi sekali. Buk, Akbar akan pertimbangkan permintaan ibuk. Tetapi ibuk jangan marah ya buk." Ujarnya sambil mencium tanggan ibuknya.
Aku binggung dengan ucapan yang di lontarkan suamiku tadi saat berpamitan. Akan tetapi mas Akbar sama sekali tidak memberitahuku apa yang telah di minta ibuknya sampai sampai mereka bisa sama sama diam. Mas Akbar dan ibuk sama - sama mengerutkan kedua alisnya yang menandakan kekecewaan.
"Hhhhheeeeeeemmmmmmm! Hati - Hati."
"Saya pamit pulang ya buk."
Saat tanggan ku akan mencium tanggan ibuk tetapi ibuk langsung mengeret tanggannya seakan akan tidak memperbolehkan aku untuk mencium. Aku mengucapkan salam kepada ibuk, dan ibuk membalas salam kami.
Setelah berpamitan pulang aku dan suamiku pergi ke arah mobil kami. Aku membukakan pintu gerbang pagar rumah ibuk dan menutupnya kembali setelah mobil keluar dari halaman. Ibuk yang berada di depan pintu rumah saat mengantarkan kami keluar dari rumah memasang raut muka yang cemberut dan marah.
Aku bertanya lagi ke suamiku karena aku masih penasaran dengan sikap ibuk yang tiba tiba marah kepadaku.
"Sebenarnya ada apa sih mas kok ibuk seperi marah sekali."
"Ooowwwwwhh tidak ada apa apa. Engak usah di pikirin."
"Tapi mas."
"Biasakan, perbedaan pendapat."
"Tapi kenapa tadi aku di suruh pergi saat kalian sedang membicarakan sesuatu mas?Apa yang kalian bicarakan? Tentang aku kah mas?"
"Sayang, kamu diem dulu ya. Aku lagi nyetir nih. Ganggu konsentrasi ku saja!" Jawab Akbar.
Setelah mas Akbar sedikit membentak ku, aku hanya berdiam saat diperjalanan. Namun aku mempunyai firasat buruk. Entah apa yang akan terjadi dirumah tangga kecilku ini.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 224 Episodes
Comments
noty larasati
kejam amat itu mertua,emang ga ada jalan keluar yg lain
2022-03-22
0
Teh Ernaa
bagus ni ceritanya
2021-07-22
0
Heny Ekawati
biarin aj itu mertua lo niksh lagi dri oada ngerecoki rmh tangga anakx
2021-07-02
0