Flashback 2
Rania POV
Hari ini adalah hari kelulusan, ibu senang sekali karena aku lulus dengan nilai yang bagus, senyumnya menyimpan begitu banyak harapan untuk masa depanku.
Setelah pulang dari sekolah untuk acara perpisahan dengan teman-teman, aku menemani ibu ke toko buku membeli barang- barang untuk masuk ke SMP nanti.
"Nia, ibu bangga banget kamu lulus dengan nilai terbaik sayang."
Kami berjalan memasuki toko perlengkapan sekolah.
"Semua karena doa ibu ".
Ku pegang tangan ibuku dan menuntunnya menuju rak peralatan menulis.
Sebenarnya bisa beli barang untuk sekolah beberapa hari lagi, tapi ibu bersikeras beli hari ini takut uang saguh hati dari sekolah nanti habis di pakai keperluan lain.
Aku bersyukur meski hidup pas-pasan tapi selalu ada saat aku butuh untuk kebutuhan sekolah. Setelah urusan selesai kuajak ibu untuk ke warung beli makanan,tadi tidak sempat masak pagi karena ada acara di sekolah.
*****
Sudah 2minggu sejak hari kelulusan itu aku selalu di rumah saat pagi, siangnya langsung ke rumah bu Tika untuk bekerja. Kondisi ibu juga kadang sangat menghawatirkan, sakit kepalanya sering kambuh bahkan lebih sering dari bulan lalu, tapi ibu selalu menolak saat aku ajak ke dokter spesialis. Katanya sebentar lagi juga sakitnya berkurang.
"Assalamualaikum bu.." .
Aku masuk rumah dan langsung ke kamar ibu, ku lihat bubur yang ada di meja cuma di makan sedikit, ibu terbaring tidur dengan muka pucat, kupegang dahinya untuk memeriksa suhu badan ibu.
"Ibu bangun bu, sudah sore. Sini Nia bantu lap badan ibu".
Ibu membuka mata dan menatapku sambil tersenyum kelat seolah menahan sakit yang teramat sangat tapi di sembunyikan di balik senyum itu.
"Nia anak ibu yang kuat, ibu sayang Nia, ingat itu".
Kuraih tangan ibu dan ku cium lama, entah kenapa hatiku seperti ingin terus bersamanya.
Ku lihat butiran-butiran bening itu turun membasahi bantal, ku usap air mata ibu kesayanganku. Hatiku perih melihat air mata itu.
Mataku beralih ke arah kakinya, kulit putihnya menambah lagi warna pucat kaki itu, Kuambil selimut yang jatuh di samping badan ibu, Ku tutup kaki ibu dengan selimut itu, kututup surgaku dari rasa dinginnya udara.
Air mataku jatuh juga akhirnya, segera ku seka dan aku mengangkat wajah agar air bening ini tidak dilihat ibu, beliau menatapku lekat seakan tidak ada puasnya. Tatapan kami bertemu, aku tersenyum lalu kucium pipi putihnya.
Ya Allah kenapa uji kami seberat ini, rasanya aku tak sanggup melihat ibu kesayanganku terbaring dalam kesakitan seperti ini. Susah payah ku tahan air mataku agar tidak jatuh di depan ibu. Aku tidak mau ibu semakin sedih saat melihat aku menangis.
"Ibu jangan nangis, nanti Nia sedih." ku peluk ibu dengan rasa yang tidak bisa ku gambarkan, sedih, takut, sayang, tapi rasa takut lebih menguasai hatiku.
"Terima kasih selalu jadi anak ibu yang baik, Nia selalu mematuhi dan menjaga ibu, ibu sangat bersyukur memiliki anak seperti kamu sayang, kepala ibu sering sakit sekarang, ibu nangis bukan sedih tapi ibu bahagia dan bangga punya anak luar biasa seperti Nia, Nia harus jadi anak yang kuat dan selalu bersyukur dengan apa yang Nia miliki".
Nafas ibu tiba-tiba berat.
Kulihat ibu meringis sambil memegangi kepalanya, aku bangun ke arah meja dan mengambil kaleng tempat ibu biasa menyimpan obatnya, kubuka kaleng itu.
Kosong.
Ku buka laci meja juga kosong.
Apa mungkin obat ibu habis.
Pasti obat ibu sudah habis lama.
Kenapa ibu tidak bilang.
Selalu bilang masih ada.
Aku sudah pucat dan menghampiri ibu yang masih meringis kesakitan.
"Kita ke rumah sakit ya bu, Nia panggil Pak RT dulu minta tolong bawa ibu pergi rumah sakit". aku berlari keluar tanpa menunggu jawaban darinya. Kebetulan rumah pak RT jarak 3 rumah dari rumahku.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam. Rania, ada apa?". Bu Sani selaku istri pak RT yang keluar menemui ku didepan pintu.
" Ibu saya sakit, mau saya bawa ke rumah sakit bu, saya mau minta bantuan pak RT."
Ku lihat pak RT baru keluar dari ruang tengah.
"Ayo Nia, biar pak RT siapkan mobil dulu, kita ke rumahmu sekarang,"
Ucap bu RT sambil menarik tanganku pelan.
Kami berjalan seolah berlomba jalan cepat setengah berlari.
Aku masuk ke dalam rumah dengan gugup langsung menuju ke kamar ibu, ku lihat ibu terbaring lemah, matanya tertutup rapat. Bu Sani memegang pundak ku. Ku goncang tubuh ibu yang kaku.
"Ibu, kita berangkat sekarang ya, Nia sudah panggil pak RT. Ada Bu Sani juga". ibu masih diam. kugoncang lagi tubuh ibu lebih keras mungkin ibu ketiduran. Ku tepuk-tepuk pipi ibu pelan.
"Bentar Nia, biar ibu lihat" .
Bu Sani berjalan ke arah tempat tidur, aku bergeser memberi jalan.
Ku lihat bu Sani memeriksa tangan ibu, lalu tangannya pindah ke leher bagian samping.
"Innalillahiwainnailaihiroojiuun. Ibu kamu sudah meninggal Nia, yang sabar ya nak ," aku jatuh terduduk di lantai .
Lemah ku rasa orot-otot di tubuhku. Jantungku seperti di cabut paksa dari tempatnya. Tidak! ini tidak mungkin! aku langsung bangun, ku gerakkan badan ibuku yang kaku. Ku goncang dengan keras. Tapi ibu masih kaku. Aku menangis makin kencang . Ibuku meninggalkanku sendiri secepat ini. Jangan Bu. Jangan tinggalkan Nia.
"Bangun bu, jangan tinggalin Nia, ibu janji mau temani Nia masuk ke sekolah baru di hari pertama nanti, penuhi janji ibu". Aku meraung sambil ku peluk erat jasad kaku ibu. Kurasakan pelukan dari belakang badanku. Badanku bergetar karena rasa sakit ini seakan menyelimuti seluruh organ tubuhku.
"Sudah nak sabar, kamu harus kuat, doakan ibumu ".
ku dengar suara bu Tika sambil terisak.
"Nia dengan siapa, Nia gimana ibu, Nia tidak punya siapa-siapa lagi, Nia mau ikut ibu, kenapa begitu cepat, kenapa ibu tidak bilang Nia dulu". aku masih menangis, hancur hatiku seperti di ***** halus saat ini, haruskah aku hidup sendiri di usia semuda ini, kemana aku harus bergantung.
"Maafkan Nia ibu, Nia tidak bisa bawa ibu ke rumah sakit".
Bu Tika mencoba menenangkanku, dibawanya tubuhku ke pelukannya, aku meraung di sana mencari perlindungan.
"Kamu harus ikhlas nak, setelah ini ikut ibu pulang ya, kamu tidak boleh sendiri di rumah ini".
Proses pengurusan jenazah ibu berjalan dengan cepat tidak ada saudara dekat maupun jauh yang di tunggu, kami hanya hidup berdua saja selama ini. Setelah pemakaman ibu selesai, aku di ajak Bu Tika pulang untuk tinggal di rumahnya sementara. Ku bawa apa yang perlu, buku dan alat tulis yang aku beli 2 minggu lalu juga beberapa baju dan tas lusuh ku.
Setiap hari aku pergi ke makam ibu, di sana ku curahkan semua kerinduan juga kesepian ku,
Sendiri.
Tiada saudara.
Sebatangkara.
Ku remas secarik surat yang aku temukan di bawah bantal ibu sebelum aku pindah ke rumah Bu Tika. Berisi tentang permintaan maaf ibu padaku, sedikit cerita tentang ayahku dan kebahagiaan ibu karena kelahiran ku. Akhirnya airmata jatuh tidak bisa kutahan lagi.
Ibu, istirahatlah di sana dengan damai, Nia akan selalu doakan ibu, Nia akan kuat demi ibu, Nia akan berusaha jadi seperti yang ibu mau, maafkan Nia jika selama ini selalu menyusahkan ibu, tidak bisa membawa ibu berobat ke tempat yang bagus. Sampai ibu harus terus menahan sakit.
****
Sudah sebulan aku tinggal bersama keluarga bu Tika, aku belum daftar di sekolah baru karena bu Tika bilang akan ada saudaranya datang dari kota Semarang dan aku akan tinggal di sana bersama beliau, sekolahku juga akan pindah di sana pastinya. Aku berharap dia adalah orang baik yang akan sayang dan membantuku nanti.
Siang itu aku berjalan ke rumah lamaku, mengambil barang-barang ku yang masih bagus untuk bisa aku pakai nanti, ku ambil dokumen-dokumen penting seperti akta kelahiran ku juga kartu keluarga, ada buku nikah ibu juga. Tapi aku tidak mau membuka dan melihatnya, tidak mau melihat fotonya. Aku tidak Sudi. Dia jahat karena meninggalkan ibu sendirian, dia tidak tahu betapa aku dan ibu menderita selama ini, Dia tidak bertanggung jawab telah membiarkan istri dan anaknya hidup terlunta-lunta di jalanan.
Ku lihat kartu keluarga itu. di sana ada nama ayahku, yang dari kecil belum pernah aku lihat bagaimana rupa wajahnya.
Ku tatap rumahku untuk terakhir kalinya, sedih hati ini ini mengenang nasibku.
Tapi ku gagah kan kaki dengan harapan besar. Ini awal dari masa depan ku. Dan aku harus jadi Rania yang kuat seperti keinginan ibuku.
Ibu, Nia rindu. Nia tidak mau jauh dari ibu, tapi apakan daya ibu, Nia harus pergi, ada orang baik akan ambil Nia dan Nia akan masuk panti asuhan Bu .
Tak terasa air mataku jatuh berlinang deras di kedua pipiku. Ku tinggalkan rumah yang sudah aku kunci .
Kenangan dalam rumah ini akan selalu hidup dalam ingatan dan hatiku .
flashback off
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
like..like..
asisten dadakan hadir..😘
mampir juga yuk..
semangat kak💪
2021-01-29
1
Fahrizal
I like...
2021-01-27
1
Bagus Effendik
ayo semangat
2021-01-26
1