Suasana ramai dan padat yang terlihat di jalanan Seoul begitu kontras dengan suasana hening yang terjadi di dalam mobil yang dikendarai Joey bersama Luciana. Sejak lima menit yang lalu mereka hanya diam tanpa mengeluarkan suara sedikitpun untuk meramaikan suasana hening yang terasa tidak mengenakan untuk Luciana. Wanita itu terlihat kesal ditengah kebisuan yang melandanya karena ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan dan apa yang akan ia lakukan bersama pria gila yang tiba-tiba menyeretnya ke dalam mobil. Ingin rasanya ia memaki-maki kliennya itu, menumpahka segala kesesakan batinnya hari ini setelah mendengarkan berbagai macam masalah yang datang dari klien-klienya yang lain. Andai ia tidak bersikap kekanakan beberapa menit yang lalu untuk menghindari kliennya yang menyebalkan ini, mungkin ia tidak akan terjebak di dalam mobil mahal bersama kliennya dengan suasana hening yang sangat dibencinya seperti ini.
“Jadi anda akan membawa saya kemana tuan?”
Luciana mencoba bertanya dengan aksen sopan yang rasanya sangat sulit untuk ia keluarkan ditengah suasana batinnya yang sedang tidak baik-baik saja. Namun ia masih berusaha mempertahankan wibawanya sebagai seorang konselor yang baik di hadapan klien gilanya ini.
“Suatu tempat yang tenang untuk makan.”
“Apa?”
Luciana memekik spontan, merasa dongkol dengan kliennya yang ternyata akan membawanya untuk makan. Ia pikir mereka akan pergi untuk melakukan sesi konseling seperti apa yang pria itu katakan sebelumnya. Daripada menemani pria itu makan, lebih baik ia pulang dan bertemu Aleyna di rumah. Malam ini ia sudah berencana untuk membawa Aleyna makan di restoran sushi milik salah satu rekan kuliahnya.
“Kau tidak perlu berisik seperti itu nona Im, karena aku juga akan mentraktirmu.”
Luciana berdecih sebal dalam hati. Apa pria itu pikir ia semiskin itu hingga ingin ditraktirnya? Bahkan sekarang ia membawa lebih dari cukup uang untuk makan di restoran paling mahal di Seoul. Yang ia inginkan saat ini adalah segera menyelesaikan permasalahannya dengan pria itu dan pergi sejauh-jauhnya dari pria itu. Bila perlu, ia tidak ingin lagi melihat wajah pria itu di depannya.
“Aku sebenarnya tidak mengerti kenapa kau menyeretku seperti ini? Apa kau ingin membuat perhitungan padaku?”
“Wow, kemana sopan santunmu nona?” tanya Joey penuh ejekan.
“Persetan dengan sopan santunku, aku tak peduli. Ini sudah diluar jam kerjaku, dan aku tidak seharusnya bersikap sopan pada seseorang yang tidak memiliki sopan santun padaku.” balas Luciana sengit. Seluruh kesabarannya telah menguap ke udara hingga sekarang ia tidak memiliki sedikitpun kesabaran untuk menutupi rasa kesalnya. Marah, kesal, dongkol, dan juga konyol telah menjadi satu di dalam benaknya hingga menciptakan sebuah bom emosi besar yang sewaktu-waktu dapat meledak di depan pria menyebalkan itu.
“Oh, jadi seperti ini sifat aslimu? Sungguh aku merasa tertipu dengan brosur yang kudapatkan dari rekanku. Di brosur itu mengatakan jika kau adalah seorang konselor profesional dengan semboyan kerja untuk melayani klien sepenuh hati. Kemana saja semua omong kosong itu?”
“Apa kau sengaja menguji kesabaranku Joey ssi? Aku sudah cukup bersabar untuk menghadapi sikapmu sejak beberapa hari yang lalu, tapi kenapa kau selalu menunjukan sikap menyebalkanmu yang sangat memuakan ini? Pantas jika isterimu terus memberontak padamu. Bahkan akupun juga akan melakukan hal yang sama jika menjadi isterimu.” ucap Luciana penuh emosi. Seluruh amarah yang sejak kemarin ia tahana akhirnya meledak keluar hingga tanpa sadar ia telah menyinggung ego seorang Joey Lee.
“Kau bahkan tidak mengenalku sedikitpun, darimana kau tahu jika aku seburuk itu? Dimana kredibilitasmu sebagai seorang koselor?” geram Joey tertahan. Ia juga hampir saja mengeluarkan amarahnya. Namun pertahannya masih lebih baik daripada Luciana hingga ia hanya membalas ucapan wanita itu dengan suara desisan bak ular.
“Bagaimana aku bisa mengenalmu dengan baik jika kau terus menunjukan sikap yang sangat menyebalkan sejak kemarin.” Balas Luciana tak mau kalah.
“Kalau begitu mulai sekarang kau harus belajar memahamiku. Sekarang turun!”
Tanpa mereka sadari, mereka telah tiba di sebuah restoran bergaya country yang tempatnya cukup asing untuk Luciana. Selama ini ia tidak pernah makan di tempat-tempat aneh yang sekiranya akan menimbulkan banyak resiko. Ia berpikir jika restoran bergaya country adalah restoran dengan banyak pria-pria hidung belang yang sedang mabuk dengan para wanita di pelukan mereka. Tapi setelah ia masuk ke dalam restoran itu bersama Joey, semua prasangka di benaknya menguap. Ternyata restoran itu tidak jauh berbeda dengan restoran-restoran pada umumnya, hanya saja suasana di sana memang lebih terlihat remang-remang daripada restoran yang selama ini ia datangi.
“Duduk.”
Luciana tersadar dari lamunannya ketika pria itu menginterupsinya dengan suaranya yang cukup menyebalkan untuk didengar oleh telinga sensitifnya. Sejak pria itu melakukan hal-hal menyebalkan di depannya, semua yang berhubungan dengan pria itu selalu terlihat memuakan untuknya. Meskipun pria itu sedang tidak berbuat apapapun, tapi stigma di dalam kepalanya terlanjur buruk bila menyangkut pria itu.
“Kenapa kita datang ke sini?”
“Karena kurasa kau belum pernah mendatanginya, dan ini adalah salah satu restoran favoritku. Bukankah kau ingin mengetahui diriku lebih jauh agar kau tidak hanya menilaiku berdasarkan apa yang kau lihat.” ucap Joey cepat penuh sindiran. Luciana mendengus gusar di tempatnya, dan memilih untuk diam sambil memperhatikan suasana di dalam restoran yang cukup asing untuknya.
“Berikan ponselmu.”
“Apa? Untuk apa?” tanya Luciana sengit. Joey langsung merampas benda persegi itu dari tangan Luciana, dan mengetik sesuatu di layar ponsel itu dengan gerakan cepat.
“Hey, kembalikan!” Protes Luciana kesal. Ia terus menggapai-gapai ponselnya yang
terus dijauhkan Joey darinya, dan beberapa detik kemudian pria itu terdiam
sambil mendengarkan dering ponsel miliknya sendiri.
“Hmm, sekarang aku mendapatkan nomor ponselmu.”
“Ck, apa kau harus bersikap kekanakan seperti itu? Bahkan aku akan langsung memberikannya jika kau memintanya secara baik-baik.” Dengus Luciana gusar sambil merampas ponsel miliknya. Pria itu lalu mentapnya dalam dan terlihat menelisik tepat di depan wajah Luciana.
“Sayangnya aku tidak bisa memintanya secara baik-baik.”
“Dasar arogan. Kenapa aku tiba-tiba mendapatkan seorang klien yang sangat menyebalkan sepertimu? Apakah Tuhan sedang memberiku cobaan.” gerutu Luciana. Joey menaikan alisnya sekilas dan cukup terkejut dengan ucapan wanita itu. Ia tidak tahu jika ternyata sikapnya seburuk itu di mata Luciana hingga wanita itu menyebutnya sebagai cobaan.
“Entahlah, mungkin memang seperti itu. Jadi dimana kau tinggal sekarang?” tanya Joey membuka pembicaraan yang lebih serius. Luciana menaikan alisnya kearah Joey dan terlihat enggan untuk menjawab pertanyaan pria itu. Tapi sorot mata Joey yang menunjukan pemaksaan membuatnya mau tidak mau menyebutkan juga alamat rumahnya pada pria itu.
“Aku tinggal di kompleks Daesan, kau tahu kan?”
“Aku tahu. Itu cukup dekat dari mansionku. Apa pekerjaan suamimu?”
“Apa itu penting? Kau sudah terlalu jauh masuk ke dalam kehidupan pribadiku.” protes Luciana keras. Tiba-tiba seorang pelayan datang di tengah-tengah mereka dengan dua porsi burger dan kentang goreng porsi besar serta dua gelas beer yang masih mengeluarkan buih-buih menggelegak di bibir gelasnya.
“Sejak kapan kita memesan makanan?” tanya Luciana tak mengerti. Setahunya sejak tadi ia hanya duduk diam sambil berdebat dengan Joey dan belum memesan apapun.
“Aku yang memesannya. Makanlah, burger di sini adalah yang terbaik.” ucap Joey acuh tak acuh. Pria itu kemudian mulai mengambil bagiannya dan memakan burger itu santai tanpa mempedulikan Luciana yang terlihat tidak yakin untuk memakan bagiannya.
“Makanlah, itu tidak beracun. Sambil makan, kita akan melanjutkan obrolan kita. Masih ada banyak hal yang ingin kuketahui darimu.”
“Kenapa harus aku? Justru aku yang seharusnya mengetahui latar belakang kehidupanmu karena kau adalah klienku.” balas Luciana keras.
“Baiklah, terserah kau. Apa dimatamu aku terlihat sangat menyebalkan?”
Luciana mengangkat wajahnya dan menatap Joey tidak mengerti. Tiba-tiba saja pria itu melontarkan sebuah pertanyaan yang jawabannya jelas sudah diketahui oleh pria itu. Bahkan sejak tadi ia juga telah meneriakannya secara terang-terangan hingga tenggorokannya terasa sakit.
“Jujur, kau adalah klien pertama yang berhasil membuatku merasa sangat konyol. Sikapmu saat di kantor benar-benar membuatku ingin mencekikmu. Kenapa kau ingin sekali kutolong saat itu?”
“Karena aku sudah tidak tahu lagi apa yang harus kulakukan untuk merubah kehidupanku. Isteriku sangat tidak menyukai anak-anak. Mungkin karena tumbuh di tengah-tengah keluarga berkecukupan dengan kedua orangtua yang selalu memanjakannya, ia menjadi seorang wanita yang keras kepala dan angkuh. Semakin lama aku merasa pernikahanku tidak berjalan baik. Padahal kupikir dulu Jihyun dapat memberikanku kebahagiaan. Bagaimana caranya agar aku bisa menyadarkan Jihyun jika aku menginginkannya menjadi isteriku seutuhnya. Bukan wanita karir yang terus menerus meninggalkanku di rumah.”
“Eee... itu....”
Luciana tiba-tiba merasa otaknya buntu. Ia bingung. Saran apa yang harus ia berikan pada pria malang menyebalkan di depannya. Di satu sisi pria itu terlihat menyedihkan dengan ceritanya, tapi di sisi lain pria itu juga terlihat menyebalkan dengan berbagai tingkahnya yang hampir membuat kesabarannya habis. Ketika bersama Rein dulu, ia juga merasa diabaikan dan terbuang. Hampir seluruh hari-harinya ia habiskan sendiri dengan berkutat bersama klien-kliennya di kantor. Dan karena keacuhannya dengan keadaan, ia pada akhirnya justru ditinggalkan pria itu bersama wanita lain. Apa yang terjadi pada Joey saat ini benar-benar sangat mirip dengan keadaanya dulu. Hanya saja Joey lebih peduli dengan keadaanya dan mau berusaha untuk memperbaikinya, sedangkan ia tidak
pernah berpikir sedikitpun untuk memperbaikinya, dan justru memilih menyerah dengan perceraian.
“Aku salut dengan usahamu ini. Kau rela menurunkan harga dirimu yang sangat tinggi itu dengan pergi ke kantor konselor dan mencoba mencari jalan keluar untuk masalah rumah tanggamu. Isterimu benar-benar beruntung memiliki suami sepertimu.”
“Jadi sekarang penilaianmu padaku telah berubah? Baguslah kalau begitu. Tapi jika bukan aku yang memulainya, siapa lagi? Aku hanya memiliki Jihyun sebagai keluargaku. Aku yatim piatu sejak berusia dua puluh tahun. Orangtuaku meninggal karena penyakit yang perlahan-lahan menggerogoti tubuh mereka. Jadi aku merasa harus mencari jalan keluar sendiri untuk semua masalah yang menerpaku. Apa kau pernah merasa benar-benar muak dengan hidup dan ingin pergi meninggalkannya?”
“Pernah, semua orang pasti pernah mengalaminya.” ucap Luciana getir. Dulu ia pernah benar-benar stress ketika Rein terbukti berselingkuh dengan wanita lain. Selama lebih dari satu bulan ia selalu menjadi bahan incaran paparazzi yang selalu ingin tahu bagaimana keadaan rumah tangganya. Itu adalah saat-saat terberat dalam hidupnya. Bahkan setelah semua itu berlalu, ia sempat kembali diberitakan buruk karena tiba-tiba memiliki Aleyna. Mereka pikir selama ini ia juga telah berselingkuh hingga menghasilkan seorang anak. Tapi setelah itu ia memilih untuk mengabaikannya dan hanya fokus pada Aleyna. Menurutnya masih ada banyak hal yang perlu dikhawatirkan daripada hanya sebuah berita miring tentang dirinya yang tidak akan pernah usai jika ia tidak memutuskan untuk keluar dari pusara mengerikan itu.
“Ceritakan padaku bagaimana kehidupan pernikahan kalian.” pinta Luciana tiba-tiba. Ia merasa bisa menyimpulkan apa yang sebenarnya terjadi pada Joey jika pria itu menceritakan secara lengkap bagaimana kehidupannya selama ini. Daripada ia hanya meraba-rabanya dari sikap Joey yang sering terlihat menyebalkan di depannya. Akan lebih akurat jika pria itu menceritakan semuanya dari awal.
“Aku bukan orang yang pandai bercerita. Selama ini aku hanya menjalani kehidupanku seperti air. Hanya saja akhir-akhir ini aku sadar jika air yang membawaku telah mengalir kearah yang salah. Jadi aku harus segera merubah haluanku agar aku tidak terhanyut bersama ketidakpastian yang membawaku entah kemana.”
Luciana berdecak dalam hati. Ternyata selain menyebalkan, Joey juga cukup puitis. Sungguh sangat tidak terduga!
“Ceritakan saja hal-hal yang bisa kau ceritakan. Aku tidak bisa memberimu jalan keluar jika kau tidak menceritakan sedikit masa lalumu.” paksa Luciana. Sesekali ia melirik jam tangannya untuk memastikan waktunya tidak terbuang sia-sia hanya untuk menunggu pria itu mengungkapkan kisahnya. Terkadang disaat-saat tertentu ia memang harus memberikan dorongan pada kliennya agar mereka tidak berhenti di tengah jalan seperti ini. Menceritakan sesuatu memanglah tidak mudah, apalagi jika cerita itu adalah bagian dari kehidupan yang tidak menyenangkan.
“Sebenarnya alasanku kenapa aku ingin Jihyun berhenti dari karir modelnya adalah karena aku takut ia meninggalkanku. Selama ini aku melihatnya perlahan-lahan mulai menjauhiku. Tidak ada lagi tatapan penuh cinta yang ia tunjukan padaku. Sekarang sikapnya terkesan acuh dan ia lebih sering mengabaikanku dengan rekan-rekannya. Menurutmu apa ia berpotensi meninggalkanku?”
Tiba-tiba kilasan masa lalunya bersama Rein bermunculan satu persatu di dalam kepalanya ketika Joey mulai menceritakan isterinya yang berubah menjadi lebih acuh setelah berkarir. Dulu ia juga pernah merasakan hal itu. Ia pernah merasakan saat-saat dimana ia meragukan suaminya dan tidak bisa melihat adanya cinta di mata Rein. Saat itu ia benar-benar takut, namun ia tidak memiliki siapapun untuk berbagi. Ia merasa sendiri saat itu karena ia juga tidak terlalu terbuka dengan orangtuanya. Beberapa kali ibunya mengkhawatirkan keadaanya, namun ia selalu berhasil menutupinya dengan senyum palsu di wajahnya yang akan terlihat menenangkan di mta ibunya. Ibunya pikir ia selama ini selalu baik-baik saja, padahal ia sebenarnya sedang memendam banyak masalah.
“Kau memang harus segera bergerak sebelum isterimu semakin menjauh. Berikan ia perhatian-perhatian kecil agar ia merasa kau benar-benar membutuhkannya.”
“Begitukah? Lalu apa yang bisa kau sarankan agar hubungan ranjangku dengannya menjadi lebih bergairah seperti dulu.”
Seketika pipi Luciana merona merah ketika pria itu mulai memasukan topik pembicaraanya seputar ranjang. Sudah lama ia tidak melakukan aktivitas itu. Tentu saja pria terakhir yang pernah menyentuhnya adalah Aaron. Dan setelah ia bercerai, ia tidak pernah lagi merasakan belaian pria. Yah.. ia adalah wanita berpikiran timur yang selalu berkomitmen pada satu pria yang telah mengikatnya. Ia tidak suka model one night stand yang terkesan seperti remaja urakan yang sering ia temui di beberapa jalan tertentu di Seoul ketika ia kebetulan sedang lewat selepas bekerja.
“Itu sebenarnya tergantung dari isterimu. Kira-kira apa yang membuatnya bisa bergairah?”
“Dulu, ia selalu bergairah dengan apapun permainan yang kulakukan. Tapi sekarang ia tidak seperti itu. Ia selalu mengingatkanku untuk menggunakan pengaman, dan jika aku tidak menggunakannya maka ia benar-benar tidak akan melanjutkan permainan. Kau pikir pria mana yang terima diperlakukan seperti itu. Aku dalam keadaan horny, dan ia mengacuhkanku begitu saja.”
Luciana meringis kecil, sedikit tidak nyaman membicarakan masalah pribadi seperti itu pada kliennya. Tapi sekali lagi, itu adalah bagian dari pekerjaannya. Setidak nyaman apapun dirinya, ia tetap harus memutar otak untuk memberikan solusi.
“Untuk sekarang aku hanya bisa memberikanmu saran untuk menuruti apapun setiap keinginan isterimu. Jika ia memang menginginkanmu untuk menggunakan pengaman, maka ikuti saja kemauannya. Yang terpenting saat ini adalah kau bisa menarik kembali rasa simpati isterimu. Jadi kau benar-benar harus mengalah untuknya.”
“Aku tidak yakin aku bisa melakukannya lebih lama lagi.” desah Joey berat. Ia sepertinya sudah cukup malas untuk menahan semua gejolak batinnya sekali lagi. Dulu ia sudah pernah melakukannya, dan hal itu hanya berujung pada tingkat dominasi Jihyun yang lebih kuat. Atau mungkin selama ini Jihyun salah mengartikan bahasa tubuhnya sebagai sebuah kekalahan, bukan sebagai bentuk sikap mengalah.
“Cobalah dulu beberapa hal yang kusarankan, kita bisa mendiskusikan langkah selanjutnya jika kau masih belum puas dengan hasil yang kau dapatkan. Mungkin dua hari lagi kau bisa datang ke kantorku, dan kita bisa sedikit melakukan uji coba dengan kartu-kartu yang kumiliki. Aku jadi penasaran dengan kepribadianmu yang
sebenarnya. Setelah sejauh ini, aku melihat kau bukanlah pria yang buruk.”
“Hmm, apakah aku harus tersanjung dengan pujianmu?” Tanya Joey setengah tersenyum. Ia tidak menyangka jika penilaian Luciana padanya akan berubah secepat itu. Setelah ia menunjukan sedikit sisi lemahnya dalam tanda kutip sebagai ego pria paling memalukan sepanjang hidupnya, tapi rupanya itu tidak terlalu sia-sia
karena pada akhirnya pandangan Luciana padanya berubah. Konselor itu tidak lagi mengecapnya sebagai pria buruk pemaksa yang hanya bisa memaksakan kehendak tanpa pernah melakukan hal-hal baik sepanjang hidupnya.
“Well, kesan pertama terkadang memang salah. Tapi kuharap ini memanglah dirimu. Karena aku tidak suka pria munafik.” canda Luciana dengan kekehan. Joey juga ikut terkekeh menertawakan ucapan Luciana dan segera menghabiskan potongan burgernya yang tak terasa sudah hampir habis. Mengobrol dengan Luciana rupanya cukup menyenangkan hingga ia bisa melupakan sejenak seluruh masalahnya yang sejak kemarin terus berjubel di dalam otaknya.
“Terimakasih, semoga kita bisa menjadi partner yang saling menguntungkan di masa depan.”
“Hmm, sama-sama. Semoga saja memang seperti itu.” balas Luciana dengan senyum manisnya yang terlihat lebih indah di mata Joey. Kini pandangannya pada Luciana juga turut berubah, ia tidak lagi melabeli Luciana sebagai konselor amatiran galak yang tidak bisa melakukan apapun. Luciana, benar-benar wanita yang luar biasa. Wanita itu hebat, dan ia tidak menampik hal itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments