PUTRA POV
Dengan jalan gontai dan lesu aku berjalan keluar dari ruangan Vanya, perasaan sakit yang teramat bersarang di dadaku, bahkan mungkin apa yang dirasakan Vanya tadi aku bisa merasakannya.
"Maafkan aku Vanya" gumamku lirih, air mataku mengalir dengan sendirinya, saat melihat Vanya kesakitan.
Kini, aku harus memberitahu keadaan Vanya pada ayah dan ibunya, pasti mereka khawatir dengan kondisi Vanya, jika Rara dan Ruly sudah pulang dan memberi tahu keadaan Vanya tadi di sekolah.
Aku mengemudikan mobil menuju ke arah rumah Vanya, tak henti-hentinya aku merutuki kebodohan ku yang membuat orang yang aku cintai menderita seperti itu, bahkan sakit yang sangat-sangat. Aku tak punya keberanian untuk bertemu kedua orangtua nya, apa yang aku jelaskan nanti pasti membuat mereka murka, padahal mereka mempercayakan putrinya padaku, tetapi aku laki-laki yang harus mampu bertanggung jawab dengan apa yang aku lakukan, aku tak boleh mundur ataupun mengeluh, karena ini semua salahku sendiri.
Mobil yang ku kendarai akhirnya sampai di depan pekarangan rumah Vanya, rumah sederhana yang ditumbuhi beberapa bunga dan pohon sebagai perindang. Aku keluar dari mobil dengan langkah lesu tanpa semangat, ku ketuk pintu rumah Vanya yang akhir-akhir ini selalu membuatku merasa nyaman tiap berada disini, namun sekarang keadaannya tak sebaik kemarin, karena kesalahan ku yang fatal pada anak gadis paruh baya yang kini sedang aku kunjungi rumahnya.
Tok... Tok... Tok, ku ketuk pintu itu sambil berucap salam.
Assalamualaikum
"Wa'alaikumsalam" sahut suara ibu-ibu dari dalam sana.
Pintu terbuka, nampaklah wajah ibu Vanya, beliau tersenyum padaku, kemudian melihat sekeliling mencari sesuatu.
"Loh, nak Putra sudah pulang ya, Vanya nya mana nak" wanita paru baya itu celingukan mencari Putrinya.
"Maaf tante, aku disini mau menjemput om dan tante, Vanya berada di rumah sakit, karena tadi tiba-tiba pingsan di sekolah dan mengeluh sakit di dada dan juga kepala" ujarku dengan raut wajah sedih karena bersalah.
"Apa yang terjadi pada putriku" suara ibu Vanya mulai meninggi, sesaat kemudian.
Brug
Suara tubuh yang ambruk, ya, wanita paruh baya di depanku pingsan.
Aku yang panik langsung mengangkat tubuh beliau dan membaringkan pelan di sofa ruang tamu.
Ayah Vanya keluar dari dalam, mungkin mendengar suara benda terjatuh di depan rumah, beliau melihatku sedang jongkok menyadarkan istrinya yang sedang pingsan.
"Tante kenapa nak" tanya ayah Vanya padaku.
"Tante pingsan setelah ku beri tahu jika Vanya berada di rumah sakit" jawabku sedih.
"Apa yang terjadi pada Vanya" pertanyaan yang sama yang diucapkan pada ibu Vanya tadi.
"Vanya pingsan di sekolah, dia mengeluh sakit di kepala dan juga memegang dadanya Om" jawabku jujur.
"Vanya gak pernah punya riwayat iya sakit aneh-aneh sebelumnya, apa ada masalah di sekolah, hingga Vanya seperti itu" tanya ayah Vanya mulai menginterogasi ku.
"Ada om, sedikit masalah antara aku dan juga Vanya" jawabku lirih.
"Oh, masalah anak muda" ucap ayah Vanya yang terlihat tenang bahkan tak memarahiku sama sekali.
"Apa om tidak marah pada ku" ucapku ragu.
"Kenapa mesti marah, aku pun pernah muda, pernah bandel juga waktu masih muda, jadi masalah anak muda aku sudah paham" jawab ayah Vanya santai.
Ampun, ini ayahnya Vanya gak ada khawatir atau cemas gitu tahu kabar jika anaknya masuk rumah sakit karena aku, batinku perih.
"Ambilkan air putih dan minyak angin di meja dekat ruang makan nak" titah ayah Vanya padaku.
"Iya Om"
Aku berjalan menuju ruang makan dan mencari air minum dan minyak angin yang ayah Vanya minta.
"Ini om" ku sodorkan segelas air putih dan minyak angin pada ayahnya Vanya.
"Terimakasih nak" ayah Vanya menegak air putih itu hingga habis lalu berucap Alhamdulillah.
Aku menyerngit bingung, yang pingsan saja belum sadar tapi kok mengucap hamdalah. Sebelum aku protes, ayah Vanya mengusapkan sedikit minyak angin ke hidung istrinya, mungkin biar sang istri cepat sadar, gumamku dalam hati
Dan benar saja, tak butuh waktu lama, sang istri siuman serta memegang kepalanya.
"Tenang bu, kepala ibu tidak copot kok, gak usah dipegang terus" lakar ayah pada istrinya.
"Astaga ayah, kepala ibu pusing yah bukan takut copot" kesal ibu Vanya pada suaminya.
"Nah sekarang, ayo kerumah sakit jenguk Vanya, pasti disana Vanya takut gak ada ayah dan ibu yang menyemangati untuk sembuh" ajak ayah pada ibu.
"Ayo yah, ibu juga mau melihat Vanya" jawab ibu agak panik.
"Om, tante, mari aku antar ke rumah sakit" ajak ku pada orang tua Vanya.
"Maaf ya nak, ayah dan ibu Vanya merepotkan mu, pasti Vanya di sana juga merepotkanmu ya?" tanya ibu Vanya padaku.
"Tidak kok tante, Vanya tidak merepotkan ku, dia seperti pelangi untukku" ucapku dengan rona malu.
"Bu, putra seperti ayah waktu muda ya, suka nge-gombal buat ngrayu wanitanya" ayah memainkan alisnya naik turun menggoda istrinya.
"Ih, ayah, malu dilihat nak putra" ujar ibu tersipu malu.
"Ya ampun, aku jadi obat nyamuk disini" gumamku lirih.
"Vanya, orang tua mu apakah seperti ini setiap harinya, gak bisa diajak serius, bahkan berulang kali aku di buat melongo dengan lawakan ayahmu" gumam Putra lagi.
Sesampainya di rumah sakit, aku membawa orangtua Vanya menuju ruang rawat Vanya dan disana masih ada orangtua ku yan menjaga Vanya sejak tadi waktu Vanya siuaman.
Aku membuka pintu ruang inap Vanya dengam hati-hati.
Ceklek
Pintu ruangan terbuka lebar, terlihat lah sosok ayah dan ibu ku yang sedang sibuk dengan handpone masing-masing, dan tak melihat pangeran tampannya datang beserta ayah dan ibu Vanya.
"Assalamualaikum" sapaku pada ayah dan ibuku.
"Wa'alaikumsalam" jawab mereka serempak.
"Astaga, yah, anak kita bawa calon besan" celetuk ibuku pada ayah dan ibu Vanya.
"Bu" jawabku agak malu.
"Yah, kita gak salah kan, jika benar Vanya calon menantu kita" lagi-lagi ibuku berbicara tidak jelas.
"Maya" ucap ibu Putra heboh.
"Kamu, ibunya Putra" ucap ibu Vanya tak kalah terkejut.
"Kalian sudah saling kenal ya" ucapku bingung.
"Ibu dan tante maya adalah sahabat sejak kecil bisa dibilang seperti saudara, kemana-mana selalu berdua, bahkan kita selalu mandi, tidur, dan makan bersama" ucap ibuku berbinar dengan mengingat masa lalu mereka.
"Gimana usaha kamu dikota?" tanya tante Maya pada ibuku.
"Alhamdulillah lancar, kan kita mempunyai cita-cita yang sama, ingin menjadi perancang busana yang handal dan terkenal didalam maupun luar negeri.
Ibu Vanya tampak tersenyum, namun entah kenapa senyumnya menyiratkan sesuatu yang sedih dan kecewa.
PUTRA POV END
***
Terimakasih ya dukungan kalian
maaf masih amatiran, tetap Rate, Vote, Like, Favorit dan komentar yang membangun ya
TERIMAKASIH
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Susi Ana
jempol hadir, mampir yuk
2020-10-26
1
♡ⱭℕǤℰⱠ♡ᵛᵅ Hiatus🖤
semangat kk
2020-10-25
1