Vallen berhenti memikirkan hal tersebut sewaktu sampai di depan kamar. Ia lalu meneguk ludahnya saat mengintip kamar Rafa yang sedikit terbuka. Haruskah dia masuk? Pertanyaan bodoh yang bahkan Vallen jawab sendiri dengan kata 'iyalah'.
"Sorry gue masuk."
Rafa masih meresponnya dengan keheningan, sama seperti sebelumnya.
Cowok itu tengah duduk di kursi depan meja belajar, matanya menatap lurus ke depan, menyaksikan rintik hujan di luar sana.
"Rafa gue tau ini berat, sabar ya. Gue tau lo bisa ngadepin semuanya ...."
Vallen pikir manusia ini akan diam lagi, tapi ternyata Rafa menoleh dan menatap gadis itu yang sedang berdiri di sebelah kanannya.
"Hm."
Rafa bangkit dari duduknya, membuat Vallen cukup terlonjak karena takut laki-laki ini berbuat sesuatu yang belum ingin Vallen lakukan. Napasnya tercekat kala Rafa berada di dekatnya, padahal nyatanya hanya sekadar lewat karena ia hendak ke kamar mandi. Bukan apa-apa, tapi masalahnya ini di kamar, dan kejadian apapun bisa saja terjadi, sekalipun tak ada salahnya karena Vallen dan Rafa sudah sah.
Tak lama, Rafa keluar dari wc, kemudian mengambil sesuatu dari lemarinya. "Maghrib," katanya singkat, lalu menggelar sajadah dan mulai beribadah.
Vallen menatap Rafa dengan perasaan yang ... entahlah sulit ia jelaskan juga.
***
Vallen membalikkan halaman novel yang kebetulan nganggur di meja belajar Rafa. Ia lalu memutar kursinya menghadap ranjang saat merasa dirinya mulai mengantuk.
Rafa yang sedang bermain ponsel menyadari dirinya sedang ditatap. "Kenapa?"
"Ada kamar tamu di sini?" tanya Vallen.
"Ada, dipake om sama tante sementara."
Gadis itu merengut. "Terus gue tidur di mana dong?"
"Ya di sinilah. Kalo lo tidur di ruang tamu juga, ujung-ujungnya pasti disuruh pindah ke sini," jelas Rafa.
Vallen menunjuk tempat tidur. "Sa-satu ranjang gitu sama lo?"
"Ya lo pikir? Kecuali lo mau tidur di lantai sih, terserah."
"Rese!"
Dengan langkah ragu, Vallen menuju ranjang itu, kemudian naik. Rafa menyimpan guling di pertengahan ranjang tanpa berkata sepatah katapun. Berusaha mengabaikan apa yang terjadi, Vallen membalikkan badannya untuk memunggungi Rafa, kemudian mulai memasuki alam mimpinya.
Beberapa jam setelahnya, pintu kamar Rafa terbuka, nyatanya itu Aya. "Loh Rafa belum tidur?"
"Belum Tante eh Mamah ...," jawab Rafa kikuk.
"Tidur ya, Sayang. Kamu butuh istirahat. Oh ya, Mamah sama papah pamit ya, kami titip Vallen."
Rafa mengangguk. "Iya, Mah."
Setelah mengucapkan salam, Aya menutup pintu. Namun, Rafa tidak menuruti perkataan mertuanya untuk tidur, ia masih saja bermain game online.
"Gak denger mamah bilang apa?" tanya orang yang membuat Rafa kaget sendiri.
"Lo gak tidur daritadi?"
"Tidur, cuma kebangun gara-gara game lo berisik! Pake earphone napa," omel Vallen yang membalikkan badannya menghadap langit kamar sambil menaikkan selimutnya sampai sebahu. "Matiin lampunya, pusing gue gak dimatiin." Tangan Vallen ia gunakan untuk menghalangi matanya dari sinar lampu.
"Banyak omong banget sih lo."
"Udah malem, Rafa."
Rafa berdecak, kemudian mematikan ponselnya beserta lampu kamar, tapi ia tetap menyalakan lampu tidurnya.
"Nah gini kan adem," ujar Vallen yang merasa lebih tenang.
Hening beberapa saat, hingga Vallen membuka suara lagi. "Disuruh tidur masih aja ngelamun."
Rafa melirik ke kanan, di tengah sinar temaram ini, tentu ia masih bisa menangkap keberadaan Vallen di netranya. "Sumpah lo berisik banget, diem aja gak bisa apa?" protes Rafa.
Vallen yang telentang hanya melihat Rafa dari ujung matanya, ia menggeleng. "Gak bisa."
"Fa! Gue bingung sama posisi gue sekarang, gue harus bertindak gimana ngadepin lo yang lagi kayak gini?" tanya gadis itu gemas karena benar-benar tidak tahu harus apa.
"Diem."
"Ish! Lo mah, gue nanya saran malah jawab gitu. Maksud gue tuh, lo lagi butuh didengerin, atau butuh gue rangkul, atau ..."
"Gue butuh lo diem."
Gadis yang berniat baik itu segera memutar bola matanya. Sebuah kepercumaan ternyata Vallen terang-terangan pada Rafa. Harusnya dia tidur saja daritadi daripada kedongkolannya harus bertambah karena ini.
Hening. Rafa tak lagi mendengar celotehan Vallen. Dan benar saja saat ia melirik Vallen, gadis itu sudah terlelap.
Malam pun semakin larut, kasur yang ditiduri Vallen rasanya terus bergerak, membuat gadis itu tidak nyenyak tidur dan sudah pasti Rafa lebih tidak nyaman dalam tidurnya. Vallen mengerti hati Rafa sedang gundah. Ada sebuah celah besar kesedihan yang ada di relung hatinya.
Kemudian, samar-samar terdengar sebuah isakan, Vallen tahu benar itu dari Rafa, tapi cewek itu membiarkannya. Takut jika ia bangun ... malah mengganggu Rafa yang sedang menumpahkan kesedihan. Gadis itu ingin memberi ruang sendiri untuk Rafa, ia hanya berharap besok Rafa bisa merasa lebih baik.
🍐 Bersambung ....
...✨ Jangan lupa vommentnya gaisss ☺️...
...Makasih ✨...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments
Anonymous
😥
2021-09-03
1
Miranda
love
2021-08-08
0
susan menik2
kenapa gk nunggu nikah aja sih thor satu kamar nya
2021-05-05
0