Setelah beberapa jam dari pengaruh obat, Vanya akhirnya siuman dari tidurnya, masalah ngerjap pelan kelopak matanya dan menyesuaikan cahaya lampu di ruang inapnya, Vanya menatap sekeliling, tak ada lagi orang tua Putra disana bahkan orang tuanya sendiri mungkin belum tau jika Vanya terbaring di rumah sakit, begitulah pemikiran Vanya. Di samping brankar hanya ada tangan kekar yang sejak tadi menautkan jemari lentiknya dengan posisi tidur terduduk di kursi, sedangkan kepalanya bertumpu pada sisi brankar yang di tempati Vanya. "Miris" kata yang keluar dari bibir merah muda alami Vanya.
"Aku harus pulang, ayah dan ibu pasti mencariku sejak tadi siang" gumam Vanya lirih.
Dengan kondisi yang masih lemah, dan selang infus yang dilepas paksa oleh Vanya, Vanya turun dengan hati - hati tanpa peduli Putra yang masih terlelap di alam mimpi dan darah yang mengucur dari jarum infus yang Vanya lepas paksa.
"Ahhh , brugh" Vanya terjatuh di lantai karena kondisinya masih lemah.
Putra yang melihat brankar tak terdapat kekasihnya berbaring disana, bergegas berdiri dan ingin keluar ruang inap Vanya, namun sebelum sampai pada handel pintu, netra Putra melihat tubuh Vanya yang terbaring di lantai dengan darah yang mengusur akibat jarum infus yang dilepas paksa oleh Vanya.
Dengan sigap, Putra menggendong Vanya dan membaringkannya di brankar tadi. Putra menekan tombol pemanggil dokter agar dokter segera ke ruangan Vanya.
Putra masih terdiam kaku, betapa sakitnya dia melihat pemandangan yang membuat luka di hatinya semakin membesar.
"Vanya, jagan pernah lagi berbuat seperti ini padaku, aku tak tega melihat ku begini, begitu sangat sakit setiap ku melihat mu" ucap Putra dengan dialiri air mata.
"Memang, aku bodoh dan juga naif bahkan aku tak berani untuk menatap manik mata indah mu, karena kebodohanku"
"Jika ada kesempatan untuk ku memperbaiki kesalahan, aku pasti akan belajar untuk tidak lagi menyakiti mu Vanya, bahkan jika kamu mau aku menukar nyawaku untukmu, akan aku lakukan"
"Entah dari kapan perasaan cinta ini mulai tumbuh, aku bahkan tak mengerti dengan hatiku sendiri, saat melihat ku sakit aku juga merasakannya, saat kamu menangis aku juga ikut menangis, saat kamu membenciku, waktuku seakan hampa, bahkan warna pelangi yang indah tak mampu lagi mewarnai kegelapan hatiku, jika disisiku tanpa adanya kehadiranmu, Vanya aku mohon berikan aku kesempatan kedua sekali lagi, kita mulai semua ini, jujur sikapmu yang ceria, polos, dan tulus saat bersamaku membuatku nyaman" air mata Putra mulai mengalir dengan derasnya.
Mata Vanya memang terpejam, namun pendengarannya masih bisa mendengar semua ucapan Putra, Vanya menangis masih dengan menutup manik indahnya.
"Pu-put-tra" suara Vanya terbata memanggil nama kekasihnya.
"Putra terkesiap, tumben Vanya memanggil namanya dengan nama Putra, bukan Uut seperti biasanya" dalam hatinya mencelos kecewa, tapi sebisa mungkin kekecewaannya di tutup dengan senyum bahagia.
"Bagaimana keadaan mu sayang, apakah ada yang sakit"
"A-aku b-baik s-saja" Vanya menjawab dengan terbata dan tersenyum kaku.
"Aku minta maaf sayang, aku bersalah padamu, aku mohon jangan tinggalkan aku, aku janji tak akan mengecewakan mu lagi"
Vanya menatap manik milik Putra tak ada sebuah kebohongan disana, hanya sebuah kejujuran dan ketulusan yang di ucapkan untuknya.
Meskipun Vanya kecewa, namun tak di pungkiri, hatinya sudah terlanjur sayang pada seseorang yang berada di depannya kini.
Cklek
Pintu ruangan Vanya di buka, nampak terlihat perawat mendorong meja yang berisi makanan untuk Vanya.
"Nona, makanannya nanti di habiskan ya, dan setelah makan jangan lupa minum obat, agar cepat pulih" ucap perawat itu dengan sopan dan lembut.
"Iya suster terimakasih" suara Vanya lemah
Putra mendekati makanan yang disiapkan perawat tadi, dia membuka penutup makanan tersebut lalu menyodorkan makanan tadi di depan Vanya.
"Aku suapin ya, tangan kamu kan di infus sayang, buka mulutmu, a a a a......."
Vanya yang disuapin hanya menurut namun juga tersipu malu, nampak wajah putihnya merah merona.
"Sayang, kamu sakit ya, pipi kamu merah" ucap Putra menggoda Vanya.
"Eh, enggak kok" Vanya mulai tak nyaman di goda Putra seperti itu.
Disaat keduanya menikmati acara makan malam dengan Putra yang menyuapi Vanya, pintu ruangan terbuka nampaklah kedua orang tua mereka sedang memperhatikan keduanya, namun Vanya maupun Putra terlalu menikmati dunia mereka sendiri hingga sebuah deheman menyadarkan mereka. Vanya dan Putra tersenyum kikuk, dan Putra menggaruk tengkuknya yang tidak gatal karena salah tingkah ketahuan nyuapin gadis pujaannya dengan telaten dan lembut.
"Aduh, hareudang, padahal AC sudah menyala kan ya" goda ibu Putra pada kedua sejoli.
"Iya nih bu, tadi saja nangis-nangis, yang satu marah-marah, lah sekarang main romantis-romantisan, jadi ingat masa muda" timpal ayah Putra.
"Masalah anak muda memang begitu kan, kadang akur, kadang berantem, kadang salah paham dan kadang juga ada kata rindu" Ibu dan ayah Vanya juga ikut menggoda Putra dan Vanya.
Yang digoda hanya tersenyum kikuk.
"Calon menantu ku jika tersenyum sangat manis ya yah, ah tak sabar jika menunggu mereka kerja" ucap ibu berbinar ceria.
"Ibu" Putra mulai malu dengan ucapn sang ibu.
***
Terimakasih dukungan like, vote, rate dan komentar yang membangunnya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
♡ⱭℕǤℰⱠ♡ᵛᵅ Hiatus🖤
aku lanjut baca ya thor
salam hangat dari rainvel
2020-10-26
1