On Being Therapist (Five)

Brukk

            Joey mendorong tubuh Jihyun ke atas ranjang dan menindih tubuh ramping Jihyun dengan tubuh besarnya yang berotot. Di bawahnya Jihyun tampak mengerling nakal sambil menarik kerah kemeja Joey agar pria itu semakin mendekat kearahnya.

            “Kau tidak lupa menggunakan pengaman bukan?”

            Joey menggeram tertahan dan langsung melumat bibir Jihyun rakus. Sejujurnya ia benci menggunakan pengaman. Untuk apa ia tetap menggunakan pengaman jika ia menyentuh isterinya sendiri. Pengaman hanya akan mengurangi kenikmatannya. Tapi, jika ia tidak menggunakannya Jihyun pasti akan mengamuk.

            “Aku malas.”

            “Apa? Pergi, aku tidak mau jika kau tidak menggunakan pengaman Joey!”

            Jihyun sedikit mendorong tubuh Joey dan kembali menaikan bathtrobenya yang sedikit merosot karena ulah Joey. Pria itu mengerang tertahan dan meremas rambutnya gusar karena malam ini ia gagal mendapatkan pelepasan hanya karena sebuah pengaman. Oh, apa ia perlu menyewa jalang untuk memuaskannya?

            “Damn! Kau isteriku, untuk apa aku harus menggunakannya?” protes Joey kesal. Kali ini pria itu bangkit berdiri sambil berkacak pinggang di depan tubuh isterinya yang sedang terduduk santai di atas ranjang.

            “Aku tidak ingin hamil sayang. Harus berapa kali kukatakan padamu hah?” Balas Jihyun sengit. Wanita itu berusaha mengabaikan kemarahan Joey dengan meraih ponselnya dan mulai asik berbalas pesan dengan teman-teman sosialitanya.

            “Aku akan berhati-hati. Kemungkinan kau akan langsung hamil dalam sekali bercinta hanya sepuluh persen Jihyun, sisanya kau akan baik-baik saja.”

            “Tapi sepuluh persen tetap saja beresiko, aku tidak mau mengambil resiko Joey. Sekarang kau tentukan sendiri, menggunakan pengaman atau tidak sama sekali.” putus Jihyun tegas. Joey langsung berdecak gusar dan berlalu keluar dari kamarnya sambil membanting pintu kamarnya keras.

Brakk!

            “Sial!” umpat Joey keras. Beberapa pelayan yang sedang melintas di lantai dua tampak terkejut sambil mencuri-curi pandang kearah Joey. Namun Joey memilih tak peduli, dan lebih memilih untuk melangkahkan kakinya menuju ruang kerjanya. Ia tidak mungkin akan mendapatkan pelepasan dari Jihyun. Satu-satunya hal yang

bisa ia lakukan adalah mengalihkannya dengan mengerjakan seluruh laporan perusahaanya yang menggunung. Apalagi besok ia akan kedatangan seorang klien penting asal Yunani yang ingin melakukan kerjasama dengan perusahaanya. Ia harus membuat strategi untuk mempertahankan klien khusus itu, dan segera mengenyahkan seluruh kekesalannya hari ini pada Jihyun.

-00-

            Luciana tergesa-gesa berjalan ke dalam sebuah toko kue yang cukup terkenal di kawasan Myeongdong. Wanita itu dengan stelan hitam dan heels tujuh sentinya yang berbunyi nyaring di atas aspal, tampak terburu-buru sambil sesekali menoleh ke arah mobilnya untuk memberikan kode pada Aleyna agar menunggunya sebentar. Pagi ini ia terlambat bangun karena semalam ia terlalu asik bergosip dengan Karen hingga pukul dua belas malam. Jadi sekarang ia harus terima konsekuensinya, karena ia hampir terlambat untuk mengantar Aleyna ke sekolah, padahal gadis kecil itu belum sempat memakan sarapannya di rumah Karen.

            “Tolong dua roti gandum tuna.” ucap Luciana terburu-buru pada pelayan yang menyambutnya. Ia kemudian segera berjalan menuju kasir sambil menghentak-hentakan heelsnya tidak sabar ketika ia harus mengantre di barisan ke tiga.

            “Luciana?”

            Tiba-tiba seseorang meneriakan namanya dan membuat Luciana mau tidak mau harus menoleh ke belakang dengan wajah malasnya.

            “Oh, Rein ssi?”

            Luciana cukup terkejut ketika menemukan mantan suaminya sedang berada di tempat yang sama dengannya. Terhitung sudah lebih dari empat tahun ia tidak bertemu Rein. Selama ini ia hanya sering melihat mantan suaminya itu melalui televisi karena ia sendiri juga tidak mau mengusik kehidupan mantan suaminya yang telah berbahagia bersama keluarga barunya.

            “Lama tak berjumpa, kau sendiri?” Sapa Rein ramah. Luciana tersenyum kecil menanggapi pertanyaan Rein sambil menunjuk pada mobilnya yang terparkir di depan toko roti.

            “Aku bersama Aleyna, putriku.”

            “Kau sudah menikah lagi? Kapan? Kenapa kau tidak mengundangku?”

            Luciana mendengus gusar dalam hati sambil meruntuki mantan suaminya yang terlihat semakin menyebalkan ini. Bahkan dulu ia juga tidak diundang ketika pria itu melangsungkan pernikahan bersama isteri barunya. Jadi bukan salahnya jika ia juga tidak mengundang pria itu ketika ia menikah dengan Aaron.

            “Maaf, aku lupa memberitahumu karena pernikahan itu sedikit mendadak.” jawab Luciana beralasan. Ia kemudian mengalihkan pandangannya kearah antrian yang sudah semakin menyusut. Hanya tersisa satu pelanggan lagi sebelum ia bisa membawa pulang rotinya dan pergi sejauh-jauhnya dari Rein Lee.

            “Berapa usia putrimu sekarang?”

            “Empat tahun.” jawab Luciana singkat. Ia mulai menunjukan gelagat malas di depan Rein agar pria itu berhenti mengorek kehidupan keluarganya. Tapi sepertinya pria itu tidak peka dengan gelagatnya karena ia justru semakin membanjirinya dengan berbagai pertanyaan tidak penting seputar kehidupan pribadinya.

            “Wah, putrimu dan putraku seumuran. Anakku laki-laki, berusia empat tahun enam bulan. Lalu bagaimana dengan suamimu? Siapa namanya?”

            “Maaf, aku terburu-buru. Aleyna sudah terlambat. Sampai jumpa.”

            Luciana buru-buru membayar rotinya dengan uang pas dan segera berjalan pergi keluar dari toko roti yang terasa cukup menyesakan karena kemunculan Rein. Seharusnya pria itu tidak perlu memunculkan batang hidungnya lagi karena ia tidak ingin bertemu dengan pria itu. Ada sedikit luka yang masih terasa sakit setiap ia

melihat wajah pria itu. Perasaan terkhianati yang ditorehkan pria itu di hatinya tidak bisa ia hilangkan begitu saja, entah karena apa. Padahal ia sudah mensugesti dirinya sendiri jika ia baik-baik saja dengan semua itu. Tapi tetap saja ia tidak bisa melupakannya. Apalagi melihat Rein telah hidup bahagia bersama keluarga kecilnya yang sempurna, membuatnya iri. Andai dulu pria itu tidak mengkhianatinya, mungkin ia juga akan memiliki keluarga kecil yang bahagia dan sempurna.

            “Eomma, kenapa lama sekali? Aleyna sudah terlambat.” Protes gadis kecil itu dengan wajah gusar. Luciana segera menutup pintu mobilnya terburu-buru dan mengucapkan maaf pada gadis kecilnya karena ia mendapatkan sedikit gangguan ketika berada di toko roti.

            “Maaf, sekarang makan rotimu. Eomma akan berusaha cepat agar kau tidak dimarahi oleh gurumu.” ucap Luciana sambil menginjak pedal gasnya kuat-kuat.

-00-

            “Dasar tidak berguna! Apa yang kalian lakukan selama ini hah?” Marah Joey pada staff marketing yang hari ini telah melakukan kesalahan fatal dan hampir membuat

perusahaanya mengalami kerugian. Semua orang yang berada di ruang itu terlihat menahan napas ketakutan ketika atasan mereka yang terkenal perfectionist itu memergoki mereka melakukan kesalahan besar yang benar benar sangat fatal. Bila Joey tidak cepat tanggap ketika melihat kejanggalan pada papan iklan yang terpasang di jalan utama Seoul, mungkin perusahaannya benar-benar akan mengalami kerugian besar. Bagaimana mungkin mereka tidak mengecek lagi konten iklan yang mereka pasang besar-besar di jalan utama Seoul. Di dalam iklan itu mereka menuliskan biaya penerbangan hingga bulan depan mendapatkan potongan seratus persen. Padahal seharusnya hanya sepuluh persen. Dalam waktu satu menit, pihak customer service mereka menjadi sibuk karena dibanjiri oleh telepon dari berbagai pelanggan yang ingin mengambil penerbangan gratis. Lalu lima menit kemudian mereka kembali dibanjiri oleh telepon bernada marah dari pelanggan karena merasa tertipu.

            “Maafkan kami tuan, kami tidak teliti.”

            “Memang! Kalian semua tidak teliti. Sekarang perusahaan harus rela menanggung kerugian hingga bulan depan. Untuk masalah itu, apa yang akan kalian lakukan? Solusi apa yang akan kalian berikan agar perusahaanku tidak semakin mengalami kerugian?” tantang Joey marah. Ia sangat berharap anak buahnya tidak menawarkan untuk mengurangi jatah gaji mereka karena itu tidak akan cukup untuk mengganti kerugian empat puluh persen yang ditanggung oleh perusahaanya.

            “Kami... akan segera mencari solusinya tuan, tolong berikan kami kesempatan.”

Brakk!

            Joey menggebrak meja di depannya sambil mengacak rambutnya gusar ketika jawaban yang didapatkannya semakin jauh dari apa yang ia harapkan. Ia harus menunggu? Yang benar saja!

            “Kalian menyuruhku untuk menunggu sedangkan kerugian yang kalian lakukan terus berjalan. Aku tidak mau tahu, dalam waktu kurang dari dua puluh empat jam kalian sudah harus mendapatkan solusinya, atau kalian tidak akan mendapatkan gaji kalian hingga dua bulan ke depan.”

            Joey berjalan gusar keluar dari ruang meeting di lantai sepuluh sambil melonggarkan ikatan dasi yang terasa hampir mencekiknya. Sejak kemarin ia terus saja dibanjiri masalah hingga membuat kepalanya terasa akan pecah. Entah itu masalah perusahaan atau masalah rumah tangga, semuanya terasa berdesak-desakan di dalam

kepalanya yang kecil. Ia ingin sekali membuang semua masalah itu ke suatu tempat dan hanya hidup dengan perasaan tenang yang damai. Rasanya sudah lama ia tidak merasakan hal itu. Semenjak hubungan rumah tangganya berubah rumit, ia merasa semua aspek dalam hidupnya juga berubah menjadi rumit.

            “Santai bung, tarik napas dan minum ini.”

            Spencer muncul tiba-tiba di sampingnya sambil mengangsurkan segelas kopi yang entah didapatkan pria itu darimana.

            “Mereka semua benar-benar tidak becus bekerja.” umpat Joey keras. Spencer mencoba meredakan kemarahan sahabatnya dengan menepuk pundak Joey pelan beberapa kali dan menyuruh Joey untuk menghirup napas sebanyak-banyaknya.

            “Apa kau pikir aku wanita hamil yang akan melahirkan? Aku tidak butuh melakukan latihan pernapasan bodoh seperti itu.”

            “Tenang Jo, kita pikirkan jalan keluarnya bersama-sama. Jika kau ingin mengembalikan

sedikit dana perusahaan, kau harus memenangkan tender layanan penerbangan untuk program kunjungan kerja pemerintah Korea Selatan bulan depan. Kurasa dengan memenangkan tender itu, perusahaanmu tidak akan mengalami kerugian yang cukup banyak.” usul Spencer. Namun Joey masih saja menunjukan wajah gelapnya setelah ia mendapatkan solusi dari permasalahannya. Karena sebenarnya bukan hanya masalah perusahaan yang berjubel di dalam kepalanya. Ada masalah lain juga yang turut serta dan memperkeruh pikirannya!

            “Itu ide yang bagus, tapi tetap saja aku yang harus bergerak untuk mendapatkan hal itu. Aku harus meloby pihak-pihak yang terlibat dalam proyek itu dan sedikit memberikan iming-iming menggiurkan agar mereka tertarik untuk menggunakan jasa penerbanganku. Lalu, jika semua hal kukerjakan, untuk apa aku memperkerjakan mereka dengan gaji yang fantastis? Staff-staff tolol itu akan menari kesenangan jika aku yang melakukan semuanya. Pikirkan solusi lain yang sekiranya tidak harus merepotkanku.” Perintah Joey semena-mena. Spencer menghela napasnya pelan dan mencoba sedikit bersabar dengan perubahaan emosi yang sedang terjadi pada sahabatnya. Terkadang memang menyenangkan memiliki sahabat seorang CEO seperti Joey, tapi terkadang hal itu juga menyusahkan.

            “Nanti akan kupikirkan. Ngomong-ngomong, Alice terus merasa bersalah karena insiden kemarin. Apa kau sudah memperbaiki kekacauan yang dilakukan Mark? Sebagai ayahnya aku minta maaf yang sedalam-dalamnya atas tingkah Mark yang membuat Jihyun marah seperti kemarin.”

            Tiba-tiba Joey tertawa terbahak-bahak di sebelah Spencer dan membuat beberapa karyawan yang melintas di sekitar mereka menoleh aneh. Baru saja bos besar pemilik maskapai penerbangan itu mengamuk, dan sekarang ia justru terlihat lebih mengerikan dengan tawa kerasnya yang tidak wajar.

            “Sejak kapan kau merasa bersalah seperti itu? Santai saja, itu bukan masalah yang besar. Jihyun yang terlalu berlebihan dalam menyikasi sikap Mark kemarin.”

            “Ai? Kau tidak sedang mengidap gangguan kepribadian bukan? Dari hari ke hari emosimu semakin tak terkendali. Kau seharusnya memang mengikuti saranku untuk datang ke kantor konselor itu.”

            Seketika Joey teringat pada nona konselor yang mengajarinya untuk bersikap romantis pada Jihyun. Tapi hingga sejauh ini nyatanya saran itu tidak berhasil. Ia harus menemui kosenlor itu untuk menuntut pertanggungjawaban.

            “Kau masih saja bersikeras menyuruhku datang ke konselor itu. Tapi terimakasih, sekarang aku jadi memiliki ide.”

            “Ide? Ide apa yang kau maksud?”

            “Kau tidak perlu tahu. Sekarang pergilah, kembali bekerja. Aku memiliki urusan penting yang harus kulakukan.”

-00-

            Luciana tersenyum manis pada kliennya sambil mengangsurkan selembar tisu untuk menghapus sisa air mata yang masih menganak sungai di pipi sang klien. Sore ini ia mendapatkan klien seorang korban pelecehan seksual yang baru saja mendapatkan pelecehan seksual dari pamannya. Wanita itu sejak siang datang

padanya dan menceritakan semua masalah yang ia pendam karena ia sudah tidak kuat lagi untuk menyembunyikan masalah itu sendirian. Sang paman yang sangat jahat itu mengancam akan membunuhnya jika sampai ia mengadukan perilaku bejatnya pada kedua orangtuanya atau bahkan pada polisi.

            “Tenanglah, kau tidak usah takut. Kami akan memberikan fasilitas perlindungan hukum untuk

masalahmu. Sekarang kau bisa pulang dengan tenang, besok pamanmu pasti akan segera mendapatkan hukuman yang setimpal atas perbuatannya.” ucap Luciana lembut. Wanita berusia dua puluh dua tahun itu mengangguk pelan dan menyeka air matanya sekali lagi sebelum akhirnya ia beranjak dan mengulurkan tangannya

untuk berjabat tangan.

            “Terimakasih banyak nona Im, sekarang saya merasa lega setelah menceritakan semuanya pada anda. Semoga anda selalu diberikan kebahagiaan oleh Tuhan.”

            “Sama-sama, itu sudah menjadi tugasku. Semoga Tuhan juga memberikan kebahagiaan untukmu.”

            Luciana mengantarkan sang klien keluar dari ruangannya dan melambaikan tangannya pelan sebelum wanita itu menghilang dibalik pintu bening yang memisahkan antara ruangannya dengan jalan keluar. Setelah itu ia kembali masuk ke dalam ruangannya untuk membereskan alat-alat yang telah ia gunakan sore ini untuk menghitung skor kecemasan yang dialami oleh kliennya. Setelah itu ia mengambil ponsel putihnya yang tergeletak di atas meja dan mengecek pesan masuk dari Jihoo yang siang tadi ia tugaskan untuk menjemput Aleyna, sekaligus mengantarkan hasil tes kerpibadian milik calon karyawan di suatu bidang khusus di pemerintahan. Lagi-lagi hari ini ia sangat sibuk hingga ia tidak bisa menjemput Aleyna di sekolahnya. Sejak pagi ia telah ditunggu oleh lima orang klien. Saat ini ia baru benar-benar selesai dan sepertinya ia akan pulang. Meskipun jam kerjanya masih tersisa satu jam lagi sebelum pukul empat, tapi sepertinya tidak masalah jika ia pulang lebih awal. Lagipula ia juga tidak mungkin melakukan sesi konseling selama satu jam, kecuali sesi konseling yang ia lakukan bersama pria aneh beberapa hari yang lalu.

            “Nona Im, selamat sore. Mau menjemput Aleyna?”

            “Tidak, aku sepertinya akan pulang sekarang. Hari ini aku sudah cukup banyak menangani klien, aku ingin beristirahat di rumah. Kepalaku sudah pusing mendengarkan berbagai macam keluhan yang sangat bervariasi hari ini. Jika nanti ada yang mencariku, katakan untuk kembali lagi besok.” pesan Luciana pada Nara. Nara mengangguk mengerti dan melambai pelan pada Luciana yang sedang berjalan santai menuju pintu keluar. Namun sedetik kemudian wanita itu kembali dengan langkah terburu-buru sambil bersembunyi di balik meja resepsionis milik Nara.

            “Ada apa nona Im?”

            “Pria gila itu, dia datang! Cepat usir dia dan jangan katakan jika aku berada di sini.” mohon Luciana memelas sambil menundukan kepalanya lebih dalam di bawah meja. Dari tempatnya berdiri Nara bisa melihat pria aneh yang dimaksud Luciana sedang berjalan dengan gaya ponggahnya sambil melepas kacamata hitam yang

membingkai matanya dengan pas. Seketika Nara menelan ludah gugup sambil menyiapkan serangkaian kalimat kebohongan untuk mengusir pria itu jauh-jauh dari kantor konselor tempatnya bekerja.

-00-

            Joey memarkirkan mobilnya, kemudian ia melirik jam tangannya sekilas yang masih menunjukan pukul empat sore. Hari ini ia sengaja datang lebih awal agar ia tidak perlu mendapatkan penolakan seperti sebelumnya. Rasanya malas harus berdebat panjang lebar pada petugas resepsionis yang galak itu. Untung saja saat itu ia

bertemu dengan seorang konselor yang cukup baik hati, meskipun juga sama-sama galak, yang bersedia untuk mendengarkan keluhan masalahnya.

            “Selamat sore.”

            Joey memincingkan matanya angkuh ketika petugas resepsionis yang ia temui beberapa hari yang lalu sedang tersenyum ramah kearahnya. Wanita itu benar-benar terlihat tidak tahu malu menurutnya, setelah kemarin memarahinya, dan hampir mengusirnya dengan tidak terhormat, sekarang wanita itu justru terlihat lembut di depannya.

            “Aku ingin bertemu dengan nona Im.”

            “Maaf, nona Im sedang tidak di tempat, nona Im sedang pergi ke luar kota untuk urusan pekerjaan.”

            “Kapan ia akan pulang?” Dengus Joey kesal. Ia benar-benar tidak suka jika harus menunggu seperti ini. Urusannya sangat mendesak, dan ia ingin segera menyelesaikan semua masalahnya.

            “Maaf, saya juga tidak tahu. Saya sarankan anda untuk melakukan sesi konseling dengan konselor lain. Saya bisa membuatkan anda jadwal jika anda bersedia untuk berganti konselor.”

            “Aku tidak mau! Aku hanya ingin nona Im yang menangani masalahku karena jika aku berganti konselor, aku harus memulainya lagi dari awal. Aku tidak mau membuang-buang waktuku yang berharga hanya untuk melakukan hal-hal sia-sia seperti itu. Katakan saja kapan nona Im kembali, aku akan datang lagi setelah ia kembali.” Ucap Joey kesal sambil berkacak pinggang di depan meja resepsionis.

            Sementara itu, Luciana sedang mengendap-endap keluar dari meja resepsionis menuju pintu belakang yang kebetulan sedang dibuka oleh petugas kebersihan. Dengan langkah sepelan mungkin, ia berusaha untuk tidak menimbulkan suara agar Joey tidak melihatnya yang sedang berjalan mengendap-endap menuju pintu belakang. Sesampainya di luar, Luciana langsung menghembuskan napasnya lega sambil berjalan terburu-buru menuju mobilnya yang terparkir tak jauh dari tempatnya berdiri. Ia harus cepat pergi dari sana sebelum Joey melihat keberadaanya dan semua rencananya menjadi kacau.

Cklekk

            Luciana memasukan kunci mobilnya dengan cepat dan segera membuka pintu mobilnya terburu-buru. Baru saja ia akan melangkah masuk ke dalam mobilnya, tapi sesuatu menghentikannya dan membuatnya membeku di tempat.

            “Nona Im, aku tahu kau masih di sini.”

            Seketika kedua lutut Luciana melemas dan dengan terpaksa ia memutar tubuhnya ke belakang untuk bertatapan dengan si pria menyebalkan, Joey Lee.

            “Aku tahu mobilmu masih terparkir dengan rapi di sini. Jadi kau berusaha kabur dariku?” tanya Joey datar sambil melipat kedua tangannya di depan dada dengan angkuh. Luciana mencoba menetralkan kegugupannya dengan tersenyum canggung di hadapan Joey.

            “Maaf, anda mencari saya?” tanya Luciana berpura-pura tidak tahu. Sejujurnya ia sangat tahu jika pria itu sedang mencarinya dan beberapa menit yang lalu pria itu juga sempat mendebat Nara yang berusaha berbohong demi menyelamatkannya.

            “Apa kau sedang menguji kesabaranku? Jelas-jelas aku sedang mencarimu sejak tadi, dan kau justru berusaha kabur dengan menyuruh petugas resepsionis itu mengarang cerita bodoh seputar kepergianmu ke luar kota. Apa kau pikir aku pria tolol yang mudah kau perdaya?” Marah Joey berapi-api. Luciana yang sadar jika kebohongannya telah terbongkar mencoba mencari alasan agar Joey tidak semakin marah padanya. Selain itu ia juga bisa membahayakan karirnya. Jika Joey sampai melaporkan perbuatannya hari ini pada kepala asosiasi, karirnya sebagai konselor akan benar-benar tamat karena ia dengan sengaja berencana menolak memberikan pelayanan pada seorang klien yang sedang membutuhkan bantuannya.

            “Maaf, ini pasti hanya kesalahpahaman belaka.” dalih Luciana. Joey menatap Luciana tajam sambil memincingkan matanya kesal.

            “Kesalahpahaman seperti apa yang kau maksud? Mulai sekarang kau harus menjadi konselorku karena kau belum memberikan solusi yang tepat untuk masalahku. Sekarang ikut aku!”

            Luciana membelalakan matanya terkejut ketika Joey tiba-tiba menarik tangannya kasar dan menyeretnya menuju mobilnya. Wanita itu sekuat tenaga mencoba melepaskan cekalan tangan Joey sambil berjalan terseok-seok di belakang Joey.

            “Lepaskan, kau mau membawaku kemana? Aku akan melaporkanmu karena perbuatanmu yang tidak sopan ini tuan Joey.”

            “Hah, kalau begitu aku juga akan melaporkanmu atas kebohongan yang baru saja kau lakukan. Aku akan menyebarkan pada semua orang jika konselor kebanggaan Korea Selatan baru saja merencanakan sebuah konspirasi untuk menolak seorang klien yang sedang membutuhkan bantuannya.”

            Dengan gugup Luciana meneguk ludahnya sambil menatap punggung tegap Joey yang masih setia menarik tangannya. Jika ia tidak menuruti kemauan pria itu, karirnya benar-benar akan tamat setelah ini karena Joey bukanlah orang sembarangan. Pria itu memiliki kekuasaan yang akan menyeretnya kedalam bahaya jika ia berani

menentang keinginan pria itu. Jadi, mungkin sekarang ia memang harus mengikuti permainan pria gila di depannya ini.

            “Tttunggu, kita bicarakan masalah ini baik-baik.” Cegah Luciana cepat sebelum pria itu menyeretnya lebih jauh kedalam mobilnya.

            “Kita memang akan membicarakan masalah ini baik-baik nona Im. Tapi, sebagai jaminannya kau harus ikut denganku. Aku yang akan menentukan tempat dimana kita membahas masalah ini.”

            “Tidak bisakah kita membicarakan masalah kita di sini, di ruanganku?” Mohon Luciana dengan wajah memelas. Ia belum pernah melangkah sejauh ini dengan kliennya. Semua aktivitas yang berhubungan dengan sesi konseling selalu ia lakukan di gedung tempatnya bekerja untuk menghindari hal-hal yang tidak inginkan. Karena terkadang beberapa masalah besar muncul karena sesuatu yang kecil dan terkesan tidak disadari.

            “Bukankah kau baru saja melakukan kebohongan bersama petugas resepsionis itu untuk mengusirku pergi? Kau ingin mempermalukan dirimu sendiri dengan kembali masuk ke dalam bersamaku?”

            Luciana menggigit-gigit bibirnya bingung dengan pertanyaan yang diberikan Joey. Pria itu benar, ia pasti akan sangat malu karena ia tadi sempat bertingkah bodoh untuk menghindari pria itu. Dan sekarang ia justru kembali ke dalam bersama pria yang dihindarinya. Ini sungguh sebuah pilihan yang sulit. Ia sungguh membenci posisinya saat ini!

            “Baiklah, kita pergi ke tempat yang kau inginkan. Tapi lepaskan tanganku dan biarkan aku

berjalan sendiri.” ucap Luciana akhirnya dengan berat hati. Joey melepaskan cekalan tangannya dari telapak tangan Luciana dan memilih untuk segera masuk ke dalam mobilnya tanpa mau repot-repot menunggu Luciana yang masih terlihat enggan untuk masuk ke dalam mobilnya.

            “Cepatlah! Kau semakin membuang waktu berhargaku.” teriak Joey keras. Luciana segera menyentak pintu mobil sport di depannya keras dan mendarat dengan kasar di

sebelah Joey. Sungguh ini adalah pengalaman pertamanya mendapatkan klien yang sangat menyebalkan, sekaligus pengalaman pertamanya melakukan sesi konseling di luar jam kerjanya. Tapi ia harap semua ini akan baik-baik saja. Semakin cepat ia menyelesaikan urusannya dengan pria sakit jiwa di sebelahnya, maka semakin cepat ia terbebas dari kesialannya ini.

Terpopuler

Comments

Ririn

Ririn

menarik

2020-06-01

0

lihat semua
Episodes
1 Becoming A Helper (One)
2 Becoming A Helper (Two)
3 On Being Therapist (Three)
4 On Being Therapist (Four)
5 On Being Therapist (Five)
6 Crazy Guy (Six)
7 Crazy Guy (Seven)
8 Crazy Guy (Eight)
9 Crazy Guy (Nine)
10 Imperfect Therapist (Ten)
11 Imperfect Therapist (Eleven)
12 Imperfect Therapist (Twelve)
13 Imperfect Therapist (Thirteen)
14 Imperfect Therapist (Fourteen)
15 Imperfect Therapist (Fifteen)
16 Scared To Be Lonely (Sixteen)
17 Scared To Be Lonely (Seventeen)
18 Scared To Be Lonely (Eighteen)
19 Scared To Be Lonely (Nineteen)
20 Scared To Be Lonely (Twenty)
21 Episode 21
22 Rely On You (Twenty Two)
23 Rely On You (Twenty Three)
24 His Misstres (Twenty Four)
25 His Misstres (Twenty Five)
26 His Mistress (Twenty Six)
27 Extinction (Twenty Seven)
28 Extinction (Twenty Eight)
29 Extinction (Twenty Nine)
30 Forcing Comformity (Thirty)
31 Forcing Comformity (Thirty One)
32 I Never knew I had a Choice (Therty Two)
33 I Never Kner I Had a Choice (Thirty Three)
34 I Never Knew I Had a Choice
35 I Never Knew I Had a Choice (Thirty Five)
36 I Never Knew I Had a Choice (Thirty Six)
37 I Never Knew I Had a Choice (Thirty Seven)
38 Sequel Kontratransferensi: There Are Too Many Problem Between Us
39 There Are Too Many Problems Between Us (Thirty Nine)
40 There Are Too Many Problems Between Us (Fourty)
41 Luciana Side Story (Fourty One)
42 Kontratransferensi Case One: The Whispers (Fourty Two)
43 Kontratransferensi Case One: The Whispers (Fourty Three)
44 Kontratransferensi Case One: The Whispers (Fourty Four)
45 Kontratransferensi Case One: The Whispers (Fourty Five)
46 Kontratransferensi Case One: The Whispers (Fourty Six)
47 Kontratransferensi Case One: The Whispers (Fourty Seven)
48 Kontratransferensi Case Two: Body Lips and Eyes (Fourty Eight)
49 Case Two: Body Lips and Eyes (Fourty Nine)
50 Case Two: Body Lips and Eyes (Fifty)
51 Case Two: Body Lips and Eyes (Fifty One)
52 Case Two: Body Lips and Eyes (Fifty Two)
53 Case Two: Body Lips and Eyes (Fifty Three)
54 Body Lips and Eyes (Fifty Four)
55 Case Two: If Our Love Is Wrong (Fifty Five)
56 Case Two: If Our Love Is Wrong (Fifty Six)
57 Case Two: Body Lips and Eyes (Fifty Seven)
58 Case Two: Body Lips and Eyes (Fifty Eight)
59 Case Two: Body Lips and Eyes (Fifty Nine)
60 Case Two: Body Lips and Eyes (Sixty)
61 Case Two: Body Lips and Eyes (Sixty One)
62 Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Two)
63 Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Three)
64 Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Four)
65 Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Five)
66 Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Six)
67 Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Seven)
68 Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Eight)
69 Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Nine)
70 Case Three: Stockholm Syndrome (Seventy)
71 Case Four: Obsessed (Seventy One)
72 Case Four: Obsessed (Seventy Two)
73 Case Four: Obsessed (Sebenty Three)
74 Case Four: Obsessed (Seventy Four)
75 Case Four: Obsessed (Seventy Five)
76 Case Four: Obsessed (Seventy Six)
77 Case Four: Obsessed (Seventy Seven)
78 Case Four: Obsessed (Seventy Eight)
79 Fine (Seventy Nine)
80 Fine (Eighty)
81 Fine (Eighty One)
82 Fine (Eigthy Two)
83 Fine (Eighty Three)
84 Fine (Eighty Four)
85 Fine (Eighty Five)
86 I Got Love (Eighty Six)
87 I Got Love (Eighty Seven)
88 I Got Love (Eighty Eight)
89 I Got a Love (Eighty Nine)
90 I Got A Love (Ninety)
91 I Got A Love (Ninety One)
Episodes

Updated 91 Episodes

1
Becoming A Helper (One)
2
Becoming A Helper (Two)
3
On Being Therapist (Three)
4
On Being Therapist (Four)
5
On Being Therapist (Five)
6
Crazy Guy (Six)
7
Crazy Guy (Seven)
8
Crazy Guy (Eight)
9
Crazy Guy (Nine)
10
Imperfect Therapist (Ten)
11
Imperfect Therapist (Eleven)
12
Imperfect Therapist (Twelve)
13
Imperfect Therapist (Thirteen)
14
Imperfect Therapist (Fourteen)
15
Imperfect Therapist (Fifteen)
16
Scared To Be Lonely (Sixteen)
17
Scared To Be Lonely (Seventeen)
18
Scared To Be Lonely (Eighteen)
19
Scared To Be Lonely (Nineteen)
20
Scared To Be Lonely (Twenty)
21
Episode 21
22
Rely On You (Twenty Two)
23
Rely On You (Twenty Three)
24
His Misstres (Twenty Four)
25
His Misstres (Twenty Five)
26
His Mistress (Twenty Six)
27
Extinction (Twenty Seven)
28
Extinction (Twenty Eight)
29
Extinction (Twenty Nine)
30
Forcing Comformity (Thirty)
31
Forcing Comformity (Thirty One)
32
I Never knew I had a Choice (Therty Two)
33
I Never Kner I Had a Choice (Thirty Three)
34
I Never Knew I Had a Choice
35
I Never Knew I Had a Choice (Thirty Five)
36
I Never Knew I Had a Choice (Thirty Six)
37
I Never Knew I Had a Choice (Thirty Seven)
38
Sequel Kontratransferensi: There Are Too Many Problem Between Us
39
There Are Too Many Problems Between Us (Thirty Nine)
40
There Are Too Many Problems Between Us (Fourty)
41
Luciana Side Story (Fourty One)
42
Kontratransferensi Case One: The Whispers (Fourty Two)
43
Kontratransferensi Case One: The Whispers (Fourty Three)
44
Kontratransferensi Case One: The Whispers (Fourty Four)
45
Kontratransferensi Case One: The Whispers (Fourty Five)
46
Kontratransferensi Case One: The Whispers (Fourty Six)
47
Kontratransferensi Case One: The Whispers (Fourty Seven)
48
Kontratransferensi Case Two: Body Lips and Eyes (Fourty Eight)
49
Case Two: Body Lips and Eyes (Fourty Nine)
50
Case Two: Body Lips and Eyes (Fifty)
51
Case Two: Body Lips and Eyes (Fifty One)
52
Case Two: Body Lips and Eyes (Fifty Two)
53
Case Two: Body Lips and Eyes (Fifty Three)
54
Body Lips and Eyes (Fifty Four)
55
Case Two: If Our Love Is Wrong (Fifty Five)
56
Case Two: If Our Love Is Wrong (Fifty Six)
57
Case Two: Body Lips and Eyes (Fifty Seven)
58
Case Two: Body Lips and Eyes (Fifty Eight)
59
Case Two: Body Lips and Eyes (Fifty Nine)
60
Case Two: Body Lips and Eyes (Sixty)
61
Case Two: Body Lips and Eyes (Sixty One)
62
Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Two)
63
Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Three)
64
Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Four)
65
Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Five)
66
Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Six)
67
Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Seven)
68
Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Eight)
69
Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Nine)
70
Case Three: Stockholm Syndrome (Seventy)
71
Case Four: Obsessed (Seventy One)
72
Case Four: Obsessed (Seventy Two)
73
Case Four: Obsessed (Sebenty Three)
74
Case Four: Obsessed (Seventy Four)
75
Case Four: Obsessed (Seventy Five)
76
Case Four: Obsessed (Seventy Six)
77
Case Four: Obsessed (Seventy Seven)
78
Case Four: Obsessed (Seventy Eight)
79
Fine (Seventy Nine)
80
Fine (Eighty)
81
Fine (Eighty One)
82
Fine (Eigthy Two)
83
Fine (Eighty Three)
84
Fine (Eighty Four)
85
Fine (Eighty Five)
86
I Got Love (Eighty Six)
87
I Got Love (Eighty Seven)
88
I Got Love (Eighty Eight)
89
I Got a Love (Eighty Nine)
90
I Got A Love (Ninety)
91
I Got A Love (Ninety One)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!