Putra mengambil ponselnya, menelpon pengawal yang berada di rumah besarnya.
Tutt.. Tutt.. Tutt
"Hallo pak" ucap Putra.
"Iya, aden" jawab pengawal
"Kirim saya mobil sekarang, bawa ke sekolahan, tukar dengan motor yang saya bawa" ucap Putra pada pengawal.
"Baik aden"
"Sudah, aku sudah memberi tahu pengawal, beberapa menit lagi sampai di sekolah" ucapnya santai.
"Anak sultan mah bebas" celetuk Rara.
"Bener kamu Ra" Ruly ikut menyetujui pendapat Rara.
Vanya hanya bisa pasrah dengan keadaan, tak mampu lagi mau berdebat apalagi keadaannya sudah sakit.
"Aggghh, sssssshhh, kepalaku" keluh Vanya yang memegang kepalanya.
"Vanya, kamu kenapa lagi, jangan bikin tambah panik" ucap Rara dengan menangis.
"Vanya, gak lucu kamu kayak gini, jangan nakutin kita" Ruly tak kalah panik.
"Ini semua karena aku, aku yang bodoh sudah bikin kamu sakit yank" gumam Putra dalam hati.
"Kapan mobil mu sampai disini Put, hah" bentak Beni karena panik.
"Sebentar lagi" ucap Putra singkat.
Drttt Drttt, Hp Putra mulai bergetar di dalam saku bajunya.
"Hallo den, saya sudah sampai di gerbang sekolah" ucap pengawal dari seberang sana.
"Ok, tunggu pak"
Tuttt telpon dimatikan langsung oleh Putra.
"Aku bawa Vanya langsung ke rumah sakit, kalian minta ijin guru piket" ucap Putra agak memerintah.
Rara dan Ruly mengangguk, sedangkan Beni agak tidak terima.
"Ra, tolong ambilkan barang-barang Vanya dikelas, bawa ke mobilku di depan" perintah Putra.
Tanpa basa basi Rara bergegas ke kelas mengambil tas Vanya serta buku pelajaran Vanya. Sedangkan Ruly bertugas ijin guru piket. Setelah semua siap, Putra mengangkat tubuh Vanya yang sudah tampak pucat, badannya dingin se dingin es batu.
Setelah sampai di dalam mobil.
"Van, bertahanlah, kita akan ke rumah sakit" ucap Putra panik.
Vanya yang setengah sadar hanya bisa meringis kesakitan, tangan kanannya memegang dada sedangkan tangan kirinya mencengkeram rambutnya, rasa sakit yang menjalar begitu kuat membuat Vanya tak mampu lagi bertahan , Vanya kembali pingsan dalam keadaan kepalanya di peluk Putra.
Maaf
Maaf
Maaf
Sayang, aku minta maaf
Berulang kali Putra mohon maaf pada Vanya, tapi Vanya tak kunjung sadarkan diri.
RUMAH SAKIT SEJAHTERA
"Dokter, suster tolong" teriak Putra panik.
"Tidurkan dia di brankar" titah suster.
Putra menurunkan tubuh Vanya yang lemah dengan hati-hati.
"Tolong Vanya suster, dia kesakitan dari tadi" panik Putra.
Susterpun membawa Vanya ke ruang IGD.
"Maaf, anda tunggu di sini" ucap suster tadi.
Setelah beberapa menit ,dokter pun keluar dari ruang IGD. Putra yang dilanda rasa bersalah menemui dokter dengan langkah gontai.
"Bagaimana keadaan Vanya dok?" tanya Putra khawatir.
"Teman anda mengalami syok, hingga sistem imunitasnya menurun, sebaiknya jangan dibebani banyak masalah, hal itu sangat mengganggu kesehatannya" ucap dokter pada Putra.
"Baik dok, terimakasih" ucap Putra tulus.
"Bolehkah aku menemui nya dok" tanya Putra ragu.
"Iya, silahkan"
Putra masuk ke ruangan IGD, Vanya masih belum juga siuman, tampak tangan Vanya yang diberi infus. Putra makin merasa bersalah pada Vanya, karena kebodohan dirinya yang tidak berfikir dua kali sebelum menerima taruhan Daniel kemarin.
Putra menitipkan air mata, memegang jemari Vanya yang dingin ban pucat.
"Van, maafin aku yang bodoh ini, karena aku, kamu harus syok seperti ini, mungkin kata maaf saja tak akan cukup untuk memaafkan kesalahan terbesar ku ini, menjadikanmu bahan taruhan ku, aku tak bermaksud membuat mu terluka" Putra menghirup nafas dalam kemudian melanjutkan perkataannya.
"Jujur, awalnya memang karena taruhan aku mendekatimu, cuma kamu yang tidak pernah tertarik dengan duniaku padahal semua siswi sekolah mengidolakan aku, namun ketika aku mengetahui bahwa kamu sahabat kecilku dulu, perasaan itu tumbuh menjadi sebuah cinta, sungguh aku mencintaimu Van, aku tidak main-main saat mengutarakan perasaan ku di malam itu, aku sungguh-sungguh ingin menjadi kanmu ratu di dalam hatiku, bangun yank, maafkan aku" ucap putra panjang lebar.
Tubuh Vanya memang lemah, ingin membuka mata rasanya tak mampu, hanya suara pengakuan Putra yang sedari tadi di dengar, Vanya hanya mampu meneteskan air mata, pertanda dia mendengarkan pengakuan kekasihnya.
"Sayang, ku mohon buka mata kamu, ku mohon" suara Putra terdengar serak.
"Aku harus menghubungi ayah dan ibu dulu, iya ayah dan ibu pasti punya solusi" Putra bermonolog sendiri.
Tuuttt Tuuuuttt Tutttt
"Hallo ibu, ibu bisa ke rumah sakit sejahtera sekarang, Vanya sakit bu, aku aku bingung" ucap Putra dengan suara paraunya.
"Sakit apa, iya ayah dan ibu akan kesana, kamu jangan panik" ucap ibu Putra di seberang sana.
"Iya bu, aku tutup teleponnya ya"
Panggilan pun akhirnya berakhir, Putra memandang wajah Vanya yang belum juga siuman.
"Sayang, jangan buat aku khawatir, bangun sayang, aku janji akan berubah, aku gak akan ngulangi kesalahan ini lagi" ucap Putra lesu.
Putra masih menunggu Vanya dalam diam, dari luar, pintu mulai terbuka.
Cklek
Nampaklah dua orang paru baya yang Putra kenal, Putra mulai mendekati kedua orangtuanya, dia memeluk ibunya dan menangis seperti anak kecil kehilangan mainannya.
"Kenapa bisa begini, ayah dan ibu Vanya sudah kamu kasih tahu belum" tanya ibu pada Putra.
"Ini semua salah Putra bu, jika Putra tidak bodoh, Vanya tidak akan begini" ucap Putra lemah.
"Kamu apain anak gadis orang, jangan bilang kalau Vanya hamil" suara ibu mulai meninggi.
"Enggak bu, Vanya gak hamil, ini kesalahan Putra, Putra jadiin Vanya bahan taruhan sama Daniel" suara Putra lirih.
"Apa? Anak gadis orang sepolos dan sesopan Vanya kamu jadiin bahan taruhan, apa ibumu mengajarkanmu begitu hah" bentak ibu Putra.
"Sini kamu, anak bandel" ibu menjewer telinga anaknya.
"Sakit bu, ampun" keluh Putra.
"Sakit mana sama perasaan Vanya, hah" bentak ibu pada Putra.
"Yah, tolongin Putra" mohon Putra pada ayahnya.
"Kamu kan laki-laki, bertanggung jawab lah dengan apa yang kamu lakukan" jawab ayah tenang.
"Ayah, ibu" suara Vanya terdengar pelan tapi Putra dan orangtua Putra mendengar suara lemah Vanya.
"Sa-sayang, kamu sudah sadar" binar wajah bahagia tercipta di wajah tampan Putra.
"Jangan dekati aku, hu hu hu" Vanya mulai terisak.
Maaf
Maaf
"Maafkan aku sayang" air mata penyesalan mengalir diwajah Putra.
"Pergi, ahhhhhhhhhh, sakit" rintih Vanya.
Ibu Putra mendekati Vanya, menenangkannya dengan lembut, sedangkan Putra keluar ruangan panik mencari dokter.
Setelah dokter datang, Vanya diberikan obat penenang, agar rasa sakitnya sedikit berkurang, kemudian Vanya kenbali tertidur.
"Gimana kondisi Vanya dok" tanya ibu Putra.
"Vanya mengalani syok berat, jadi hindari berpikir terlalu berlebihan, itu bisa mengganggu mentalnya"
Ibu menatap geram pada anaknya, karena ulah anaknya hingga calon menantunya jadi begini.
"Terimakasih dok, penjelasannya" jawab ibu Putra.
"Sekarang kamu jemput orangtua Vanya, bertanggung jawab lah sebagai seorang yang bersalah" titah ibu pada anaknya.
****
Jangan lupa Rate bintang 5, Vote, Like, Favorit, dan komentar yang membangun
Terimakasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
♡ⱭℕǤℰⱠ♡ᵛᵅ Hiatus🖤
haloo kk
maaf angel baru sempet mampir
sibuk bgt
like tertinggal sudah yaa kk
semangat always
salam -RAINVEL-
2020-10-25
1