On Being Therapist (Three)

            “Jadi siapa nama anda tuan?”

            “Hmm, Joey Lee.”

            Luciana menuliskan nama lengkap Joey di atas kertas data diri klien yang seharusnya diisi oleh Joey sendiri. Meskipun ini merepotkan, tapi ia benar-benar harus melakukannya jika tidak ingin pria itu semakin berulah.

            “Tanggal lahir anda dan tempat anda dilahirkan tuan?”

            “Aku lahir di Seoul, tanggal lima belas Oktober. Kapan kita akan memulai sesi konselingnya? Apakah kau petugas pencatatan sipil?” Tanya Joey sakarstik. Luciana mengangkat kepalanya kearah Joey dan tersenyum sedikit tidak ikhlas pada pria itu.

            “Maafkan saya tuan, tapi ini adalah prosedur yang harus dilakukan. Seharusnya anda yang mengisinya sendiri agar lebih valid.” Sindir Luciana. Joey terlihat tak peduli dan kembali menyandarkan punggungnya dengan gaya angkuh khas aristrokratnya.

            “Selanjutnya, bisa anda sebutkan alamat lengkap anda dan apa pekerjaan anda?”

            “Aku tinggal di Seoul, kau tidak perlu tahu dimana pastinya dan pekerjaanku adalah CEO di perusahaan penerbangan.”

            Tanpa Joey sadari, Luciana sedang mendelik sebal sambil menuliskan data diri milik Joey. Ia sungguh tak habis pikir dengan kliennya yang sangat ajaib sore ini. Sepertinya pria itu juga memiliki gangguan kepribadian akut yang menyebabkannya bertingkah aneh seperti itu. Ditambah lagi gaya sombongnya yang sangat menyebalkan, ia

benar-benar tidak suka pada kliennya yang satu ini. Semoga saja masalah pria itu akan segera selesai dalam satu kali konseling karena ia tidak mau lagi bertemu dengan pria menyebalkan itu.

            “Kenapa lama sekali? Apa kau sedang tidur?” Tanya Joey sambil melirik kertas yang sedang ditekuni Luciana. Luciana menggeram tertahan di tempatnya sambil memperlihatkan hasil tulisannya yang baru saja selesai.

            “Maaf tuan, saya perlu waktu sedikit lama untuk menuliskan jenis pekerjaan anda.” bohong Luciana. Padahal sejak tadi ia sibuk mengumpati pria itu di dalam hati.

            “Pertanyaan selanjutnya, apa anda sudah menikah?”

            “Sudah. Aku memiliki satu isteri bernama Lee Jihyun, kau pasti mengenalnya. Ia adalah seorang model ternama kebanggaan Korea.”

            Luciana meringis kecil dibalik mejanya sambil menuliskan semua hal yang diucapkan Joey. Bahkan ia sama sekali tidak mengenal dan tidak ingin mengenal isteri dari pria menyebalkan itu, tapi kenapa pria itu harus menyebutkannya dengan gaya angkuh seperti itu? Sudah pasti pria itu sakit jiwa atau mengalami depresi akibat masalah pelik yang menumpuk-numpuk di dalam pikirannya.

            “Jumlah anak dan riwayat penyakit yang mungkin pernah anda derita?”

            “Ck, sejak tadi kau terus menanyakan omong kosong seperti itu, kapan kita kita akan memulai sesi konseling yang kau janjikan? Waktuku tidak banyak, aku masih memiliki banyak pekerjaan di kantor.” decak Joey kesal.

            “Ini yang terakhir tuan, setelah itu anda bisa menceritakan sumber-sumber permasalahan yang sedang anda hadapi.” ucap Luciana mencoba bersabar. Sebenarnya bukan hanya pria itu saja yang masih memiliki pekerjaan, ia pun juga seperti itu. Dan bisa saja ia meninggalkan pria itu begitu saja dengan keadaanya yang tidak waras. Tapi karena ia menjunjung tinggi profesionalitas pekerjaanya, ia rela pulang lebih lama dari jam yang seharusnya.

            “Aku belum memiliki anak dan aku tidak memiliki riwayat penyakit apapun yang serius.”

            “Baiklah, sekarang anda bisa menceritakan pada saya apa yang sedang anda alami hingga anda memutuskan untuk datang ke tempat ini.”

            Setelah selesai menuliskan serangkaian data diri yang cukup menguras emosi, akhirnya Luciana bisa sedikit berlega diri karena setelah ini ia tidak akan terlalu banyak bicara seperti sebelumnya. Ia hanya perlu mendengarkan keluh kesah Joey dan memberikan sedikit nasihat yang bisa membuat pria itu merasa lebih baik.

            “Masalahku sangat banyak, darimana aku harus memulainya?”

            Luciana rasanya ingin berteriak pada pria itu dan menghujaninya dengan berbagai sumpah serapah yang sejak tadi telah ditahannya.

            “Anda bisa menceritakan kehidupan anda sehari-hari anda terlebihdulu, mungkin diantara cerita anda, saya bisa menemukan beberapa permasalahan yang mengganggu anda.” ucap Luciana berusaha bijak.

            “Apa kau sudah menikah?”

            “Ah, saya? Ssu sudah.” jawab Luciana terbata-bata. Ia sekarang merasa bingung dengan kliennya yang justru berbalik mewawancarainya, alih-alih ia yang seharusnya memberikan pertanyaan, bukan pria itu yang memberikan pertanyaan padanya.

            “Baguslah, jadi aku tidak perlu menjelaskan terlalu detail masalah rumah tanggaku karena kurasa kau juga bisa memahaminya jika kau sudah menikah.”

            “Saya sudah menikah, jadi anda tidak perlu khawati tentang masalah itu.”

            “Kau memiliki anak?”

            “Ya, saya memilikinya.”

            “Kalau begitu bagaimana perasaanmu saat menjadi ibu?”

            Luciana mengernyitkan dahinya. Ia benar-benar dibuat bingung oleh kliennya sore ini. Sekarang posisi mereka justru berbalik, dengan ia yang menjadi klien dan pria itu yang justru memainkan peran sebagai seorang konselor. Sebenarnya apa masalah pria itu sebenarnya? Batin Luciana geram.

            “Maaf, itu adalah ranah pribadi saya. Seharusnya anda yang bercerita mengenai masalah anda, bukan saya.” ucap Luciana tegas. Kali ini ia tidak akan menggunakan kelembutan hatinya untuk melayani pria menyebalkan di depannya karena pria itu memang tidak pantas mendapatkannya. Ia lebih baik langsung bersikap tegas untuk menghindari arah pembicaraan yang keluar jalur seperti ini.

            “Tapi masalahku berkaitan dengan itu. Aku ingin memiliki seorang anak untuk meneruskan garis keturunanku, tapi isteriku tidak mau. Lebih tepatnya ia ingin menundanya lagi karena ia baru saja mendapatkan kontrak untuk menjadi model Victoria Secret. Menurutmu apa yang harus kulakukan? Mungkin dengan kau menceritakan pengalamanmu saat memiliki anak, aku bisa menceritakannya pada isteriku nanti.”

            “Jadi permasalahan anda juga berkaitan dengan isteri anda? Kenapa anda tidak membawa serta isteri anda untuk datang besok, saya rasa itu akan lebih baik karena jika anda dan isteri anda datang bersama, maka saya bisa memberikan saran yang lebih maksimal untuk masalah anda.”

            “Isteriku tidak akan mungkin datang. Ia sibuk, sangat sibuk hingga menelantarkanku sendiri.” cerita pria itu menyedihkan. Sekarang Luciana justru berbalik mengasihani pria itu karena ternyata dibalik sikap menyebalkannya, ia sangat menderita dengan kondisi rumah tangganya.

            “Anda sudah mencoba membicarakan hal ini pada isteri anda?” tanya Luciana melembut. Joey mendongakan wajahnya kearah Luciana dan menatap manik karamel Luciana sungguh-sungguh dengan mata sendunya. Pria itu cukup lama terdiam, hingga akhirnya ia menganggukan kepalanya dengan lesu.

            “Aku bahkan sudah membicarakan hal itu hingga ratusan kali sebelum aku memutuskan untuk datang ke sini. Isteriku adalah wanita yang keras dan peuh dominasi. Ia kemarin menantangku untuk menceraikannya jika aku coba-coba menghentikan kegiatannya menjadi model. Apa kau memiliki saran untuk itu?”

            Luciana berpikir sejenak, mencoba menelaah lebih jauh ke dalam masalah Joey. Memang menurutnya masalah yang paling berat setelah menikah adalah masalah menyesuaikan diri dengan pasangannya. Ia sendiri bahkan tidak berhasil melaluinya dengan baik, rumah tangganya hancur sebanyak dua kali. Apakah sekarang ia pantas memberikan saran jika seperti itu? Tapi tidak! Ia adalah konselor yang profesional, ia tidak bisa mencampuradukan masa lalunya dengan masalah kliennya yang menyedihkan ini. Justru ia harus memberikan nasihat dan dorongan agar rumah tangga kliennya tidak berakhir sama seperti rumah tangganya yang hancur.

            “Sebenarnya ini harus dilakukan dengan isteri anda, tapi jika isteri anda tidak bisa hadir, maka saya rasa anda sendiri sudah cukup. Jadi begini, dari apa yang anda ceritakan, saya melihat bahwa isteri anda adalah seorang wanita yang memiliki tempramen yang tinggi dan juga keras kepala. Jika anda ingin mengomunikasika keinganan anda untuk memiliki keturunan, anda seharusnya menggunakan cara-cara lembut dan romantis. Bukankah setiap wanita menyukai hal-hal romantis? Coba anda lakukan itu pada isteri anda, mungkin isteri anda akan luluh.” jelas Luciana. Ia memberikan senyum manis kearah Joey sambil menunggu reaksi pria itu

selanjutnya. Tapi dari apa yang ia lihat sepertinya sarannya itu tidak berhasil. Joey justru menghembuskan napasnya berat sambil menatap sendu kearahnya.

            “Hal romantis apa yang harus kulakukan padanya? Aku pernah menyiapkan dinner romantis di atas Namsan Tower, aku pernah memberikan bunga, aku pernah memberikan perhiasan mahal, dan aku juga sudah memberikannya rumah agar ia mau menuruti permintaanku. Tapi hasilnya tetap sama saja, ia tetap bersikeras untuk berkarir di dunia modeling dan tidak mau mengikuti keinginanku untuk diam di rumah mengurusku.”

            Luciana lagi-lagi berpikir keras. Ternyata cukup sulit membuat pria di depannya itu puas dengan jawabannya. Lagipula ia belum melihat sendiri bagaimana sosok isteri dari pria itu, jika pria itu datang bersama isterinya, mungkin ia bisa mengetahui alasan sebenarnya dari sisi isterinya mengapa wanita itu bersikeras untuk tetap berkarir meskipun suaminya telah memiliki segalanya.

            “Apakah anda sudah pernah mencoba memberikan sesuatu yang tidak berkaitan dengan materi? Saya rasa tidak semua wanita menyukai materi, dan mungkin isteri anda adalah jenis wanita yang seperti itu. Mungkin sebagai langkah awal anda jangan terlalu menekan isteri anda untuk meninggalkan dunia modelling yang ia sukai. Anda bisa melakukannya perlahan, pertama-tama anda menyapanya ketika isteri anda pulang dari kegiatannya di luar. Kemudian anda bisa memberikan perhatian-perhatian kecil, seperti memijatnya, membuatkan secangkir teh, atau mengajaknya mengobrol sambil menonton film kesukaan isteri anda. Lakukanlah pendekatan yang lembut di awal untuk mendapatkan apa yang anda inginkan tuan, dan jangan membuat isteri anda merasa tertekan atau justru berbalik menantang anda seperti sebelumnya. Kunci dari keberhasilan anda adalah bersabar. Anda harus bisa bersabar dan jangan membuat isteri anda emosi dengan tuntutan yang anda berikan.”

            “Seperti itukah? Akan kucoba nanti. Kuharap saranmu ini benar-benar akan bekerja, karena aku akan menuntutmu jika itu tidak berhasil.”

            Luciana berdecak kesal dalam hati sambil menatap kliennya sengit. Bisa-bisanya pria itu masih mengancamnya setelah apa yang ia lakukan hingga sejauh ini. Apa ia pikir memberikan jalan keluar itu mudah? Bahkan setiap jalan keluar yang ia berikan pada kliennya selalu memiliki tanda tanya tersendiri di benaknya, apakah hal itu benar-benar akan bekerja atau tidak? Tapi itu lebih baik daripada ia tidak memberikan jalan keluar apapun dan justru menendangnya keluar dari kantornya karena seharusnya saat ini ia sudah tiba di rumah Karen dengan nyaman sambil berceloteh bersama Aleyna.

            “Anda bisa melakukan sesi konseling berikutnya jika anda masih tidak puas dengan sesi pertemuan kita hari ini. Karena anda sudah menemukan jalan keluar sementara untuk masalah anda, maka sesi konseling hari ini saya nyatakan selesai. Terimakasih atas kedatangan anda, dan semoga hubungan anda dengan isteri anda segera membaik.”

            Luciana mengulurkan tangannya sopan sambil tersenyum manis pada Joey untuk mengakhiri sesi konseling mereka yang cukup menguras emosi itu. Dalam hati Luciana berharap jika pria itu tidak akan pernah kembali lagi lain waktu karena ia sudah muak menangani seorang klien sepertinya. Lebih baik ia menangani klien lain dengan masalah yang lebih kompleks daripada berurusan dengan klien menyebalkan tak tahu diri seperti Lee Joey.

            “Ya, terimakasih atas saran-saran yang kau berikan. Tapi ingat, aku benar-benar akan menuntutmu jika semua saran yang kau berikan tidak berhasil membuat isteriku luluh.”

            Joey menjabat tangan Luciana erat dan segera berjalan pergi meninggalkan ruangan konseling Luciana yang cukup luas. Pria itu dengan gaya angkuhnya berjalan keluar sambil menenteng jas hitam yang dikenakannya sore tadi.

            Sementara itu Luciana hanya mampu berteriak-teriak kesal di dalam ruangannya sambil meremas-remas kertas data diri milik Joey yang langsung ia lemparkan ke dalam keranjang sampah. Ia tidak sudi menyimpan data diri seorang klien yang sangat menyebalkan seperti Joey. Lebih baik ia mengalihkan Joey pada konselor lain jika pria itu datang lagi untuk meminta saran atas permasalahan rumah tangganya yang pelik.

-00-

Ting tong!

Ting tong!

            Luciana menekan bel rumah Karen dengan tidak sabar sambil terus melirik jam tangannya yang telah menunjukan angka tujuh. Hari ini ia pulang sangat terlambat karena ulah kliennya yang menyebalkan di kantor. Sialnya saat di jalan ia terjebak macet yang cukup panjang karena ada sebuah kecelakaan lalu lintas yang

membuatnya harus menunggu di jalan dengan tidak sabar selama lebih dari tiga puluh menit.

            “Luciana! Apa-apaan kau ini? Jangan membunyikan bel rumahku seperti itu.” Semprot Karen ketika wanita berambut pendek itu membukakan pintu rumahnya. Luciana tersenyum kecil menatap Karen, lalu ia langsung melangkahkan kakinya ke dalam sambil menenteng satu paper bag berisi burger keju kesukaan Aleyna.

            “Dimana Aleyna? Aku merindukanya.” ucap Luciana kebingungan pada Karen. Tidak biasanya Aleyna menghilang saat ia pulang. Selama ini Aleyna selalu berlari menyambutnya setiap ia pulang dari kantor, apalagi jika ia membawa sebungkus burger keju kesukaanya.

            “Ia sedang mengerjakan tugas menggambarnya di atas. Tadi siang ia baru saja pergi bersama Aaron.”

            “Aaron? Ia tidak mengatakan padaku jika ia akan mengajak Aleyna pergi. Tapi.. biarlah, Aaron juga ayah aleyna. Ia berhak mengajak Aleyna pergi.” ucap Luciana sambil meletakan tas kerjanya di sofa ruang tamu milik Karen. Wanita itu kemudian melangkah menuju kamar Karen dan meminta Karen untuk meminjamkannya pakaian santai.

            “Katanya ia sudah menghubungimu, tapi kau tidak mengangkatnya. Bahkan sore tadi saat mengantarkan Aleyna ke sini, ia juga menghubungimu, tapi lagi-lagi kau tidak mengangkatnya.”

            Luciana lantas berpikir keras, mengingat-ingat apa yang membuatnya tidak mengangkat panggilan dari Aaron. Lalu ia teringat pada kliennya yang sangat menyebalkan hari ini.

            “Hari ini aku sangat sibuk hingga tidak sempat mengecek ponselku. Kau tahu, hari ini adalah hari paling sial yang pernah kualami.”

            “Memangnya kenapa?” Tanya Karen heran sambil mengangsurkan satu set kaos dan celana longgar pada Luciana.

            “Aku mendapatkan klien super menyebalkan dan sangat merepotkan. Bahkan aku pulang terlambat hari ini juga karena klien menyebalkan itu. Ia tiba-tiba datang dan ngotot ingin melakukan sesi konseling di jam lima kurang lima menit. Tidak sampai di situ saja, ia juga membuatku terus menahan kesabaran selama sesi konseling karena ia terus berbuat ulah dengan tingkahnya yang menyebalkan. Ia tidak mau mengikuti prosedur konseling dan membuatku harus menuliskan data dirinya sebagai arsip. Huh, aku tidak mau lagi menghadapi klien seperti itu.

Jika ia kembali lagi, aku akan langsung mengalihkannya pada konselor lain. Biarkan ia mendapatkan pelayanan dari konselor yang lebih sabar, karena aku benar-benar tidak sabar menghadapinya!” Cerita Luciana berapi-api. Karen hanya menatap Luciana geli sambil membayangkan rupa sang klien yang bisa membuat sahabatnya menjadi semarah itu. Selama ini Luciana tidak pernah sekesal ini pada kliennya. Semerepotkan apapun kliennya, Luciana selalu menanggapinya dengan kalem. Tapi kali ini Luciana terlihat sangat berapi-api pada kliennya, sudah pasti orang itu sangat menguras kesabaran seorang Luciana Im.

            “Aku jadi ingin bertemu dengan klienmu itu.” Goda Karen. Luciana langsung menggelengkan kepalanya keras sambil menyilangkan tangannya di depan dada.

            “Jangan sekali-kali bertemu dengannya, kau akan dibuat berasap dengan tingkahnya yang sangat menyebalkan. Aku yakin, isterinya pasti juga jengah menghadapi sikapnya yang menjengkelkan itu.”

            “Jadi klienmu seorang pria?”

            “Hmm, begitulah. Ia seorang CEO di perusahaan entahlah, aku lupa dan isterinya adalah seorang model. Di awal sesi konseling ia sudah bersikap sombong dengan memperkenalkan dirinya sebagai CEO dan suami dari seorang super model kebanggaan Korea. Sayangnya aku tidak mengenal siapa isterinya dan tidak pernah

melihatnya di televisi.” cibir Luciana penuh emosi. Hari ini ia sudah terlalu banyak menyimpan emosinya karena kliennya yang bernama Joey Lee. Dan ini adalah kesempatannya untuk membuang semua kekesalannya dengan menceritakannya pada Karen.

            “Bagaimana mungkin kau mengenal super model itu jika kau tidak pernah menonton chanel gosip semacam VOA di tv. Satu-satunya chanel yang sering kau tonton adalah chanel disney ketika menemani Aleyna menonton tv.” Seloroh Karen.

            “Ahh, untuk apa aku menonton hal-hal tidak berguna seperti itu. Bahkan hidup kita setiap hari sudah penuh dengan masalah, untuk apa kita menonton permasalahan orang lain.” balas Luciana masih sengit. Karen lantas beranjak pergi dari kamarnya dan membiarkan Luciana untuk segera mengganti pakaiannya. Berbicara

dengan Luciana malam ini justru membuatnya menjadi gusar. Luciana terlalu berapi-api menceritakan harinya di kantor. Dan ia sudah menyerah untuk meladeni setiap kata-kata yang dilontarkan Luciana.

            “Cepat bersihkan dirimu. Aku dan Aleyna menunggumu di meja makan.”

Episodes
1 Becoming A Helper (One)
2 Becoming A Helper (Two)
3 On Being Therapist (Three)
4 On Being Therapist (Four)
5 On Being Therapist (Five)
6 Crazy Guy (Six)
7 Crazy Guy (Seven)
8 Crazy Guy (Eight)
9 Crazy Guy (Nine)
10 Imperfect Therapist (Ten)
11 Imperfect Therapist (Eleven)
12 Imperfect Therapist (Twelve)
13 Imperfect Therapist (Thirteen)
14 Imperfect Therapist (Fourteen)
15 Imperfect Therapist (Fifteen)
16 Scared To Be Lonely (Sixteen)
17 Scared To Be Lonely (Seventeen)
18 Scared To Be Lonely (Eighteen)
19 Scared To Be Lonely (Nineteen)
20 Scared To Be Lonely (Twenty)
21 Episode 21
22 Rely On You (Twenty Two)
23 Rely On You (Twenty Three)
24 His Misstres (Twenty Four)
25 His Misstres (Twenty Five)
26 His Mistress (Twenty Six)
27 Extinction (Twenty Seven)
28 Extinction (Twenty Eight)
29 Extinction (Twenty Nine)
30 Forcing Comformity (Thirty)
31 Forcing Comformity (Thirty One)
32 I Never knew I had a Choice (Therty Two)
33 I Never Kner I Had a Choice (Thirty Three)
34 I Never Knew I Had a Choice
35 I Never Knew I Had a Choice (Thirty Five)
36 I Never Knew I Had a Choice (Thirty Six)
37 I Never Knew I Had a Choice (Thirty Seven)
38 Sequel Kontratransferensi: There Are Too Many Problem Between Us
39 There Are Too Many Problems Between Us (Thirty Nine)
40 There Are Too Many Problems Between Us (Fourty)
41 Luciana Side Story (Fourty One)
42 Kontratransferensi Case One: The Whispers (Fourty Two)
43 Kontratransferensi Case One: The Whispers (Fourty Three)
44 Kontratransferensi Case One: The Whispers (Fourty Four)
45 Kontratransferensi Case One: The Whispers (Fourty Five)
46 Kontratransferensi Case One: The Whispers (Fourty Six)
47 Kontratransferensi Case One: The Whispers (Fourty Seven)
48 Kontratransferensi Case Two: Body Lips and Eyes (Fourty Eight)
49 Case Two: Body Lips and Eyes (Fourty Nine)
50 Case Two: Body Lips and Eyes (Fifty)
51 Case Two: Body Lips and Eyes (Fifty One)
52 Case Two: Body Lips and Eyes (Fifty Two)
53 Case Two: Body Lips and Eyes (Fifty Three)
54 Body Lips and Eyes (Fifty Four)
55 Case Two: If Our Love Is Wrong (Fifty Five)
56 Case Two: If Our Love Is Wrong (Fifty Six)
57 Case Two: Body Lips and Eyes (Fifty Seven)
58 Case Two: Body Lips and Eyes (Fifty Eight)
59 Case Two: Body Lips and Eyes (Fifty Nine)
60 Case Two: Body Lips and Eyes (Sixty)
61 Case Two: Body Lips and Eyes (Sixty One)
62 Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Two)
63 Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Three)
64 Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Four)
65 Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Five)
66 Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Six)
67 Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Seven)
68 Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Eight)
69 Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Nine)
70 Case Three: Stockholm Syndrome (Seventy)
71 Case Four: Obsessed (Seventy One)
72 Case Four: Obsessed (Seventy Two)
73 Case Four: Obsessed (Sebenty Three)
74 Case Four: Obsessed (Seventy Four)
75 Case Four: Obsessed (Seventy Five)
76 Case Four: Obsessed (Seventy Six)
77 Case Four: Obsessed (Seventy Seven)
78 Case Four: Obsessed (Seventy Eight)
79 Fine (Seventy Nine)
80 Fine (Eighty)
81 Fine (Eighty One)
82 Fine (Eigthy Two)
83 Fine (Eighty Three)
84 Fine (Eighty Four)
85 Fine (Eighty Five)
86 I Got Love (Eighty Six)
87 I Got Love (Eighty Seven)
88 I Got Love (Eighty Eight)
89 I Got a Love (Eighty Nine)
90 I Got A Love (Ninety)
91 I Got A Love (Ninety One)
Episodes

Updated 91 Episodes

1
Becoming A Helper (One)
2
Becoming A Helper (Two)
3
On Being Therapist (Three)
4
On Being Therapist (Four)
5
On Being Therapist (Five)
6
Crazy Guy (Six)
7
Crazy Guy (Seven)
8
Crazy Guy (Eight)
9
Crazy Guy (Nine)
10
Imperfect Therapist (Ten)
11
Imperfect Therapist (Eleven)
12
Imperfect Therapist (Twelve)
13
Imperfect Therapist (Thirteen)
14
Imperfect Therapist (Fourteen)
15
Imperfect Therapist (Fifteen)
16
Scared To Be Lonely (Sixteen)
17
Scared To Be Lonely (Seventeen)
18
Scared To Be Lonely (Eighteen)
19
Scared To Be Lonely (Nineteen)
20
Scared To Be Lonely (Twenty)
21
Episode 21
22
Rely On You (Twenty Two)
23
Rely On You (Twenty Three)
24
His Misstres (Twenty Four)
25
His Misstres (Twenty Five)
26
His Mistress (Twenty Six)
27
Extinction (Twenty Seven)
28
Extinction (Twenty Eight)
29
Extinction (Twenty Nine)
30
Forcing Comformity (Thirty)
31
Forcing Comformity (Thirty One)
32
I Never knew I had a Choice (Therty Two)
33
I Never Kner I Had a Choice (Thirty Three)
34
I Never Knew I Had a Choice
35
I Never Knew I Had a Choice (Thirty Five)
36
I Never Knew I Had a Choice (Thirty Six)
37
I Never Knew I Had a Choice (Thirty Seven)
38
Sequel Kontratransferensi: There Are Too Many Problem Between Us
39
There Are Too Many Problems Between Us (Thirty Nine)
40
There Are Too Many Problems Between Us (Fourty)
41
Luciana Side Story (Fourty One)
42
Kontratransferensi Case One: The Whispers (Fourty Two)
43
Kontratransferensi Case One: The Whispers (Fourty Three)
44
Kontratransferensi Case One: The Whispers (Fourty Four)
45
Kontratransferensi Case One: The Whispers (Fourty Five)
46
Kontratransferensi Case One: The Whispers (Fourty Six)
47
Kontratransferensi Case One: The Whispers (Fourty Seven)
48
Kontratransferensi Case Two: Body Lips and Eyes (Fourty Eight)
49
Case Two: Body Lips and Eyes (Fourty Nine)
50
Case Two: Body Lips and Eyes (Fifty)
51
Case Two: Body Lips and Eyes (Fifty One)
52
Case Two: Body Lips and Eyes (Fifty Two)
53
Case Two: Body Lips and Eyes (Fifty Three)
54
Body Lips and Eyes (Fifty Four)
55
Case Two: If Our Love Is Wrong (Fifty Five)
56
Case Two: If Our Love Is Wrong (Fifty Six)
57
Case Two: Body Lips and Eyes (Fifty Seven)
58
Case Two: Body Lips and Eyes (Fifty Eight)
59
Case Two: Body Lips and Eyes (Fifty Nine)
60
Case Two: Body Lips and Eyes (Sixty)
61
Case Two: Body Lips and Eyes (Sixty One)
62
Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Two)
63
Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Three)
64
Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Four)
65
Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Five)
66
Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Six)
67
Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Seven)
68
Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Eight)
69
Case Three: Stockholm Syndrome (Sixty Nine)
70
Case Three: Stockholm Syndrome (Seventy)
71
Case Four: Obsessed (Seventy One)
72
Case Four: Obsessed (Seventy Two)
73
Case Four: Obsessed (Sebenty Three)
74
Case Four: Obsessed (Seventy Four)
75
Case Four: Obsessed (Seventy Five)
76
Case Four: Obsessed (Seventy Six)
77
Case Four: Obsessed (Seventy Seven)
78
Case Four: Obsessed (Seventy Eight)
79
Fine (Seventy Nine)
80
Fine (Eighty)
81
Fine (Eighty One)
82
Fine (Eigthy Two)
83
Fine (Eighty Three)
84
Fine (Eighty Four)
85
Fine (Eighty Five)
86
I Got Love (Eighty Six)
87
I Got Love (Eighty Seven)
88
I Got Love (Eighty Eight)
89
I Got a Love (Eighty Nine)
90
I Got A Love (Ninety)
91
I Got A Love (Ninety One)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!