"Kamu mau kemana?" Mami menegur gue dengan suara soprannya.
Gue yang sudah tampil kece karena ingin pergi hangout pun menoleh ke arah mami. Biasa lah, anak gaol.... gue kerja dapat duit kan tujuannya untuk senang - senang.
Gue menatap wajah mami gue tersayang dan merinding. Astaga...! mami gue sedang melotot tajam. Wajahnya yang cantik jadi mirip Suketi. Ups..., sorry mom.
"Biasa, Mam. Aksa mau hangout"
Gue dekati mami gue untuk memberinya ciuman sayang.
"Mulai malam ini kamu nggak ada ijin hangout, kecuali acara penting!"
Ya ela... mami, anak udah gede nggak dibolehin keluar malam. Bisa jenuh gue mam, ntar dudung gue juga jadi karatan karena nggak di asah malam ini. Hati gue meronta.
"Sini anak perjaka mami, duduk!" perintah beliau dengan jumawa.
Gue nyengir malu - malu. Duh durhaka banget gue. Mami masih ngalem gue sebagai anak perjaka, padahal gue kan sudah tidak perjaka lagi.
Gue duduk di sofa ruang keluarga tepat di depan mami. Gue siap mendengar tausiahnya beliau.
"Laksana Bima Harsono. Jujur saja, Mami itu sedih melihat kamu."
Gayanya mami jadi mirip Nunung deh ah. Ratu ketoprak banget.
"Sedih kenapa, Mami? Aksa kan nggak bikin perusahaan papi bangkrut." Gue membela diri.
Jelez lah gue, sudah bekerja keras demi kelangsungan perusahaan keluarga, tapi mami bilang sedih melihat gue. Salah gue apa coba?
"Mami sedih. Kamu kalau pulang hangout selalu dalam kondisi mabuk.... belum lagi perempuan yang nganterin kamu pulang itu lho."
"Apa yang salah mi? wajar kan banyak cewek nempel sama Aksa. Anak mami ini kan ganteng!" Gue ngelez dengan alasan mami barusan.
Lalu sebuah selop terbang ke arah gue, tapi karena refleks gue sangat bagus, jadi gue nggak kena.
Kalau sewaktu masih kecil dulu, setiap kali gue sukses menghindar dari jurus sandal melayang, atau selop terbangnya mami, gue bakal joget - joget gitu, deh. Berhubung gue bukan anak- anak lagi, jadi gue cuma meringis.
"Kowe kuwi kandanane pancen angel. Wes kene tak sunat meneh wae!"
(Kamu itu diberitahu memang susah. Sudah sini aku sunan lagi aja!)
"Eeet... jangan dong, Mami. Entar Mami nggak punya cucu nyesel lho!" Gue meringis sambil refleks melindungi junior gue.
"Yo ben. Mami yo ra sudi duwe mantu wong wadon rak bener!"
(Biarin, mami juga nggak sudi punya menantu perempuan nggak bener.)
Ternyata mami mulai kehilangan kesabarannya juga karena melihat gaya hidup gue yang demen clubing, mabuk, dan menjadi don juan dengan wanita - wanita berbusana kurang bahan yang gue jumpai di tempat clubing.
"Pokoknya mulai malam ini nggak ada hangout - hangoutan. Kartu kredit dan ATM kamu juga Mami blokir!"
Gue meringis saat mendengar ancaman mami. Gue segera berlutut di kaki mami, ikutan jadi pangeran ketropak deh, gue.
"Jangan dong, Mi!" Gue merajuk pada kanjeng mami. Tidak lupa gue menatap mami dengan tatapan memelas. Jurus andalan gue banget ini. Gue kan anak kesayangan mami. Biasana kalau gue sudah merajuk seperti ini, mami bakalan luluh.
"Baiklah, kartu kredit dan kartu ATM kamu nggak akan Mami sita. Tapi...."
Mami tampak berkedip - kedip, membuat perasaan gue jadi nggak enak, Sob!
"Tapi apa Kanjeng Mami?"
"Tapi kamu mau ya Mami jodohin sama putrinya sahabat Mami!"
Permintaan Kanjeng mami membuat gue dilanda kepanikan. "Mami... ini bukan jaman Datuk Maringgih. Masa Mami mau menjodohkan Aksa?" Gue langsung memprotes.
"Ya barangkali aja dengan mempunyai istri, penyakit demen hangout kamu itu sembuh, Nak!"
"Aksa nggak mau, Mami. Aksa bukan Datuk Maringgih!"
"Siapa yang Datuk Maringgih? Kamu kan masih muda dan ganteng, Sayang. Datuk Maringgih mah, sudah aki - aki!"
"Tapi perjodohan kan jaman Siti Nurbaya. Siti Nurbaya itu perempuan dan Aksa laki - laki, masa Aksa di samain Siti Nurbaya?"
Pembicaraan kami mulai tidak nyambung sama sekali.
"Yo wes, nek kepingin kartu kreditmu di sita Mami terus!"
(Ya sudah, kalau kepingin kartu kreditmu di sita Mami terus)
Rupanya kali ini mami tidak terpengaruh dengan rayuan gue sama sekali. Buktinya, mami masih tetap bersikukuh menghukum gue. Dari sudut mata gue, gue melihat Yuna sedang terkikik geli sambil berjalan menuju ke dapur. Di dapur adik gue langsung ketawa ngakak. Suara sembernya terdengar hingga ruang keluarga seolah sedang menyindir gue. Dasar adik durhaka!
"Mi, hukuman untuk Aksa boleh apa saja deh, Mi. Yang penting jangan dijodohin dan jangan blokir kartu kredit Aksa!" Gue mengajak mami bernegosiasi.
Yuna yang berjalan dari dapur nyeletuk, "Mas Aksa kayaknya minta disunat lagi, Mi!"
Lalu tawanya kembali membahana.
Gue berdiri dan berlari mengejar Yuna. Adik gue ini perlu ditatar sedikit supaya lebih hormat pada kakaknya. Sayangnya Yuna lebih gesit, ia behasil masuk ke kamarnya dan mengunci pintu sebelum gue berhasil memberinya hukuman. Sialan tuh anak!
"Aksa, mrene! Mami durung rampung sing ngomong!"
(Aksa, kemari! Mami belum selesai bicaranya!)
Dengan langkah gontai, gue menghampiri mami. Jangan heran ya melihat gue yang tak berdaya di depan mami. Biarpun gue keren, kerja mentereng, dan punya banyak uang, tapi gue takluk sama Kanjeng mami. Gue tidak mau lah menjadi Malin Kundang. Dongeng favorit mami sewaktu mau menina bobokan gue ketika masih unyu - unyu. Itu cerita benar - benar propaganda sadistis untuk gue jaman masih kecil. Dan sukses membuat gue tidak berani melawan mami gue yang cantiknya... seperti Nyai Roro Fitria.
"Wes ngene wae, Le! Awakmu pe de ka te dhisik yo karo calon bojomu. Deweke wes tak tawari dadi personal asistenmu nang kantor!"
(Udah gini aja, Nak kamu pdkt dulu ya sama calon istrimu. Dia sudah aku tawari jadi asisten pribadimu di kantor)
Gue terperangah dengan usulan mami. Tetap saja ini namanya dijodohin, kalau akhirnya ada embel - embel gue disuruh pdkt sama itu cewek.
Mata mami nampak berbinar cerah, entah apa yang dipikirkan mami. Gue bergidik.
"Karena dia asistenmu, dia akan mengawalmu, Nak. Hohohohoho.......!"
Mami tertawa jumawa penuh kelicikan.
കകകകക
Gue sedang mempelajari anggaran dana yang digelontorkan untuk membangun cabang hotel baru kami. Mengingat 2 kali hotel kami sempat full booked saat pernikahan mas Gibran dan mbak Kahiyang. Jangan sampai ada artis yang menolak diundang hadir ke acara pernikahan karena takut tidak mendapat kamar hotel, deh. Makanya keluarga dan rekan bisnis bokap gue sepakat untuk mengembangkan hotel baru. Barangkali saja Mas Kaesang juga bakalan menikah di Solo. Semoga saja saat mas Kaesang menikah, bapak Jokowi masih menjadi presiden ya, supaya hotel baru yang gue bangun juga ketiban rejeki. Amin!
Suara pintu ruang kerja gue diketuk seseorang.
"Masuk!"
Sekretaris gue masuk dan memberi tahu gue. "Di depan ada ibu dan seseorang yang ingin bertemu dengan bapak!"
"Oke, persilakan mereka masuk!"
Sekretaris gue pun keluar, beberapa detik kemudian mami gue masuk diikuti oleh seorang laki - laki di belakangnya.
"Le, ini lho personal asisten yang mami maksud!"
Nggak salah nih, Mi? Katanya personal asisten yang dipilih mami itu calon istri gue. Kok mami mengajak seorang laki - laki?
Gue menatap lelaki yang berdiri si belakang mami gue dengan seksama. Detik berikutnya gue terbelalak.
"Lo kan!"
Kami berteriak hampir bersamaan. What the hell, apa - apaan ini?
Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Linggar Kusuma
sambil belajar bhs jawa
2020-12-11
0
💥ChaRak4💥😉
bhasa jwanya ku skip Thor krna k bkan wong jowo untung othornya dah traslate😅
aahhh..mkin love love ma ceritamu Thor😍😍😍
2020-11-29
0
Yani
semakin Syukaa, 🥰
2020-11-19
0