Luciana menghembuskan napasnya lega sambil membasuh tangannya dan juga wajahnya di depan cermin toilet hotel. Ia benar-benar sangat lega sekarang karena berhasil kabur dari suasana canggung yang terjadi antara dirinya, Rein, Joey, dan istri-istri mereka. Sejak tadi ia tidak berani membuka sedikitpun suara untuk menimpali ucapan mereka. Ia hanya diam sambil meremas-remas tangannya gelisah karena ia ingin segera pergi dari kerumunan orang-orang yang terasa mengintimidasinya itu. Untung saja Aleyna datang disaat yang tepat untuk memintanya mengambil puding di meja di bagian utara, sehingga ia segera memanfaatkan kesempatan itu untuk pergi menjauh dari pasangan keluarga Lee yang seolah-olah tidak pernah menganggapnya ada diantara mereka. Hanya Rein yang terus mengajaknya berbicara, sedangkan istrinya dan rekannya seperti sedang mengulitinya hidup-hidup dengan tatapan mereka yang tajam. Ditambah lagi Joey juga melakukan hal yang sama padanya. Pria itu sejak tadi terus menatapnya dengan tatapan yang... entahlah. Jenis tatapan yang diberikan Joey sangat sulit untuk ditafsirkan. Pria itu seolah-olah terlihat marah, benci, kasihan, dan menuntut penjelasan disaat yang bersamaan padanya.
“Ya Tuhan, kenapa sial sekali hari ini. Seharusya aku dan Aleyna tidak perlu datang jika pada akhirnya aku hanya akan mendapatkan tatapan mencemooh dari wanita-wanita sosialita itu.” ucap Luciana bermonolog dengan cermin. Wanita itu lantas segera menyelesaikan kegiatannya bercermin dan merapikan kembali penampilannya. Ia sepertinya akan segera mengajak Aleyna pulang setelah ini karena ia sudah tidak tahan berada di dalam ruangan yang sama bersama Rein. Pria itu sejak tadi terlalu gegabah dengan terus mendekatinya dan mengajaknya mengobrol masalah Aleyna, padahal jelas-jelas mereka sedang diintai oleh puluhan kamera para paparazzi dan sepasang iris tajam Yeon Ju yang tak terima jika suaminya berdekatan dengan mantan istrinya.
Setelah memastikan penampilannya rapi, Luciana segera berjalan keluar dari toilet hotel yang sunyi itu. Namun baru beberapa langkah ia berjalan meninggalkan toilet itu, seseorang tiba-tiba mendorongnya masuk ke dalam toilet dan mengunci pintu toilet itu rapat-rapat hingga membuat Luciana panik seketika. Namun ketika ia
tahu siapa yang sudah membuat masalah dengannya beberapa saat yang lalu, Luciana segera berkacak pinggang sambil menatap pria itu horor.
“Ada apa denganmu? Menyingkirlah dari sana, aku harus pulang bersama Aleyna.” ucap Luciana gusar. Namun pria itu menatap wajah Luciana datar sambil menyilangkan kedua tangannya dengan gaya angkuh.
“Bukankah ini sebuah kebetulan yang tidak terduga. Kita bertemu lagi nona Im.”
“Ck, kenapa kau bergaya ponggah seperti itu Joey ssi? Bisakah kau menyingkir dari jalanku sekarang juga? Aku harus mencari Aleyna dan pulang. Kami sudah terlalu lama berada di sini, dan aku masih memiliki banyak pekerjaan di rumah.” ucap Luciana kesal. Ia lantas mendorong tubuh Joey ke kanan dengan kasar dan mencoba untuk meraih gagang pintu yang di tahan oleh tubuh Joey. Namun usahanya itu gagal begitu saja ketika Joey langsung memojokannya ke dinding sambil menatap manik coklat itu tajam.
“Jelaskan padaku apa yang selama ini kau sembunyikan dariku dan dari semua klienmu.” desis Joey mengerikan. Luciana balas menatap manik hitam Joey tajam sambil mencoba melepaskan kedua telapak tangan lebar Joey yang menekan pundaknya dengan keras.
“Aku tidak pernah menyembunyikan apapun darimu. Aku selalu bersikap profesional di hadapanmu dan juga seluruh klienku, jadi sekarang kuminta kau menyingkir dariku agar aku tidak perlu berteriak untuk memancing orang-orang agar datang ke sini.”
Joey terkekeh pelan, menertawakan kebodohan dan juga ketakutan yang tampak terpatri jelas dari kedua manik coklat Luciana. Ia bahkan telah mengantisipasi hal-hal buruk yang mungkin akan terjadi jika Luciana berusaha berteriak. Ia telah memasang tanda di depan toilet jika toilet itu rusak, jadi tidak akan ada satupun yang mendekati toilet itu selama mereka masih berada di dalam sana.
“Kau yakin? Lalu bagaimana dengan para mantan suamimu dan putrimu, Aleyna. Bisakah kau jelaskan hal itu padaku?”
Tiba-tiba saja seluruh wajah Luciana memucat dan ia langsung kehilangan keberaniannya untuk melawan Joey. Dengan suara bergetar Luciana bertanya pada Joey sambil mencengkeram lengan Joey erat.
“Dddarimana kau tahu?”
“Oh, jadi semua rumor itu benar? Selama ini kau telah menikah sebanyak dua kali dan kesemuanya gagal. Kau gagal mempertahankan hubungan rumah tanggamu dan kau dengan sok bijaksana memberikan nasihat pada orang-orang yang datang padamu terkait masalah pernikahan. Profesionalitas macam apa yang kau maksudkan selama ini, hah?” tanya Joey sakarstik. Luciana lantas mengalihkan tatapan matanya kearah lain sambil menahan bulir-bulir air mata yang hampir menets dari kedua matanya. Kata-kata yang dilontarkan Joey padanya terlalu menyakitkan meskipun hal itu benar adanya. Ia adalah seorang konselor yang gagal, yang hanya bisa
memberikan nasihat omong kosong yang tak berarti. Seharusnya orang-orang memang tidak perlu meminta saran darinya karena ia sendiri saja bahkan tidak bisa mencari jalan keluar untuk masalahnya sendiri.
“Maaf, bisa kau lepaskan tanganmu?” Tanya Luciana parau. Wanita itu tiba-tiba saja terlihat begitu rapuh dan tak berdaya. Namun Joey sama sekali tak terpengaruh dengan ekspresi wajah Luciana yang tampak menyedihkan di depannya. Ia justru semakin mendorong Luciana ke dinding agar wanita itu segera menjelaskan
masalahnya yang selama ini ia sembunyikan dari semua orang. Sebagai seorang klien ia merasa tertipu dan tolol karena telah diperdaya oleh wanita itu dengan semua saran-saran yang terdengar begitu meyakinkan.
“Kau akan lari begitu saja setelah membohongiku dan seluruh klienmu? Cih, tidak bertanggungjawab.” decih Joey kejam.
“Lalu apa yang harus kulakukan? Apa yang sebenarnya kau inginkan dariku? Seharusnya saat itu kau tidak memaksaku untuk menjadi konselormu jika kau pada akhirnya hanya akan mencemoohku. Dan lagi, kau tidak tahu apapun tentangku, jadi kau tidak berhak menghakimiku seperti ini!” ucap Luciana berapi-api. Ia terlihat terengah-engah setelah kalimat panjangnya yang cukup menguras emosinya yang sedang meledak-ledak. Jika pria itu memang menginginkan penjelasan darinya, maka ia akan menceritakan semua kehidupannya pada pria itu. Semuanya! Hingga pria itu puas dan mengijinkannya pergi dari cengkeraman kedua tangannya yang menyakitkan.
“Aku ingin kau jujur padaku karena aku merasa menjadi klien yang telah kau tipu mentah-mentah selama ini. Pantas semua saran yang kau berikan tidak pernah berhasil karena selama ini kau hanya memberikan saran omong kosong yang sama sekali tidak berguna untukku.”
Luciana memejamkan matanya pelan, mencoba meredam emosinya dan juga kesedihannya agar ia
tidak terlihat semakin menyedihkan di depan Joey. Andai waktu dapat diputar, ia ingin sekali menghapus Joey dari daftar nama-nama kliennya dan menjauhkan pria itu dari kehidupannya. Ia sadar jika akhir-akhir ini ia terlalu mudah menerima pria itu masuk kedalam kehidupannya hingga kini pria itu dapat menghakiminya dengan sesuka hati tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi padanya.
“Ya, aku memang pernah menikah dua kali dan gagal. Aku dulu pernah menikah dengan Rein dan Aaron. Pria yang saat itu bertemu denganmu adalah mantan suamiku. Aaron bukanlah suamiku sekarang karena kami telah bercerai lebih dari setengah tahun yang lalu. Apa kau puas sekarang!”
“Belum. Aku ingin tahu kenapa kau bercerai dan kenapa kau menipu semua orang dengan
mengatakan jika kau adalah konselor hebat jika pada kenyataanya kau sangat payah.” ucap Joey semakin keterlaluan. Luciana tak kuasa membendung air matanya dan akhirnya ia benar-benar menangis di depan Joey.
“Karena aku sendiri juga tidak tahu kenapa! Aku tidak tahu kenapa hidupku sangat sial seperti ini? Dikhianati oleh Rein dan mendapatkan pri mandul seperti Aaron! Jika aku bisa memilih, aku juga tidak ingin hidup seperti ini. Aku ingin hidup normal, bersama suami dan juga anak anakku. Tapi aku tidak bisa! Tuhan tidak
membiarkan aku bahagia dengan keluargaku. Tapi untung saja Tuhan mengirimkan Aleyna padaku. Aleyna adalah sesosok malaikat yang dikirimkan Tuhan untukku agar aku tidak perlu lagi terpuruk bersama kesedihanku. Apa kau sekarang sudah puas Joey Lee?”
“Lalu siapa Aleyna sebenarnya jika ia bukan anakmu dengan Rein Lee dan Aaron Jung?”
“Kurasa kau sudah terlalu jauh mencampuri masalah pribadiku Joey ssi.” desis Luciana dengan kilatan amarah yang tercetak jelas di kedua matanya. Namun Joey sama sekali tak mempedulikan hal itu dan tetap menekan Luciana untuk memuaskan keingintahuannya yang sudah melebihi batas itu.
“Siapa Aleyna?”
“Aleyna adalah putri dari klienku yang mati karena bunuh diri. Sekarang lepaskan aku dan biarkan aku pergi.” Ucap Luciana tegas. Joey lantas melepaskan kedua telapak tangannya dari pundak Luciana, namun pria itu sedikit memberikan sentakan pada tubuh Luciana hingga Luciana sedikit membentur dinding di belakangnya. Lalu pria itu segera pergi begitu saja tanpa merasa bersalah sedikitpun dan meninggalkan Luciana yang langsung merosot turun di atas permukaan lantai kamar mandi yang dingin.
“Luciana?”
Luciana menoleh lemah kearah sumber suara dan langsung membuang wajahnya kesamping untuk menutupi kondisi wajahnya yang berantakan. Ia lalu bangkit berdiri dan segera membasuh wajahnya di westafel sebelum pria yang sempat memanggilnya itu terlihat semakin khawatir.
“Ada apa denganmu? Kenapa kau di sini? Aku mencarimu sejak tadi karena Aleyna terus merengek ingin pulang.” Beritahu Rein sambil mengamati pantulan wajah Luciana yang terlihat memerah dan juga berantakan. Luciana berusaha mengabaikan keberadaan Rein di sana dan ia mencoba menyusun kalimat alibi agar Rein tidak menaruh curiga padanya jika ia baru saja terlibat masalah dengan Joey.
“Aku terpleset dan terkunci di kamar mandi. Tapi baru saja seorang petugas hotel datang untuk menolongku.” Kilah Luciana terdengar konyol. Rein mengamati raut wajah Luciana khawatir, namun ia tidak menanyakan apapun terkait masalah Luciana. Ia tahu jika wanita itu baru saja bertemu dengan suami Lee Jihyun, Joey, karena ia sempat berpapasan dengan Joey beberapa saat yang lalu sebelum menemukan Luciana terduduk menyedihkan di atas lantai toilet yang dingin. Tapi ia tak mengerti mengapa Luciana bisa berurusan dengan Joey? Padahal mereka baru saja berkenalan di samping panggung bersama istrinya dan istri pria itu. Namun untuk sesaat Rein sedikit mengesampingkan hal itu dan memilih untuk fokus pada kondisi Luciana yang berantakan. Ia pun dengan tulus menawarkan diri untuk mengantar Luciana dan Aleyna pulang karena ia tidak tega membiarkan Luciana pulang dalam kondisi
kacau seperti itu.
“Aku akan mengantarmu pulang.”
“Tidak perlu, aku bisa membawa mobil sendiri. Aku baik-baik saja. Sampai jumpa Rein ssi, dan terimakasih banyak.”
Luciana segera berjalan pergi meninggalkan Rein sambil menundukan kepala untuk menghindari kontak mata dengan orang lain. Sedangkan Rein hanya mampu memandang nanar punggung Luciana sambil menghembuskan napasnya berat karena sekarang ia mengkhawatirkan Luciana. Sudah pasti Luciana telah berbohong padanya terkait alasannya yang sangat konyol itu. Mungkin ia sedang memiliki masalah dengan Joey, dan mungkin mereka tadi hanya berpura-pura tidak saling kenal di depannya jika pada kenyataanya ia melihat Joey keluar dari toilet wanita dengan wajah dingin yang terlihat penuh emosi.
Rein lantas berjalan kembali kearah ballroom untuk kembali berbaur bersama para tamu undangan yang diundangnya. Namun ia telah bertekad akan mencari tahu kondisi Luciana lebih lanjut setelah pesta ulangtahun putranya berakhir karena ia masih memiliki satu pertanyaan di dalam kepalanya, apakah Aleyna anak kandungnya?
-00-
Luciana berjalan gontai menuju kamarnya dan melemparkan tubuhnya begitu saja ke atas ranjang dengan keras. Entah kenapa ia begitu sedih setelah mendengarkan serentetan nada mencemooh Joey yang dilontarkan padanya, padahal seharusnya ia bersikap biasa karena hal itulah yang memang terjadi padanya. Tapi entah mengapa ia merasa perkataan Joey begitu menohok hatinya. Pria itu memporak-porandakan pertahanan hatinya yang sudah lama ia keraskan agar ia tidak perlu bersedih menangisi nasibnya yang menyedihkan.
Dulu hal serupa juga pernah ia dapatkan. Suatu ketika ia mendapatkan seorang klien yang selama ini adalah fans berat Rein dan Yeon Ju. Klien itu dengan sengaja berpura-pura datang ke kantornya dan menyamar menjadi kliennya untuk memberikan serentetan cacian yang kata-katanya sangat tidak pantas untuk diucapkan. Namun ajaibnya saat itu ia tidak merasakan apapun. Ia hanya diam mendengarkan wanita itu memaki-makinya, lalu setelah itu ia langsung memanggil petugas keamanan untuk menyeret wanita itu pergi dari kantornya. Namun hari ini semuanya terasa berbeda. Ia tiba-tiba saja ingin menangis ketika Joey menuduhnya sebagai penipu dan sebagai konselor gagal yang dengan sombongnya memberikan nasihat pada masalah orang lain yang bahkan kadarnya jauh lebih berat dari masalahnya. Mungkin ia sedih karena ia terlalu terbawa emosi hari ini. Sejak ia menginjakan kakinya di lantai ball room, semua lensa kamera menyorot kearahnya dan mereka semua seperti seseorang yang akan memangsanya sewaktu-waktu ketika ia lengah. Ditambah lagi tatapan mengintimidasi Yeon Ju dan istri dari Joey yang mungkin telah terprovokasi oleh Lee Yeon Ju, sehingga ia merasa begitu tertekan dan rapuh di sana. Tapi dengan begitu ia yakin, ia tidak perlu lagi berurusan dengan Joey yang menyebalkan karena pria itu pasti tidak akan datang kepadanya untuk berkonsultasi. Pria itu pasti sudah jera untuk berkonsultasi dengannya yang notabenenya adalah seorang penipu. Ya, dia adalah penipu! Penipu yang bersembunyi dibalik keprofesionalitasan dan wajah menenangkan bak malaikat penolong.
Drtt drtt drtt
Luciana merasakan ponsel putihnya bergetar di samping tubuhnya. Dengan malas ia meraih ponselnya dan segera menempelkan benda persegi itu pada telinganya tanpa melihat nama sang penelpon yang tertera di layar ponselnya.
“Ya, dengan Luciana Im di sini.” Sapa Luciana dengan suara formal. Tak berapa lama munculah suara seorang pria yang tidak asing untuknya, dan mengetahui hal itu Luciana langsung beranjak duduk sambil mengecek layar ponselnya sekali lagi.
“Sial!” Gumam Luciana kesal. Ia langsung mencari posisi yang nyaman untuk berbicara dengan sang penelpon yang sudah pasti akan menasihatinya panjang lebar.
“Kau masih di sana Luc?”
“Aaaku masih di sini, tumben kau menghubungiku. Ada apa?” tanya Luciana berbasa-basi. Luciana
lantas mulai memutar otak untuk menyiapkan jawaban-jawaban yang masuk akal agar Aaron tidak membombardirnya dengan serangkaian nasihat yang sangat mengganggu indera pendengarannya.
“Aku menghubungimu karena aku ingin berbicara penting denganmu. Kau baik-baik saja?”
Luciana memutar bola matanya malas. Sudah lebih dari tiga kali ia mendapatkan pertanyaan seputar keadaanya. Namun dari semua pertanyaan itu, tak ada satupun yang berhasil Luciana jawab dengan jujur karena ia pasti akan menjawabnya dengan jawaban klise jika ia baik-baik saja.
“Ya, aku baik-baik saja. Ada apa?” tanya Luciana berusaha lembut dan tenang. Aaron terdengar menghembuskan napasnya sekali di ujung telepon, lalu pria itu mulai melanjutkan percakapan mereka yang sempat tertunda.
“Aku melihat beritamu yang baru saja menghadiri acara ulangtahun putra mantan suamimu bersama Aleyna. Kenapa kau memutuskan untuk datang jika pada akhirnya media hanya akan mengorek luka lamamu ke permukaan.”
“Aaron...”
Luciana mendesah berat. Ia menyandarkan tubuh lelahnya pada nakas ranjangnya, kemudian ia mulai menjawab pertanyaan dari Aaron dengan perasaan ragu.
“Aku tidak mungkin akan menghindarinya terus Aaron. Aku harus berani dan keluar dari bayang-bayang masa laluku. Meskipun menyakitkan, namun aku harus tetap menghadapinya. Lagipula setelah semua itu berlalu, aku merasa baik-baik saja. Kau tidak perlu khawatir.” ucap Luciana menenangkan. Namun Aaron tampaknya tahu
jika Luciana sedang berbohong padanya karena pria itu langsung menyangkal semua alasan palsu itu dengan telak. Dan hal itu langsung membuat Luciana mati kutu hingga tidak bisa mengatakan apapun.
“Kau mengatakan jika kau baik-baik saja. Tapi dari suara yang kudengar, kau justru berkata sebaliknya. Kau saat ini tidak sedang baik-baik saja. Aku tahu Luc, aku bahkan lebih mengenalmu daripada dirimu sendiri. Jadi sekarang jujurlah padaku.”
“Haha.. kau memang selalu mengetahui diriku Aaron. Aku tidak baik-baik saja.” ucap Luciana akhirnya. Rasanya berbohong juga akan percuma karena Aaron memang lebih mengetahui kehidupannya dibandingkan dirinya sendiri.
“Jika kau tahu kau akan kembali tersakiti, kenapa kau memutuskan untuk datang?”
“Sebenarnya aku merasa tidak baik-baik saja bukan karena bertemu Rein dan keluarganya, tapi karena hal ini. Untuk masalah Rein, aku sudah tidak memikirkannya lagi. Tapi untuk masalah ini, aku merasa aneh. Masalah ini sama sekali tidak berhubungan denganku secara langsung, maksudnya penyebab dari masalah ini tidak ada ikatan
apapun denganku. Ia adalah orang lain.”
“Sebenarnya siapa yang kau maksud jika itu bukan Rein?”
“Kau tidak mengenalnya, dia adalah orang lain.” ucap Luciana dingin. Ia merasa harus segera mengakhiri kesedihan hatinya dan segera menata kembali harga dirinya yang telah dihancurkan oleh pria sombong penuh kuasa itu.
“Kalau begitu aku ingin mengenalnya.”
“Tidak perlu Aaron. Lebih baik sekarang kau beristirahat karena aku juga ingin beristirahat. Sampai jumpa Aaron.”
Luciana segera mematikan sambungan teleponnya dan menyimpan benda elektronik itu di atas nakas ranjangnya. Malam ini ia tidak boleh memikirkan semua masa lalunya yang pahit. Cukup sekali saja Joey menghancurkan hatinya dengan kalimat menyakitkan penuh tuduhan yang pria itu lontarkan padanya beberapa saat yang lalu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Ririn
gmn pun juga Joey itu cool
2020-06-01
0