Mentari menyinari dunia dan aku pun sudah siap untuk berangkat sekolah, dengan dibekali niat, usaha serta mengingat tujuan ku untuk merubah kehidupan yang lebih baik, aku siap untuk berangkat sekolah.
"Bu! Pak! Vanya berangkat sekolah dulu ya!'' seruku kepada kedua orang tuaku saat mau berangkat sekolah.
Tak lupa aku mencium punggung tangan kedua orangtua ku tercinta dan juga cium pipi kanan dan kiri.
"Hati-hati, Nak di jalan, jangan lupa berdoa sebelum berangkat sekolah," kata ibuku mengingatkan.
"Siap, Bu!" seruku sambil berjalan meninggalkan halaman rumah.
Aku berjalan kaki sampai pertigaan jalan besar, biasanya ditemani duo R. Ruly dan Rara sahabat serta teman sekampung yang hanya disekat kebon pisang sepetak.
"Woy Vanya! Tungguin kita napa, itu jalan apa naik jet sih cepet amat sampe pertigaan, dipanggil juga ga nengok," cerocos Ruly yang berperawakan tinggi, kulit putih, rambut panjang dikepang dua, dia tomboy, dan disukai banyak lawan jenis.
"Bodoh kok ya dipelihara sih Rul, kalau dipanggil mah ngejawab bukan nengok," sambung Rara gak mau kalah.
"Dih asem amat omonganmu Ra," sahut Ruly ketus.
"Heh kalian kalau cuma mau berantem bikin ring tinju sonoh, berisik banget tau gak," keluhku.
"Pagi-pagi sudah polusi suara saja," imbuhku.
"Lah, kalau udah bikin ring tinju kita tonjok-tonjokan gitu, ogah banget," kata Ruly.
"Iya nih Vanya mah ngehalunya kelewatan tol nih, masa iya muka kita udah cakep dan kece kayak bidadari ngungsep ke semak gini disuruh tonjok-tonjokan," kata Rara ikut menimpali celotehan Ruly.
"Lah, siapa juga yang nyuruh kalian adu tonjokan, aku bilang kan bikin ring tinju biar nanti ada yang nyewa arena doang. Kalian jualan tiket dan cangcimen, lumayan 'kan, suara kalian itu berisik kayak tukang ember keliling," sambungku menggoda dua sahabat sengklekku itu.
"Lagian kalian pagi-pagi sudah konser metal bikin telinga sakit saja," keluhku. Perdebatan kami pun usai setelah terdengar teriakan Pak asisten sopir bis yang mau mendekat ke arah kami.
"Kota-kota!" seru kernet bis yang lewat depan kami.
Dengan sang sopir yang memperlambat lajunya kendaraan roda empatnya dan sang asisten yang masih setia menunggu antrian anak sekolah yang ingin naik bis dan segera pergi ke sekolah masing-masing.
Begitupun dengan kami yang rela berjubel untuk bisa masuk ke dalam bis yang ada di depan mata kami.
Namanya juga angkutan umum yang ngangkut banyak orang.
Mungkin hari ini adalah hari ter apes bagi aku dan duo R. Ya, kami berdesakan sama ibu-ibu yang bawa ayam dan juga karung besar yang berisi ketela pohon, yang baru dipetik dari ladang.
Bisa dibayangkan bukan jika kami berdiri di dekat ibu-ibu tersebut, bisa-bisa sampai sekolah rok sekolah kami akan belepotan tanah basah, serta bau ayam yang mampu membius seluruh warga kelas nanti.
"Van, lama-lama aku pingsan ditempat ini kalau tidak cepet sampai sekolah," keluh Rara yang memang berdiri di belakang keranjang ayam.
Otomatis Rara yang paling terluka karena liat e** ayam dan mencium aroma khas ayam.
"Sabar Rara sayang, dikit lagi sampai kok," sahutku mengomentari keluhan Rara sambil cekikikan.
"Bener kata Vanya Ra, bentar lagi nyampe ko, kalau tidak kejebak lampu merah," sambung Ruly ikut menggoda Rara.
"Pak! Pasar besar!" seru ibu-ibu yang membawa ayam dan karung ketela tadi.
Kernet bis pun juga menginterupsikan pada pak sopir dengan membuat bunyi khasnya sang kernet-membenturkan koin ke pintu kaca hingga menimbulkan bunyi.
"Kiri....Kiri....Kiri," suara kernet bis kemudian. Laju kendaraan roda empat ini seketika mulai melambat, setelah sampai di tempat tujuan ibu-ibu tadi.
Dengan memberikan sejumlah uang ibu-ibu itu akhirnya turun juga.
"Akhirnya!" seru Rara yang hampir dari tadi menahan napas karena bau ayam.
"Yah, padahal bentar lagi si Rara pasti akan jadi ratu ayam tuh, parfum bunga melati yang dipakai Rara jadi parfum ayam. Sayangnya gagal," celetuk Ruly spontan.
"Diem kenapa sih Rul! Tidak pernah suka lihat aku senang atau bagaimana sih kamu tuh! Suka banget jika aku terluka," tutur Rara dengan nada dilebihkan-lebihkan.
"Kalian ini!" Aku menjeda ucapanku.
"Kalau tidak berantem kenapa sih! Apa gatal mulut kalian itu," tambahku pada duo R.
"Kenapa kita sih," keluh duo R.
"Disini yang paling berisik kan kalian berdua, udah besok kesekolah bawa kotak," saranku pada duo R.
"Kotak, buat apa?" Rara pun menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Buat jualan cangcimen biar berisik kalian berfaedah," kataku lagi.
"Bisa aja nih keranjang baju," kata Rara sambil menoyor kepalaku.
***
Di sekolah. Kami bertiga berjalan di lorong sekolah masih dengan kondisi yang belum ramai dengan murid-murid yang kebanyakan akan datang hampir mendekati bunyi bel, maklum saja, kami naik angkutan umum sedangkan sebangian besar dari siswa siswi yang bersekolah di sini mengendarai mobil pribadi, ada juga motor pribadi.
Sampai kelas biasanya lima menit sebelum bel pelajaran dimulai, akan ada orasi dari salah satu murid yang paling malas mengerjakan tugas sekolah, siapa lagi kalau bukan Beni. Sahabat juga teman berantem kita yang jadi sasaran empuk jika kita lagi bad mood .
Jika Rara dan Ruly berantem bersama cowoknya, maka Beni lah yang kena imbasnya. Seperti kemarin, duo R malakin Beni, mereka berdua minta di jajanin, kadang muka pas-pasan Beni juga dibejek-bejek, di marahin tidak jelas. Kasihan sih, tapi lebih kasihan aku, kena semprot duo R kalau tidak akur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
👑
boom like mendarat...
udah q masukin daftar favorit juga loh😁
ditunggu feedback nya
2020-12-28
1
Caramelatte
jangan kasi kendor thorr
semangat terosss
2020-11-30
1
Radin Zakiyah Musbich
seru thor... 🌮🌮🌮
ijin promo donk,
jgn lupa mampir di novel dg judul "AMBIVALENSI LOVE"
kisah cinta beda agama 🌮🌮🌮
ditunggu like and comment nya ya 🙏😊
2020-10-25
2