Becoming A Helper (Two)

        “Aku tidak mau kau mengatur hidupku terlalu jauh, aku tidak bisa menjadi isteri ideal yang hanya berdiam diri di rumah. Catwalk adalah hidupku, aku tidak mungkin meninggalkannya!”

            Joey menatap datar isterinya yang sedang berteriak-teriak dengan tak tahu malu di kantornya. Pertengkaran antara dirinya dan Jihyun memang sudah terjadi sejak berbulan-bulan yang lalu. Isterinya yang keras kepala itu tidak pernah mau meninggalkan dunia hiburan yang selama ini telah membesarkan namanya. Wanita itu tidak suka ketika Joey memintanya untuk tinggal di rumah dan hanya melayaninya sebagai isteri. Sedangkan sebagai seorang suami, Joey merasa jika ia sudah cukup mampu untuk membiayai semua kebutuhan isterinya tanpa perlu sang isteri bekerja lagi. Daripada menghabiskan waktu di luar rumah dengan bersenang-senang bersama teman-temannya, Joey lebih senang jika Jihyun berada di rumah dan menjadi isteri yang manis untuknya.

            “Lakukan apapun kau kau suka, aku tidak peduli.” komentar Joey. Jihyun tersenyum puas. Menyeringai penuh kemenangan dari kursinya sambil memandang Joey dari kejauhan yang sedang berkutat dengan berkas-berkas kantornya.

            “Sebagai suami, kau memang harus memberiku kelonggaran. Pekerjaan isteri bukan hanya sebatas melayani suami di rumah. Aku juga membutuhkan waktu pribadi untuk kuhabiskan bersama teman temanku di luar rumah. Jika kau tidak bisa memahami kondisiku, kau bisa menceraikanku sekarang.” Tantang Jihyun penuh arogansi. Joey langsung mendongak cepat dan memberikan tatapan tajam pada Jihyun.

            “Kau boleh melakukan apapun sesukamu, asal kau tidak memintaku untuk menceraikanmu.”

            Selalu saja ia menjadi pihak yang harus mengalah. Dalam segala hal dan keputusan, selalu Jihyun yang memegang kendali. Terkadang ia merasa seperti seorang pecundang ketika Jihyun telah mendominasinya. Tapi ia juga tidak bisa berbuat apapun karena ia tidak mau kehilangan Jihyun. Jihyun adalah cinta pertamanya, sekaligus cinta sejatinya. Sejak bertemu Jihyun empat tahun yang lalu, ia langsung jatuh hati pada wanita itu dan tidak mau menggantikan Jihyun dengan wanita lain. Hanya saja akhir-akhir ini Jihyun terlihat semakin menyebalkan di depannya. Ditambah lagi wanita itu menolak keras keinginannya untuk segera memiliki keturunan. Padahal usianya sudah menginjak tiga puluh tiga tahun. Ia memerlukan penerus untuk kerajaan bisnisnya. Sementara itu Jihyun masih enggan untuk meninggalkan dunia entertainment yang selama ini telah ditekuninya sejak lama. Jadi satu-satunya hal yang bisa ia lakukan adalah mengalah. Sekali lagi ia akan mengalah pada Jihyun demi keharmonisan hubungan rumah tangga mereka.

            “Nah, tetaplah seperti itu sayang. Suatu saat aku pasti akan memberimu keturunan, hanya saja kau perlu bersabar sedikit lebih lama lagi. Kemarin aku baru saja mendapatkan tawaran untuk menjadi model Victoria Secret. Kau tahu sendiri kan bagaimana perjuanganku untuk mendapatkan tawaran itu, jadi aku harus berusaha keras mulai sekarang agar tubuhku tetap ramping dan seksi hingga kontrakku dan Victoria Secret berakhir. Kalau begitu aku pergi, semoga harimu indah sayang. Aku mencintaimu.”

            Joey menerima satu kecupan singkat dari Jihyun dengan wajah datar tanpa selera. Kecupan yang diberikan Jihyun justru membuat moodnya semakin hancur karena wanita itu lagi-lagi meninggalkannya dalam keadaan kalah. Kalah di bawah dominasi wanita itu dan membuatnya harus rela membagi tubuh menawan isterinya untuk dinikmati orang lain.

            “Shit! Wanita sialan!” maki Joey pada udara kosong. Ia memukul meja di depannya keras dan membuat beberapa kertas yang sedang ia tekuni berhamburan ke atas lantai. Jika sudah seperti ini, ia akan kehilangan selera untuk melakukan apapun. Ia kehilangan selera untuk mengerjakan tugas-tugasnya yang menumpuk dan ia akan semakin mendapatkan masalah dari kliennya yang selalu tidak puas dengan hasil kerjanya yang kacau.

Tok tok tok

            “Joey, kau sudah... Wow, apa yang  baru saja terjadi?”

            Spencer masuk ke dalam ruangan Joey dan langsung dibuat terkejut dengan keadaan Joey yang sangat berantakan. Kertas-kertas penting terlihat berhamburan di atas lantai, dan kondisi sahabat sekaligus atasannya itu juga terlihat memprihatinkan dengan dasi yang sudah dilempar asal ke atas meja. Bahkan ia sempat menginjak salah satu kertas saham milik Joey bernilai jutaan dolar yang bertebaran di atas lantai. Untung saja alas sepatunya tidak membuat kertas itu terlalu kotor, sehingga ia langsung memungut semua kertas-kertas itu dan menyusunnya secara rapi di atas meja kerja Joey yang berantakan.

            “Ini pasti karena Jihyun lagi.” tebak Spencer. Memang benar. Dalam sejarah kehidupan Joey Lee, hanya Jihyun yang mampu membuat pria itu tampak sekacau ini. Bahkan ketika Joey kehilangan tender bernilai milyaran dolar, pria itu tidak pernah sekacau ini. Ia hanya duduk santai di atas singgasananya sambil menikmati sebotol vodka dan alunan musik klasik karya Mozart yang terkenal di era seribu delapan ratusan.

            “Ia mengancamku lagi Spenc, dan kali ini dengan perceraian. Sial!” maki Joey lagi. Entah akan ada berapa makian yang didengar Spencer siang ini. Yang jelas ia akan segera berubah menjadi buku diary hidup untuk Joey dengan segala keluh kesah pria itu.

            “Lalu? Apa yang membuatnya mengancammu dengan perceraian?”

            “Aku memintanya untuk berhenti dari dunia entertainer. Apa menurutmu permintaanku itu sangat sulit? Untuk apa ia bekerja jika aku sudah bisa mencukupi semua kebutuhannya?”

            “Well, mungkin baginya permintaanmu itu sangat sulit.” jawab Spencer. Ia sendiri cukup bingung bagaimana cara memberi saran pada Joey karena ia sendiri tidak terlalu berpengalaman dalam urusan rumah tangga yang rumit seperti milik Joey. Selama ini hidupnya tenang dan damai. Ia memiliki satu orang isteri bernama Alice Kim dan satu orang anak laki-laki berusia dua tahun bernama Mark Lee. Kehidupannya sudah sangat indah hingga sejauh ini. Bila ia memiliki masalah dengan Alicepun, masalahnya tidak sampai serumit Joey. Ia hanya akan bertengkar dengan Alice di pagi hari, kemudian di sore hari saat ia pulang dari kantor semuanya akan membaik, seolah-olah mereka tidak pernah melakukan apapun dan kembali menjadi keluarga bahagia yang harmonis.

            “Aku benar-benar frustrasi dengan kehidupan rumah tanggaku yang rumit ini. Kenapa aku tidak memiliki kehidupan rumah tangga yang indah sepertimu? Kau memiliki isteri yang cantik dan juga seorang anak laki-laki yang lucu. Kehidupanmu sangat sempurna, sedangkan kehidupan rumah tanggaku? Hmm.. sangat buruk! Lebih buruk dari sebuah gempa bumi dan bencana alam yang lain.”

            Spencer mengedikan bahunya ringan dan tampak tidak bisa berkomentar apapun. Menurutnya

ia memang beruntung karena memiliki Alice. Apa jadinya bila dulu ia tidak bertemu Alice, ia pasti juga akan sama mengenaskannya seperti Joey, karena ia sebenarnya bukanlah pria yang cukup baik di masa lalu. Dulu ia hanyalah seorang pria biasa, dengan kepintaran yang biasa-biasa saja, namun player. Dulu ia benar-benar player yang setiap minggunya akan menggandeng wanita yang berbeda. Beruntung saat itu ia berteman Joey, sehingga ia bisa meminta bantuan pada sahabatnya itu untuk meminjam mobil atau meminjam uang agar terlihat lebih

keren di hadapan wanita-wanitanya. Namun kebiasaan buruk itu segera hilang ketika ia mengenal Alice dan menjadikan wanita itu sebagai kekasihnya. Alice yang lembut dan tidak terlalu banyak menuntut membuat Spencer kagum pada sosok wanita itu. Ia yang awalnya hanya akan menjalin hubungan selama satu minggu bersama Alice kemudian memperpanjangnya menjadi satu bulan. Setelah satu bulan, ia merasa tidak bisa berpisah dari Alice dan memutuskan untuk menjadikan Alice sebagai kekasih abadinya. Ia akhirnya melamar Alice dan menikahi Alice setelah ia yakin jika Alice memanglah wanita yang ditakdirkan Tuhan untuk menemani masa tuanya yang suram nanti. Lalu mengenai Joey.... Dulu pria itu tidak senakal Spencer. Joey Lee adalah pria aristrokat sejati yang sangat menjunjung tinggi sebuah cinta. Selama sejarah hidupnya, ia tidak pernah sedikitpun mengecewakan

wanita. Justru ia yang sering mendapatkan kekecewaan karena wanita yang dikencaninya selalu membuatnya bermasalah. Pernah ketika senior high school ia memergoki kekasihnya sedang berciuman dengan salah satu rivalnya di sekolah, padahal selama ini ia telah memberikan apapun yang diinginkan oleh kekasihnya itu.

Uang, sepatu bermerk, tas, gaun, dan segala macam pernak pernik wanita seharga ratusan ribu dolar sudah ia berikan, tapi yang ia dapatkan justru sebuah pengkhianatan. Tapi apa yang terjadi pada Joey bukan berarti karena ia adalah pria lemah dan idiot, tapi ia hanya terlalu menghargai perasaan wanita sehingga ia dapat dengan mudah dimanfaatkan oleh wanita-wanita licik itu.

            “Mungkin sudah saatnya kau mendatangi psikolog untuk mengonsultasikan masalahmu.”

            “Apa kau pikir aku gila? Aku masih lebih dari waras untuk menyelesaikan masalahku sendiri. Lagipula aku hanya meminta sedikit saranmu sebagai seorang teman, bukannya memintamu untuk menyuruhku mendatangi psikolog.” ucap Joey gusar. Siang ini ia sudah terlalu frustrasi dengan masalah isterinya hingga hal-hal kecil seperti pergi ke psikolog dapat membuat emosinya semakin memuncak. Lagipula apa yang dikatakan oleh Spencer tidak ada salahnya jika dicoba. Pria itu sudah memberikan saran yang tepat sebagai seorang sahabat.

            “Kau memang belum gila, tapi kau akan segera gila. Lihatlah bayangan dirimu di cermin, kau sangat berantakan! Bagaimana jika klienmu melihatmu yang sangat berantakan seperti ini? Mereka akan membatalkan niat mereka untuk berinvestasi di perusahaanmu. Lagipula mendatangi seorang psikolog bukan berarti karena kau gila, tapi kau bisa meminta sedikit nasihat darinya agar kau bisa segera menemukan jawaban dari permasalahan yang kau hadapi. Ini, kebetulan aku baru saja mendapatkan brosur mengenai seorang psikolog hebat yang bekerja di biro konsultasi milik pemerintah. Siapa tahu kau tertarik, kau bisa pergi ke kantornya untuk melakukan konsultasi masalah pernikahanmu yang rumit.”

            Spencer meletakan selembar kertas yang sudah tampak kusut di atas meja Joey. Sepertinya kertas itu baru saja diremas-remas Spencer dan langsung dimasukan ke dalam saku saat ia sedang dalam perjalanan menuju kantor, karena brosur itu ia dapatkan dari seorang pemuda penjual koran yang tadi sempat menawarkan koran padanya.

            “Aku tidak berminat.” tolak Joey mentah-mentah. Ia hanya menatap sekilas gumpalan kertas itu tanpa berniat menyentuhnya atau membacanya. Namun Spencer tetap meninggalkannya di sana tanpa berniat untuk mengambilnya lagi.

            “Suruh sekretarismu membuangnya nanti. Sekarang aku membutuhkan laporan keuangan minggu lalu untuk kuaudit ulang, ada beberapa selisih angka yang baru kusadari. Aku lupa memasukan pengeluaran perusahaan minggu lalu yang digunakan untuk memberikan tunjangan pada karyawan pensiun.”

            Joey menunjuk map merah di sisi kanannya malas-malasan sambil menyuruh Spencer untuk mengambilnya sendiri.

            Setelah Spencer pergi, ia kembali berkutat dengan seluruh pekerjaanya yang sempat ia

tinggalkan. Sambil mengecek laporan bulanan perusahaanya, Joey sedikit melirik kertas lusuh yang diletakan Spencer di atas mejanya. Entah kenapa ia cukup penasaran dengan isi kertas itu dan memutuskan untuk mengambilnya. Ia membaca seluruh informasi yang tertera di dalam kertas itu sambil berpikir cukup keras mengenai saran yang diberikan Spencer.

            “Apa aku harus menemui konselor ini?” tanya Joey pada dirinya sendiri. Ia membaca cv singkat sang konselor yang tertera di sana sambil menimbang-nimbang keuntungan yang mungkin akan ia dapatkan setelah mendatangi konselor itu.

            “Mungkin memang konselor ini jalan keluar untuk masalahku.” pikir Joey akhirnya sambil memasukan kertas lusuh itu ke dalam saku kemejanya. Sore ini juga, selepas jam kantornya selesai, ia akan mendatangi konselor itu untuk menemukan jawaban dari seluruh masalah pelik yang menimpanya akhir-akhir ini.

-00-

            Luciana menghela napasnya panjang. Lagi-lagi ia harus menyaksikan drama menyedihkan yang dimainkan oleh kliennya. Siang ini ia mendapatkan klien yang cukup... menyebalkan untuknya. Ia adalah wanita yang hendak melakukan percobaan bunuh diri minggu lalu, tapi menurutnya wanita itu hanya mencari perhatian. Dari semua tanda-tanda yang ditunjukan wanita itu selama melakukan sesi konseling, ia yakin jika wanita itu benar-benar hanya ingin mencari perhatian dari keluarga mendiang suaminya yang cukup kaya agar mendapatkan harta warisan yang lebih banyak.

            “Nona.. hiks hiks hiks, aku ingin menyusul suamiku ke surga. Aku tidak kuat jika harus membesarkan anak-anakku sendiri dengan biaya hidup yang semakin membengkak.”

            “Nyonya, pikirkanlah masa depan anak anda jika anda ingin melakukan bunuh diri. Anda seharusnya merawat anak anda dengan baik agar anak anda kelak dapat mewarisi perusahaan milik mendiang suami anda.” Ucap Luciana memberi saran. Seketika wanita itu menghentikan tangisannya sambil memadang Luciana berbinar-binar, seperti baru saja mendapatkan undian jakpot bernilai jutaan dollar.

            “Kau benar nona Im, aku seharusnya membesarkan anak-anakku dengan baik. Jika aku mati, anak-anakku akan terlantar dan seluruh harta warisan mendiang suamiku akan jatuh ke tangan adiknya yang serakah itu. Huh, itu benar-benar tidak bisa dibiarkan.” ucap wanita itu berapi-api. Luciana hanya dapat mengangguk-anggukan kepalanya sebagai respon tanpa berniat untuk masuk terlalu dalam pada masalah kliennya yang mulai tidak waras ini. Untung saja ia hanya anak tunggal di keluarganya, jika ia memiliki saudara serakah seperti wanita di depannya, ia justru akan membiarkannya mati daripada ia hidup, namun hanya menyusahkan orang lain dengan sikapnya yang tak tahu malu.

            “Jadi sekarang anda telah menyadari kesalahan anda dan apa yang harus anda lakukan setelah ini? Tolong jangan sia-siakan hidup anda hanya karena masalah kecil, sesungguhnya ada banyak orang di luar sana yang memiliki masalah yang lebih berat dari anda.”

            “Hmm ya, aku mengerti. Terimakasih nona Im atas saran yang telah kau berikan padaku. Aku... sekarang mengerti apa yang harus kulakukan. Setelah ini aku akan mendidik anak-anakku dengan baik agar kelak mereka menjadi pria sejati yang sukses dan bisa mengambil seluruh harta warisan milik suamiku dari keluarganya.”

            Luciana hanya tersenyum kaku menanggapi ucapan wanita itu dan segera menyuruhnya keluar dari ruangannya karena ia mulai gila setelah menangani wanita itu. Lebih dari dua jam waktunya hari ini hanya digunakan untuk melayani seorang klien menyebalkan dengan masalah fiktif. Sebenarnya hal itu sudah sering terjadi padanya, namun tetap saja ia merasa gusar dengan orang-orang yang selalu berlebihan dalam menyikapi masalah mereka. Bahkan ia pikir ada lebih banyak masalah yang seharusnya mereka khawatirkan daripada hanya sekedar harta atau cinta, tapi tetap saja beberapa dari klienya bersikap berlebihan saat kehilangan cinta atau harta dari kehidupan mereka.

            “Apa ia sudah pergi?” tanya Luciana pada Jihoo dari ujung pintu kantornya. Jihoo menganggukan kepalanya dua kali sambil menunjuk arah pintu keluar yang baru saja dilewati oleh klien menyebalkannya itu.

            “Aku menyesal telah menerimanya hari ini, karena celotehan tidak pentingnya kita sampai menolak beberapa klien yang mungkin benar-benar membutuhkan bantuan kita hari ini.” keluh Luciana. Jihoo meringis kecil melihat keletihan yang tercetakjelas di wajah Luciana. Ia sangat tahu bagaimana perasaan Luciana saat berhadapan dengan klien-klien menyebalkan seperti itu karena ia juga pernah mengalaminya beberapa kali ketika harus menggantikan posisi Luciana sebagai konselor.

            “Istirahatlah, ini jam makan siang. Kau tidak menjemput Alyena?”

            “Aku membawa bekal, dan Aleyna hari ini menginap di rumah Karen, jadi aku tidak perlu menjemputnya siang ini.”

            “Kau tidak kesepian di rumah tanpa Aleyna? Tumben kau mengijinkannya menginap di rumah Karen.” tanya Jihoo heran. Tidak biasanya Luciana membiarkan putri kecilnya pergi berjauhan dengannya. Bahkan ketika Aleyna mengikuti acara mini camp di sekolahnya, Luciana sampai menyusul Aleyna di sekolahnya karena ia tidak tahan berjauhan terlalu lama dengan putri kecilnya yang menggemaskan itu.

            “Malam ini aku juga akan menginap di rumah Karen.” Cengir Luciana malu. Ia sadar jika sikapnya yang over protective pada Aleyna itu memang sudah keterlaluan. Tapi ia sendiri juga tidak bisa mengendalikannya. Mungkin jika ia hanya orang biasa, ia sudah tergolong sebagai seseorang yang membutuhkan terapi dari seorang konselor. Bagaimanapun seorang konselor sepertinya juga manusia biasa. Mereka tidak selamanya menjadi penolong, ada kalanya mereka juga berada di posisi dimana mereka harus ditolong oleh orang lain.

            “Sudah kuduga, kau tidak mungkin membiarkan Aleyna berkeliaran terlalu jauh dari hidupmu. Kupikir sebenarnya kau ini cukup sakit dan perlu mendapatkan penanganan dari konselor.”

            “Hey, aku juga manusia biasa. Lagipula hari ini Karen di rumah sendiri, suaminya pergi ke Busan selama dua hari untuk urusan pekerjaan, jadi apa salahnya jika aku dan Aleyna menginap di sana? Mungkin dengan begitu aku bisa melupakan sedikit kejenuhan pikiranku.”

            “Selamat siang.”

            Luciana dan Jihoo kompak menoleh kearah suara ketika tiba-tiba mereka mendapatkan sapaan selamat siang dari seseorang yang tidak mereka kenal.

            “Selamat siang, ada yang bisa kami bantu?” sapa Luciana ramah. Wibawanya sebagai konselor muncul begitu saja setelah seorang calon klien mendatanginya secara tiba-tiba. Padahal sebelumnya ia sedang sibuk bercanda dengan Jihoo hingga mengeluarkan suara yang cukup keras.

            “Maaf, apa aku datang di waktu istirahat? Aku ke sini untuk melakukan konsultasi masalah putriku.”

            Luciana menatap putri calon kliennya yang terlihat berbeda dari anak-anak seusianya. Gadis kecil yang ia perkirakan berusia empat tahun itu memiliki pandangan tidak fokus dan seperti sedang bermain-main dengan imajinasinya. Dari tanda-tanda yang ditunjukan gadis kecil itu, mungkin ia mengalami gangguan retardasi mental atau autis.

            “Oh silahkan masuk ke dalam ruangan saya, kebetulan jam istirahat saya cukup fleksibel.” ucap Luciana ramah. Ia tidak akan tega menolak seorang klien yang benar-benar membutuhkan pertolongannya seperti ini. Apalagi calon kliennya ini tidak mungkin akan menceritakan cerita fiktif seperti kliennya yang sebelumnya.

            “Jihoo, tolong kau siapkan alat-alat tes untuk putrinya.”

            “Baik, tunggu sebentar.”

            Setelah memberi perintah pada Jihoo, Luciana segera membawa masuk klieannya ke dalam ruangan tertutup untuk melakukan sesi konseling yang rahasia. Selama menjadi konselor, Luciana selalu memastikan jika seluruh masalah yang diceritakan oleh kliennya akan terjaga kerahasiannya. Ia tidak pernah sekalipun melanggar kode etik profesinya mengenai kerahasiaan cerita klien karena ia cukup menghormati pengalaman masa lalu kliennya yang sebagian besar berisi pengalaman buruk.

-00-

            Joey berdiri di depan kantor biro konseling milik negara sambil menggenggam kertas lusuh yang siang tadi ditinggalkan Spencer di mejanya. Sejak tadi ia hanya berdiri di sana dan tampak ragu untuk masuk ke dalam. Egonya sebagai pria terhormat dengan segala harga dirinya yang setinggi langit membuatnya ragu untuk masuk dan melakukan sesi konseling bersama konselor yang telah disebutkan di dalam kertas lusuh yang digenggamnya.

            “Ck, memalukan!” Decak Joey pelan, namun ia memutuskan untuk berjalan masuk ke dalam gedung itu. Kali ini ia memutuskan untuk sedikit berdamai dengan egonya demi hubungan rumah tangganya yang lebih baik. Ia sudah bertekad akan berubah menjadi Joey yang lebih tegas setelah ini. Ia tidak mau diatur oleh isterinya lagi.

            “Maaf jam untuk konseling kami telah berakhir.”

            Ketika melangkah melewati pintu kaca bening di depannya, Joey langsung mendapatkan kesan buruk karena ia baru saja ditolak. Tapi ia sudah terlanjur datang. Ia sudah menurunkan semua egonya demi menginjakan kaki di sini, jadi ia tidak akan mundur dengan mudah.

            “Tapi aku membutuhkan sesi konseling saat ini juga. Aku sedang menghadapi masalah serius.”

            Sisi dominan dan arogan Joey mulai muncul. Ia kini terlihat begitu garang dengan mimik piasnya yang tercetak jelas di wajah aristrokatnya.

            “Maaf, anda bisa datang lagi besok pukul sembilan. Saat ini konselor kami sudah pulang.”

            “Ck, tidak profesional. Di sini tertulis jika jam konseling akan dilayani hingga pukul lima, ini bahkan masih kurang lima menit sebelum pukul lima. Seharusnya kalian masih menyediakan jasa konseling hingga pukul lima nanti.” ucap Joey keras kepala. Petugas resepsionis itu terlihat mulai gusar dengan sikap Joey yang semakin menjadi-jadi di depannya. Seumur hidup ia bekerja di sana, ia belum pernah menemukan seorang klien yang sangat menyebalkan seperti Joey.

            “Anda tidak mungkin akan melakukan sesi konseling dalam waktu lima menit tuan. Jadi sebaiknya anda datang lagi besok untuk melakukan sesi konseling sesuai dengan prosedur kantor kami.” ucap petugas resepsionis itu mencoba bersabar. Ekor matanya perlahan-lahan mulai memberikan kode pada petugas keamanan yang sedang berdiri tak jauh darinya. Setelah ini ia benar-benar akan meminta petugas keamanan itu untuk menyeret Joey jika pria itu tetap saja bersikeras untuk melakukan sesi konseling di jam pulang seperti ini.

            “Tidak bisa, aku harus melakukan sesi konseling hari ini. Masalahku sangat mendesak.” tolak Joey mentah-mentah. Ia benar-benar akan masuk sendiri ke semua ruangan di gedung itu demi mencari satu konselor yang bersedia memberikan solusi atas masalahnya. Lagipula ia tidak yakin jika besok ia masih memiliki pikiran gila seperti sore ini yang memutuskan untuk menerima saran dari Spencer. Bisa saja besok pikiran warasnya telah kembali dan ia tidak akan mendatangi tempat ini untuk melakukan sesi konseling.

            “Maaf tuan, anda tidak bisa melakukannya saat ini. Jika anda terus bersikeras seperti itu, saya akan meminta petugas keamanan untuk menyeret anda keluar dari sini.” peringat petugas resepsionis itu tegas. Bersamaan dengan itu, Luciana muncul dari dalam lift dan melihat keributan yang terjadi anatar Jang Nara, dan

seorang pria asing yang terlihat begitu marah dengan wajah merah padam.

            “Ada apa ini?” Tanya Luciana heran. Kedua manusia itu secara bersamaan menoleh kearah Luciana dengan berbagai macam ekspresi yang tidak bisa dimengerti Luciana dengan jelas.

            “Nona Im, pria ini bersikeras untuk melakukan sesi konseling di jam tutup kantor. Saya menyuruhnya untuk datang lagi besok, tapi ia menolak dan justru membuat keributan.”

            “Maaf, apakah anda...”

            “Aku ingin melakukan sesi konseling sekarang.” Potong Joey cepat. Luciana langsung memejamkan matany sejenak demi menetralkan emosinya yang bisa saja ikut tersulut seperti Nara.

            “Tapi tuan jam konseling sudah berakhir. Saya harus pulang untuk mengurus putri saya.”

            “Itu bukan alasan nona. Bahkan ini masih pukul lima kurang satu menit, kau harus bersikap profesional seperti apa yang tertera di kertas ini.” Tunjuk Joey pada kertas brosur lusuh yang digengganggamnya. Seketika Luciana menjadi dongkol dan ingin menyuruh kedua petugas keamanan itu untuk menyeret Joey keluar. Tapi

melihat kesungguhan yang terlihat di mata Joey membuatnya tidak tega dan memutuskan untuk memberi Joey kesempatan sore ini.

            “Baiklah, anda bisa melakukan sesi konseling sekarang. Tapi waktu saya tidak banyak, saya hanya bisa memberikan anda waktu satu jam. Bagaimana?” Tawar Luciana mencoba kalem. Hari ini benar-benar hari yang penuh ujian untuknya karena dalam satu hari ia telah dihadapkan dengan dua manusia yang sangat menyebalkan dan juga keras kepala.

            “Tidak masalah, aku hanya ingin tahu apakah kau benar-benar memiliki kredibilitas tinggi seperti apa yang tertulis di kertas ini.”

            Luciana seketika ingin menendang Joey jauh-jauh dari kantornya dengan heels tujuh senti yang saat ini sedang ia gunakan. Pria itu, setelah menguji kesabarannya dengan semua sikap keras kepalanya, ia masih saja membuat masalah dengan mencibir kredibilitasnya. Ia akan buktikan pada pria itu jika ia memiliki kredibilitas

dan juga kemampuan yang hebat sebagai seorang konselor. Ia pastikan setelah ini pria itu akan bertekuk lutut di bawah kakinya karena dan menelan bulat-bulat seluruh arogansinya hingga tersedak.

            “Silahkan anda isi form data-data ini terlebihdahulu.”

            Luciana meletakan selembar kertas putih yang berisi data diri yang harus Joey isi. Namun Joey sudah terlebihdulu memperlihatkan keengganannya dengan mendorong jauh-jauh kertas itu dari hadapannya.

            “Apakah perlu data-data seperti itu? Yang kubutuhkan saat ini adalah sesi konseling, bukan sesi mengisi data diri yang tidak penting seperti itu.”

            “Tapi anda harus mengisinya sebagai arsip untuk kami. Lagipula latar belakang kehidupan anda sangat penting untuk menganalisa lebih jauh masalah yang sedang anda hadapi.”

            “Jadi kau tidak bisa memberikanku solusi hanya dengan sekali bercerita? Payah!” cibir Joey sakarstik. Luciana menghembuskan napasnya panjang-panjang, mencoba bersabar dengan sikap kliennya yang sangat menjengkelkan sore ini. Diliriknya jam hitam yang melingkar di pergelangan tangannya. Ia sudah menghabiskan tujuh menit waktunya hanya untuk meminta pria itu mengisi form data diri. Jika pria itu terus bersikap keras kepala seperti itu, maka sesi konseling yang mereka lakukan akan berlangsung lebih lama dari waktu yang sebelumnya ia janjikan. Tidak! Ia tidak mau pulang lebih lama lagi dari waktu yang seharusnya. Ia sudah merindukan Aleyna, ia sudah tidak sabar untuk mendengar celotehan gadis mungil itu hari ini.

            “Jika anda tidak mau mengisinya, maka saya yang akan mengisikannya untuk anda. Anda hanya perlu menjawab setiap pertanyaan yang saya ajukan, dan setelah itu saya akan mencatatnya di sini. Kali ini saya mohon kerjasamanya tuan, sesi konseling ini tidak akan segera dimulai jika anda terus bersikap keras kepala dan tidak mau bekerjasama dengan kami.”

            “Baiklah, selesaikan dengan cepat.”

            Luciana akhirnya bisa menghembuskan napasnya lega setelah Joey menyatakan kesediaannya untuk bekerjasama dengannya. Meskipun ia tidak yakin jika sesi konseling selanjutnya akan berjalan dengan baik, tapi setidaknya untuk langkah pertama ia sudah berhasil melaluinya dengan lancar tanpa perlawanan yang cukup berarti dari pria asing di depannya.

Terpopuler

Comments

I n c a s s a b l e

I n c a s s a b l e

Maaf, bukan menggurui, tapi bukannya ejaan isteri yang benar itu 'istri'? kalau salah, saya minta maaf, saya juga sedang berusaha memperbaiki tulisan saya! jika ada waktu mampir, ya, di karya saya! overall, karya kamu bagus, tapi agak sedikit bertele-tele. Sama sama kembangin bakat menulis yuk, kita saling feedback ya!

2020-01-04

0

lihat semua
Episodes
1 Becoming A Helper (One)
2 Becoming A Helper (Two)
3 On Being Therapist (Three)
4 On Being Therapist (Four)
5 On Being Therapist (Five)
6 Crazy Guy (Six)
7 Crazy Guy (Seven)
8 Crazy Guy (Eight)
9 Crazy Guy (Nine)
10 Imperfect Therapist (Ten)
11 Imperfect Therapist (Eleven)
12 Imperfect Therapist (Twelve)
13 Imperfect Therapist (Thirteen)
14 Imperfect Therapist (Fourteen)
15 Imperfect Therapist (Fifteen)
16 Scared To Be Lonely (Sixteen)
17 Scared To Be Lonely (Seventeen)
18 Scared To Be Lonely (Eighteen)
19 Scared To Be Lonely (Nineteen)
20 Scared To Be Lonely (Twenty)
21 Episode 21
22 Rely On You (Twenty Two)
23 Rely On You (Twenty Three)
24 His Misstres (Twenty Four)
25 His Misstres (Twenty Five)
26 His Mistress (Twenty Six)
27 Extinction (Twenty Seven)
28 Extinction (Twenty Eight)
29 Extinction (Twenty Nine)
30 Forcing Comformity (Thirty)
31 Forcing Comformity (Thirty One)
32 I Never knew I had a Choice (Therty Two)
33 I Never Kner I Had a Choice (Thirty Three)
34 I Never Knew I Had a Choice
35 I Never Knew I Had a Choice (Thirty Five)
36 I Never Knew I Had a Choice (Thirty Six)
37 I Never Knew I Had a Choice (Thirty Seven)
38 Sequel Kontratransferensi: There Are Too Many Problem Between Us
39 There Are Too Many Problems Between Us (Thirty Nine)
40 There Are Too Many Problems Between Us (Fourty)
41 Luciana Side Story (Fourty One)
42 Kontratransferensi Case One: The Whispers (Fourty Two)
43 Kontratransferensi Case One: The Whispers (Fourty Three)
44 Kontratransferensi Case One: The Whispers (Fourty Four)
45 Kontratransferensi Case One: The Whispers (Fourty Five)
46 Kontratransferensi Case One: The Whispers (Fourty Six)
47 Kontratransferensi Case One: The Whispers (Fourty Seven)
48 Kontratransferensi Case Two: Body Lips and Eyes (Fourty Eight)
49 Case Two: Body Lips and Eyes (Fourty Nine)
50 Case Two: Body Lips and Eyes (Fifty)
51 Case Two: Body Lips and Eyes (Fifty One)
52 Case Two: Body Lips and Eyes (Fifty Two)
53 Case Two: Body Lips and Eyes (Fifty Three)
54 Body Lips and Eyes (Fifty Four)
55 Case Two: If Our Love Is Wrong (Fifty Five)
56 Case Two: If Our Love Is Wrong (Fifty Six)
57 Case Two: Body Lips and Eyes (Fifty Seven)
58 Case Two: Body Lips and Eyes (Fifty Eight)
59 Case Two: Body Lips and Eyes (Fifty Nine)
60 Case Two: Body Lips and Eyes (Sixty)
61 Case Two: Body Lips and Eyes (Sixty One)
62 Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Two)
63 Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Three)
64 Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Four)
65 Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Five)
66 Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Six)
67 Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Seven)
68 Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Eight)
69 Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Nine)
70 Case Three: Stockholm Syndrome (Seventy)
71 Case Four: Obsessed (Seventy One)
72 Case Four: Obsessed (Seventy Two)
73 Case Four: Obsessed (Sebenty Three)
74 Case Four: Obsessed (Seventy Four)
75 Case Four: Obsessed (Seventy Five)
76 Case Four: Obsessed (Seventy Six)
77 Case Four: Obsessed (Seventy Seven)
78 Case Four: Obsessed (Seventy Eight)
79 Fine (Seventy Nine)
80 Fine (Eighty)
81 Fine (Eighty One)
82 Fine (Eigthy Two)
83 Fine (Eighty Three)
84 Fine (Eighty Four)
85 Fine (Eighty Five)
86 I Got Love (Eighty Six)
87 I Got Love (Eighty Seven)
88 I Got Love (Eighty Eight)
89 I Got a Love (Eighty Nine)
90 I Got A Love (Ninety)
91 I Got A Love (Ninety One)
Episodes

Updated 91 Episodes

1
Becoming A Helper (One)
2
Becoming A Helper (Two)
3
On Being Therapist (Three)
4
On Being Therapist (Four)
5
On Being Therapist (Five)
6
Crazy Guy (Six)
7
Crazy Guy (Seven)
8
Crazy Guy (Eight)
9
Crazy Guy (Nine)
10
Imperfect Therapist (Ten)
11
Imperfect Therapist (Eleven)
12
Imperfect Therapist (Twelve)
13
Imperfect Therapist (Thirteen)
14
Imperfect Therapist (Fourteen)
15
Imperfect Therapist (Fifteen)
16
Scared To Be Lonely (Sixteen)
17
Scared To Be Lonely (Seventeen)
18
Scared To Be Lonely (Eighteen)
19
Scared To Be Lonely (Nineteen)
20
Scared To Be Lonely (Twenty)
21
Episode 21
22
Rely On You (Twenty Two)
23
Rely On You (Twenty Three)
24
His Misstres (Twenty Four)
25
His Misstres (Twenty Five)
26
His Mistress (Twenty Six)
27
Extinction (Twenty Seven)
28
Extinction (Twenty Eight)
29
Extinction (Twenty Nine)
30
Forcing Comformity (Thirty)
31
Forcing Comformity (Thirty One)
32
I Never knew I had a Choice (Therty Two)
33
I Never Kner I Had a Choice (Thirty Three)
34
I Never Knew I Had a Choice
35
I Never Knew I Had a Choice (Thirty Five)
36
I Never Knew I Had a Choice (Thirty Six)
37
I Never Knew I Had a Choice (Thirty Seven)
38
Sequel Kontratransferensi: There Are Too Many Problem Between Us
39
There Are Too Many Problems Between Us (Thirty Nine)
40
There Are Too Many Problems Between Us (Fourty)
41
Luciana Side Story (Fourty One)
42
Kontratransferensi Case One: The Whispers (Fourty Two)
43
Kontratransferensi Case One: The Whispers (Fourty Three)
44
Kontratransferensi Case One: The Whispers (Fourty Four)
45
Kontratransferensi Case One: The Whispers (Fourty Five)
46
Kontratransferensi Case One: The Whispers (Fourty Six)
47
Kontratransferensi Case One: The Whispers (Fourty Seven)
48
Kontratransferensi Case Two: Body Lips and Eyes (Fourty Eight)
49
Case Two: Body Lips and Eyes (Fourty Nine)
50
Case Two: Body Lips and Eyes (Fifty)
51
Case Two: Body Lips and Eyes (Fifty One)
52
Case Two: Body Lips and Eyes (Fifty Two)
53
Case Two: Body Lips and Eyes (Fifty Three)
54
Body Lips and Eyes (Fifty Four)
55
Case Two: If Our Love Is Wrong (Fifty Five)
56
Case Two: If Our Love Is Wrong (Fifty Six)
57
Case Two: Body Lips and Eyes (Fifty Seven)
58
Case Two: Body Lips and Eyes (Fifty Eight)
59
Case Two: Body Lips and Eyes (Fifty Nine)
60
Case Two: Body Lips and Eyes (Sixty)
61
Case Two: Body Lips and Eyes (Sixty One)
62
Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Two)
63
Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Three)
64
Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Four)
65
Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Five)
66
Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Six)
67
Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Seven)
68
Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Eight)
69
Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Nine)
70
Case Three: Stockholm Syndrome (Seventy)
71
Case Four: Obsessed (Seventy One)
72
Case Four: Obsessed (Seventy Two)
73
Case Four: Obsessed (Sebenty Three)
74
Case Four: Obsessed (Seventy Four)
75
Case Four: Obsessed (Seventy Five)
76
Case Four: Obsessed (Seventy Six)
77
Case Four: Obsessed (Seventy Seven)
78
Case Four: Obsessed (Seventy Eight)
79
Fine (Seventy Nine)
80
Fine (Eighty)
81
Fine (Eighty One)
82
Fine (Eigthy Two)
83
Fine (Eighty Three)
84
Fine (Eighty Four)
85
Fine (Eighty Five)
86
I Got Love (Eighty Six)
87
I Got Love (Eighty Seven)
88
I Got Love (Eighty Eight)
89
I Got a Love (Eighty Nine)
90
I Got A Love (Ninety)
91
I Got A Love (Ninety One)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!