Wiratama memandangi puluhan pusara di depannya, pagi itu dia bersama pengawal dan warga yang di temukan selamat dari pembantaian perampok, menguburkan puluhan mayat-mayat warga kampung Jalaksana yang terbunuh.
Berkecamuk beberapa permasalahan di dalam pikirannya, kesedihan, kekhawatiran, dan tanda tanya besar yang meliputi di kepalanya. Kesedihan yang ia rasakan melihat pusara kedua mertuanya yang selama ini baik dan selalu menasehati tentang kebaikan kepadanya dan yang membuat hatinya tentram selama ini, walaupun jauh dari tempat kelahirannya sendiri.
Kesedihan Wiratamapun bertambah karena warga yang baru dikuburkan, banyak yang ia kenal dengan dekat. Kekhawatiran yang muncul di kepalanya karena sampai dengan saat ini Ia belum menemukan istri dan anaknya, entah mereka masih hidup atau sudah tewas.
Beberapa pertanyaan yang menghinggapinya sampai dengan saat ini, "kenapa kampungnya sampai bisa terjatuh hanya karena delapan perampok yang ia temukan?" padahal kemampuan kanuragan dari perampok-perampok tersebut tidaklah terlalu tinggi jika di bandingkan dengan penjaga-penjaga kampung yang ia tugaskan untuk menjaga selama dia pergi ke Luragung, "aku baru ingat, salah satu perampok itu sempat menyebutkan namaku dalam pengancaman untuk pembalasan", siapa junjungan yang mereka maksudkan?" Wiratama duduk di sebongkah tanah yang menonjol ke atas depan pusara-pusara yang masih baru, renungannya kembali ke masa lalu yang sudah terlewat.
Wiratama adalah seorang pria yang gagah dan perkasa, matanya seperti mata elang tajam dan menusuk siapapun yang memandang, tingginya lebih daripada ukuran satu tombak saat di berdirikan, tubuhnya tegap dan berotot, kedua rahangnya kokoh, hidungnya mancung, dan alisnya hitam mencorong, rambutnya panjang sebahu, ia ikat dengan kain selendang bercorak mega mendung yang ia peroleh dari selendang kesukaan istrinya.
Sepuluh tahun yang lalu ia masih menjadi salah satu Senopati di Mataram, tak pernah terkalahkan dalam pertempuran manapun, olah kanuragan dan olah batinnya tinggi. Jika dalam medan laga pasukan Mataram terdesak, ia akan menghadapi langsung Panglima musuh, dan selama ini, dengan kemampuannya, tak ada musuh yang tak terkalahkan.
Tetapi karena pencapaian yang dia raih dalam pertempuran, ia akhirnya tersingkir, karena intrik-intrik politik yang terjadi. Beberapa Panglima muda yang berada di Mataram merasa tersaingi karena mereka kalah pamor hanya dengan seorang Senopati. Iri dan dengki meliputi mereka. Karena kemampuan bicara mereka dan kemampuan tipu muslihat, akhirnya Senopati Wiratama tersingkir.
Wiratama muda meninggalkan semua yang dia raih saat itu. Dari nasehat gurunya Eyang Padasukma di lereng Merapi, ia di sarankan untuk berkelana ke Tatar Sunda. Hingga akhirnya Wiratama menjadi seorang Akuwu di Jalaksana. Ketentraman dan kedamaian lebih ia utamakan daripada pangkat dan kedudukan.
Tapi saat ini ketentraman dan kedamaian itu sirna. kehilangan orang-orang yang ia cintai dan sayangi, dengan tekad yang bulat Wiratama akan kembali berkelana untuk mencari Istri dan anaknya.
Pembangunan kampung dan kedudukan Akuwu ia serahkan kepada Brodin, sekaligus untuk melaporkan peristiwa yang terjadi di Jalaksana ke Adipati Luragung. Karena peristliwa-peristiwa pahit yang dialaminya, mulai sekarang ia bertekad akan membuang jauh-jauh segala yang berhubungan dengan kepangkatan ataupun kedudukan sekecil apapun. Ia hanya ingin kehidupan yang normal, menjadi seorang petani ataupun tabib, asalkan bersama orang-orang yang dia cintai.
Keesokan harinya tanpa pamit kepada Brodin dan yang lain, ia mulai berkelana untuk mencari istri dan anaknya Wirayudha.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 191 Episodes
Comments
Thomas Andreas
ternyata pelarian dr mataram
2022-08-07
0
rajes salam lubis
kerennnn
2022-03-15
1
Lhink Callem
mantap.
2021-05-06
3