AUTHOR POV
Bel tanda istirahat pun berdering, menandakan alarm akan kebebasan para siswa siswi di sekolah. Kebebasan bagi para pemalas, namun tidak bagi yang tekun belajar.
Di sisi lain, setiap istirahat kebanyakan dari siswi sekolah Sinar Pagi akan berkumpul di lapangan basket, hanya untuk melihat sang idola sekolah bermain basket dan mengeluarkan keringat.
Bagi para fans, itu adalah hal wajar, bersorak sorai dan menggemakan nama sang idola sekolah dengan lantang dan saling bersahutan.
"Putra, ampun dia keren banget sih, cuman lihat dia berkeringat kayak begitu saja, aku hampir meleleh."
"Sama! Aku juga ngefans banget sama Putra, paket komplit dia, beruntung banget yang bisa mendapatkannya."
"Putra, I LOVE YOU."
Teriakan-teriakan histeris siswi yang berkumpul di lapangan.
Saat yang bersamaan Vanya dan duo R pun berjalan di koridor, mereka berbeda dengan siswi lainnya yang tidak suka dengan cara lebay teman-temannya mengagumi Putra. Fokus Vanya hanya pada beasiswa untuk meringankan biaya sekolah.
"Ke perpustakaan yuk," ajak Rara.
"Boleh juga tuh, kayaknya materi yang tadi agak sulit, gimana kita cari referensi lainnya saja, biar mudah kita mencerna materi tadi," sahutku antusias pada duo R.
"Ok, ayuk cuss plend."
Sesampainya di pintu masuk perpustakaan, Vanya dikejutkan oleh tepukan pundak seseorang.
Saat Vanya berbalik ternyata Pak Guru Dito yang mengagetkan Vanya.
"Eh! Bapak! Ada apa?"
"Begini Vanya, bulan depan sekolah kita akan ikut partisipasi olimpiade matematika, berhubung kamu adalah salah satu anak yang berprestasi di sekolah ini, maka kami sepakat akan mengirim kamu dan juga Putra untuk mewakili sekolah kita."
"Duh, kenapa harus dengan Putra Pak? Tidak ada kandidat lainnya ya Pak?"
"Hanya saja kandidat lainnya sudah bapak kirim ke perwakilan olimpiade lainnya, Nak. Tidak apa-apa 'kan, Nak, nanti bimbingan olimpiade sepulang sekolah saja bersama guru mata pelajaran terkait," ucap pak guru Dito menjelaskan.
"Bagaimana ya Pak? Vanya bi..."
"Begini Vanya, jika kamu bisa lolos olimpiade ini, maka sekolah akan memberikanmu beasiswa tambahan bahkan sampai kamu lulus sekolah ini, bagaimana? Masih bingung!" tawar pak Dito.
"Wah! Beneran Pak! Saya mau Pak!" jawabku reflek dengan mata berbinar semangat.
"Ok! Nanti sepulang sekolah kumpul di perpustakaan lagi ya Van".
"Siap, Pak!" jawab Vanya dan tak lupa dengan gaya hormat upacara.
AUTHOR POV END
Setelah kepergian pak guru Dito, aku dan duo R langsung jingkrak-jingkrak kesenangan bagaikan menang undian lotre, sampai-sampai penjaga perpustakaan dan pembaca yang ada didalam perpustakaan merasa terganggu karena kegiatan kami yang mengundang kebisingan.
"Maaf ya semua! Maaf jika berisik," seruku pada pengunjung perpustakaan dan penjaga perpustakaan.
"Sssssssttttttt berisik, bisa diam tidak sih kalian itu," ujar salah satu siswi yang merasa terganggu.
Aku mengatupkan tangan dan sambil bilang maaf tanpa suara, agar tidak mengganggu pengunjung yang sibuk dengan kegiatan membacanya.
Akhirnya aku dan duo R hanya meminjam buku soal-soal matematika saja, dan keluar dari perpustakaan, karena nanti pasti duo R bakalan berisik kayak pasar malam jika menyangkut tentang idola siswi di sekolah, dan benar saja belum juga ada beberapa meter dari perpustakaan Rara dan Ruly sudah histeris kayak kerasukan pedagang sayur.
"Van, aku gak mimpi kan, coba kamu cubit aku biar aku bangun Van!" seru Rara mulai mendrama, mirip pemain sinertron azab.
"Sumpah Van, aku juga gak nyangka kamu bakal duet sama Putra, secara kan dia ganteng banget, pasti kamu bakal betah lama-lama deket sama dia," seru Ruly tak kalah histeris.
"Kalian itu cuma ngehalu, mana ada duet, dikira kita lagi kontes paduan suara apa," keluhke sebal.
"Ah! gini ya Van, yang penting kamu lolos saja di olimpiade ini, pasti lah kami dan orangtua mu akan mendoakanmu selalu," ucap Ruly sok bijak.
"Tumben Rul, waras, abis makan apa tadi waktu sarapan pagi," canda Rara.
"Abis makan ati mantan, rasanya tuh lompat ke masa lalu," sahut Ruly.
"Apaan sih gak jelas!" seruku dengan nada bingung.
"Rasanya tuh tak enak," jawab Ruly menjelaskan.
"Dih, ada-ada aja sih," sahutku.
"Makanya Van, jangan polos-polos banget, jomblo aja di pertahanin, gimana tahu rasanya punya mantan, pacar aja otewe kamunya yang gak mau," kelakar Rara.
"Lah, kayak kamu punya mantan saja, pacar aja satu kek layangan gitu, putus dikejar nyambung lagi, putus nyambung lagi, gitu saja terus sampai nenek-nenek pakai rok tutu," seruku tak kalah sewot.
Setelah perdebatan ringan kami yang absurd dan unfaedah, kami melanjutkan membaca buku di taman baca seperti biasa, maklum saja, kami bertiga masih memikirkan nilai dan juga prestasi, karena jika prestasi kami naik, otomatis kami bisa mendapat beasiswa lagi, seperti sebelum-sebelumnya. Sekolah kami memiliki sistem bagi siswa siswi yang berprestasi ataupun siswi kurang mampu. Siswa siswi dengan peringkat paralel satu sampai tiga akan memdapat bebas SPP selama lima bulan.
Siswa dengan peringakat satu dalam satu kelas akan mendapat keringanan SPP dua bulan, sedangkan yang mendapat peringkat dua dan tiga diberi keringanan SPP satu bulan. Karena itu kami bertiga selalu membaca buku pelajaran, agar kami masuk dalam peringkat paralel antar kelas. Sehingga kami mampu meringankan sedikit beban sekolah orangtua kami.
"Vanya! Makan dulu yuk dikantin," ajak Rara dengan nada memaksa.
"Bukannya kamu tadi sudah makan ya, bekal makan siangmu juga sudah kami makan tadi," ujar Ruly sambil menggeleng kepala melihat kelakuan Rara.
"Aku juga heran sama Rara, makannya banyak, nambah terus, tapi tubuh gak bisa gemuk sama sekali, itu tubuh apa tempat parkir sih," lakarku menggoda Rara.
"Bilang saja kalian iri sama aku," sahut Rara menyombongkan diri.
"Hah! Aku iri! Kan aku gak gendut, kenapa juga harus iri," ucapku santai.
"Sama-sama berbadan triplek dilarang menghina, apalagi mengejek," ucap Rara ketus.
"Stttttt Rara lagi PMS," godaku yang di hadiahi tatapan mata tajam oleh Rara.
Saat kami mau melangkah menuju kantin, bel pelajaran pun berbunyi. Tanda kami harus masuk ke kelas.
"Belnya ngeselin, berbunyi dengan situasi dan kondisi yang sama sekali tidak tepat," gerutu Rara sambil berjalan melewati kelas demi kelas, hingga sampai pada kelas kami.
"Sabar Ra, setelah pulang kita ke kantin, makan yang banyak," ucap Ruly menenangkan Rara dengan kata-kata makanan.
"Beneran ya!" pinta Rara pada Ruly.
Ruly hanya mengangguk mengiyakan.
Selang beberapa menit guru pun datang ke kelas kami, sambil membawa tumpukan buku ulangan kemarin. Dari yang ku tangkap, semua teman-temanku mengeluh karena soalnya terlalu sulit. Padahal bagiku soalnya tidak sulit sama sekali, yang sulit adalah jawabannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
semangat up
2020-12-06
1
Caramelatte
semangat thor!
Salam dari "Belong to Esme"
2020-11-30
1
Manhattan Queen
Putraaaa, we love you 😍😍
2020-11-28
1