Hilman melirik putranya saat membuka pintu mobil. "Rafa, kamu bawa motor aja supaya bisa antar Vallen ke rumahnya."
"Iya, Yah."
Rafa tersenyum palsu, tapi tetap berlari ke garasi untuk mengambil motor. Beberapa lama kemudian ia sampai di depan Vallen yang sudah menunggunya.
"Nyusahin, padahal gue lagi males bawa motor, " kata Rafa pelan sembari menyodorkan helm.
"Oh, kepaksa nganter gue?"
"Iya."
Vallen diam, walau begitu ia masih mau naik ke motor.
"Rafa berangkat duluan. Assalamualaikum," pamitnya pada yang lain. Cowok itu kemudian melajukan motor dengan kecepatan sedang.
***
Vallen menyangkutkan helm di spion motor Rafa tanpa berkata apapun. Ia lalu merapikan rambut dengan sela-sela jarinya.
Cowok yang masih duduk di motornya sendiri itu kini menatap Vallen dengan heran. Tak biasanya Vallen sediam itu. "Tumben."
Sekilas, Vallen menatapnya, sebelum akhirnya terlihat tidak peduli lagi.
"Lo marah?" tanya Rafa.
Vallen bungkam.
Mencoba mengajaknya bicara, Rafa pun menyentuh bahu Vallen dnegan telunjuknya, tapi dengan segera gadis itu menggerakkan pundaknya agar tangan Rafa menyingkir.
"Val lo marah?"
Wajah Vallen yang tadinya masam beringsut menampakkan wajah ramahnya saat Ayah, Tante Nisa, dan Om Tito datang.
"Ayo," ajak Hilman.
Mereka kemudian mulai berjalan ke area pemakaman. Dan saat ini, Rafa sedang membangun kembali benteng kekuatannya. Langkahnya ia tetapkan. Rasa gundah dan lemas yang sudah mengalahkannya tadi malam tak boleh bertandang lagi. Sekarang, Rafa harus menang melawan kesedihan, lelaki itu percaya bundanya akan bahagia jika ia pun bahagia.
***
"Turun, Val."
Vallen turun sambil mengedarkan pandangan, lalu ia menatap Rafa dengan jengah. "Kenapa gak turunin gue dari awal aja?" tanya Vallen muak karena tahu ini bukan berhenti di rumahnya bahkan area komplek rumahnya pun bukan.
"Apaan sih."
"Lo males kan bawa gue? Gue jadi beban lo kan?" Vallen mengembalikan helm Rafa dan berjalan menjauh.
Rafa yang kebingungan segera menyusul Vallen menggunakan motor.
"Lo pikir gue tega nurunin lo tengah jalan?! Kita mampir beli kalung dulu, Val!" ucap Rafa agak keras.
Langkah Vallen terhenti. Ia cukup malu dengan kelakuannya tadi, tapi hari ini emosinya memang sedang tidak dapat dikontrol, mungkin karena lagi halangan juga. Ditambah Rafa yang memang menyebalkan, coba ia bilang dari awal, kan Vallen tidak akan kesal duluan. "Kalung buat apa?"
"Gantungin cincin." Rafa memarkirkan motornya di depan ruko yang bukan toko emas, lagian sih ada acara mengejar Vallen segala, ribet lagi kalau putar balik, lebih baik mereka berjalan sedikit saja.
Vallen mengekori Rafa berjalan. Sesampainya di toko, Rafa menyarankan agar kalung perak saja. Gadis itu pun langsung memilih kalung yang terlihat cantik di matanya.
"Makasih," ucap Vallen pada mbak-mbak di sana saat menerima barang yang sudah dibungkus tersebut.
Selanjutnya Vallen dan Rafa tidak lagi bicara, bahkan sampai motor kembali dilajukan. Setelah sampai di gerbang komplek, barulah Rafa bertanya ke mana arah rumah gadis itu, dan untungnya Vallen jawab.
Beberapa lama kemudian, motor Rafa pun berhenti di rumah bertingkat warna krem.
Vallen turun dan segera membuka gerbang tanpa mengucapkan apapun pada Rafa.
"Val!" panggil Rafa yang duduk menyamping di motor dengan tangan kanan bertumpu pada stangnya.
Vallen berbalik.
"Lo ngambek gara-gara gue bilang keberatan nganter lo?"
"Ya lo pikir aja sendiri," jawab Vallen ketus.
"Dih, jadi kebo baperan amat."
"Ga lucu."
"Gue gak ngelawak. Salam buat orangtua lo, gue balik sekarang."
Vallen tidak menjawab, hanya menutup gerbang, lalu masuk ke dalam rumahnya.
***
Satu mobil sampai di depan rumah Rafa, kemudian dari sana muncul anak-anak seumur Rafa yang beralih masuk ke rumahnya sembari mengucap salam. Namun, ada dua orang yang tetap di depan, mereka adalah Chela dan Nasya--sahabat Vallen yang masih berusaha menelepon gadis tersebut.
Tut ... Tut ...
Halo?
"Val, lo di mana?" tanya Chela.
Ruang tamu.
"Oh, udah di dalem?" Dua gadis yang masih di ambang pintu itu lantas melihat ke area dalam rumah.
Hah? Ruang tamu rumah gue maksudnya. Lo pada udah sampe di rumah Rafa?
"Udah nih, malah yang belom sampe tinggal gengnya Rafa plus elo."
Gak tau nih si Devan lama. (Tin!) Oh itu, gue otw sekarang!
Tut ...
Sambungan telepon pun dimatikan.
Chela mengangguk pada Nasya, isyarat bahwa mereka masuk sekarang saja.
***
Vallen yang mendengar klakson mobil lantas menjauhkan dirinya yang semula menyender pada bahu Aya.
"Mah, Vallen berangkat sekarang yah." Cewek itu memakai lagi tas selendangnya, lalu beranjak ke luar rumah ditemani mamahnya sampai pintu utama.
Saat menginjak keset bertuliskan 'welcome', Vallen berhenti sejenak. Menatap mobil Devan dengan rasa tak enak. Hari ini ia harus menyelesaikan urusannya dengan cowok itu, karena Vallen sudah tak boleh melanjutkan ini semua.
Kaca mobil turun. Tiga orang cowok di dalamnya mengangguk pada Aya sambil tersenyum. "Tante!"
Aya membalasnya dengan senyuman pula.
Vallen menyalami mamahnya, kemudian berjalan ke mobil Devan. Pandangannya mendapati bahwa yang kosong adalah bangku depan. Wajar sih mereka memberi tempat itu untuk Vallen.
Seusai Vallen memakai seatbelt. Devan tersenyum sambil sekilas melihat padanya. "Udah berapa hari ya Val kita gak ketemu?"
Vallen balik tersenyum, hanya untuk menyeimbangkan reaksi Devan. "Sepuluh hari mungkin ...."
"Kangen gue sama lo, Val."
Setelah mendengar itu, senyum Vallen perlahan memudar, dirinya menatap ke sebelah kiri, sengaja membuang pandangan dari Devan yang meliriknya padahal sedang menyetir.
🍐 Bersambung ....
...✨ Jangan lupa vommentnya gaisss ☺️...
...Makasih ✨...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments
susan menik2
maap thor ini rafa agama apa ya kok ambil alkitab tpi ngucap salam..
maafkan Q yg gk fokus thor
2021-05-05
0