Gue sampai dirumah bersamaan dengan Adzan Magrib yang berkumandang. Bokap menyambut gue dengan wajah sumringah.
"Pie mau nyambut gawene? Lancar?"
(Gimana tadi pekerjaannya? Lancar?)
Subhanallah... alhamdulillah... allahu akbar. Akhirnya setelah bertahun - tahun binar kehidupan di mata bokap gue memudar, akhirnya hari ini binar itu kembali terpancar.
Gue telat sekali menyadarinya, Sob! Ternyata yang di inginkan pak Arbani adalah gue bekerja dengan benar. Seandainya gue tahu segampang ini cara membuat bokap gue senang, kemarin sewaktu mengamen gue memakai setelan jas. Huuu... betapa telminya gue. Meskipun gue harus membohongi bokap gue, asalkan bokap bahagia, gue rela melakukan apa saja. Yang penting tidak menjual badan aja.
"Alhamdulillah... lancar, Pak!"
Gue mencoba melegakan hati bokap gue. Supaya bokap tahunya pekerjaan gue lancar meskipun di lubuk hati gue yang terdalam, merasa tidak nyaman dengan perlakuan Aksa.
Untunglah gue mampir dulu untuk membeli lauk. Jadi gue tidak perlu repot memasak. Setelah mencuci tangan, gue segera menyiapkan makanan di meja makan.
"Pak, dhahar rumiyin!"
(Pak makan dulu!)
"Yo, Nduk!"
(Ya, Nak) Bokap gue menjawab dengan penuh semangat, tidak seperti hari - hari biasanya yang menanggapi ajakan makan dengan diam.
Saat makan pun, bokap gue sangat lahap. Acara makan kami yang biasanya khidmat dan tenang, sekarang menjadi ramai dengan celoteh bokap gue tentang pakdhe Harsono dan budhe Harsono.
Lalu mengalirlah sebuah cerita.
"Biyen, ibumu kae anak emban keluargane pak Harsono.........."
(Dulu ibumu itu anak pembantu keluarganya pak Harsono.....)
Baiklah gue terjemahkan langsung saja cerita dari bokap gue.
Dulu nyokap gue itu anak pembantu keluarganya pakdhe Harsono.
Sedangkan pakdhe Harsono, budhe Harsono, dan bokap gue adalah tiga sahabat. Bokap gue Sering belajar bersama dengan pakdhe Harsono. Saat belajar bersama itulah, bokap gue berkenalan dengan nyokap gue. Waktu itu nyokap gue dimintai tolong oleh ibunya alias nenek gue untuk menghidangkan minuman dan makanan bagi teman - temannya pakdhe Harsono.
Sejak kejadian itu, trio tersebut berubah menjadi kuatran. Nyokap gue yang kebetulan seumuran tapi beda sekolah ternyata sangat mudah berbaur dengan trio Harsono - Bani - Fitria.
Dari kedua pasangan itu lahirlah Aksa, gue, dan Yuna. Agar persahabatan yang mereka jalin senantiasa abadi. Budhe Harsono dan nyokap gue berjanji untuk berbesanan. Sedangkan pakdhe Harsono dan bokap gue berjanji untuk saling membantu saat masing - masing mengalami kesulitan. Sayangnya bokap gue merasa gengsi untuk meminta bantuan pakdhe Harsono ketika kios kami mengalami musibah.
Bokap gue juga terlanjur minder dengan bisnis sahabatnya yang maju dengan pesat. Akhirnya bokap gue sengaja memutuskan kontak dengan pakdhe Harsono. Karena pakdhe Harsono kelewat sibuk, beliau tidak sempat mengunjungi bokap gue. Tapi yang jelas selama beberapa tahun ini, tepatnya setelah pasar Klewer terbakar. Pakdhe Harsono mencari - cari bokap gue.
Gue dan bokap memang sempat pindah rumah sih. Saat itu kios batik bokap gue sedang berjaya. Bokap akhirnya bisa membeli rumah yang lebih layak dibanding rumah yang lama. Apalagi bokap tidak ingin terlalu larut dalam kesedihan dirumah lama yang penuh kenangan akan almarhumah nyokap gue. Di rumah inilah gue dan bokap mengawali hidup kami yang baru. Bokap yang pedagang batik di pasar Klewer, dan gue seorang remaja yang sedang menuntut ilmu di salah satu universitas negeri di Solo Fakultas Sastra dan Sejarah jurusan Bahasa Jawa. Cerita selanjutnya udah tahu lah ya, gue sudah menceritakannya kemarin dulu. Bagian itu sangat menyakitkan sekali bagi gue. Makanya gue skip saja.
Oke gue lanjutkan ceritanya. Jadi setelah pakdhe Harsono menyerahkan perusahaan kepada puteranya, beliau baru sempat mencari dan mengunjungi kami.
Selintas ingatan kembali berputar di otak gue. Mungkin budhe Harsono itu pelayat yang menangis dengan heboh saat pemakaman nyokap gue. Gue lupa - lupa ingat. Soalnya waktu itu gue juga baru kelas 4 sd. Pantesan budhe Harsono langsung tahu kalau gue itu perempuan. Padahal tampang gue kan mirip cowok ketimbang cewek, Sob!
Oke segitu aja curcolnya. Gue tidak mau menye - menye. Yang lalu biarlah berlalu, kita harus siap menghadapi masa depan. Oke!
Selesai makan, gue membereskan meja makan. Rencananya sehabis makan, gue mau beberes rumah, lalu keluar sebentar untuk berbelanja ke warung ujung jalan untuk masak sarapan besok.
Kata orang tua, bersih - bersih rumah di waktu malam hari itu tidak baik. Tapi mau bagaimana lagi, gue berangkat kerja pagi - pagi. Pulang Magrib. Otomatis, gue baru sempat menyapu, mengepel, mencuci, dan setrika ya sepulang kerja. Kalau mau mencari asisten juga belum bisa, Sob. Gue kan belum tahu berapa besarnya gaji gue.
"Kowe arep ngopo, Nduk?"
(Kamu mau apa, Nak?) tegur bokap gue, ketika melihat gue mengambil sapu.
"Kula badhe nyapu, Pak."
(Saya mau menyapu, Pak.)
"Ra sah mbok saponi. Mau nggone wes tak resiki. Nek mung resik - resik omah aku yo isih sanggup."
(Tidak usah menyapu. Tadi tempatnya sudah aku bersihkan. Kalau hanya bersih - bersih rumah aku juga masih sanggup)
Hati gue terasa hangat. Bokap gue mengalami perubahan besar hanya karena melihat gue sekarang bekerja dengan benar. Setetes air mata berhasil lolos dari sudut mata gue.
Kalau dengan bekerja di tempat pakde Harsono bisa membuat bokap gue bahagia, gue berjanji akan menjaga kebahagian bokap gue selamanya. Meskipun Aksa sangat membenci gue. Gue ikhlas lahir batin, Sob. Demi bokap gue.
Karena tugas menyapu dan mengepel sudah di handle oleh bokap, berarti gue bisa langsung mencuci. Tapi lagi - lagi gue heran karena keranjang cucian kotor hanya terisi sedikit baju. Lha yang lain pada kemana?
"Pak, agemanipun Bapak ingkang badhe dipun girahi pundi?"
(Pak, pakaiannya Bapak yang mau dicuci mana?)
"Kowe arep ngumbahi po? Ora sah. Sesuk wae tak kumbahke. Kowe mesti kesel. Wes ngaso wae!"
(Kamu mau nyuci ya? Tidak usah. Besok saja biar ku cucikan. Kamu pasti capek. Sana istirahat saja!)
Sekali lagi gue dibuat terharu oleh bokap gue. Karena gue tidak tahan dengan rasa sesak di dada, buru - buru gue masuk ke dalam kamar.
Di dalam kamar, kembali gue dibuat takjub. Di atas ranjang gue, sudah tertumpuk baju - baju bersih yang telah dicuci dan disetrika dengan rapi. Termasuk kutang dan cd milik gue. Gue sukses dibuat menangis oleh bokap. Perasaan gue terharu sob.
Ternyata kebahagiaan gue itu sederhana.
Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Dessy Rahayu
😥😥😥😥😥
2020-12-23
0
💥ChaRak4💥😉
dri tadi aku ngekek Trus bcanya...part ini bkin mewek😭😭...moga jalan yg dilalui Riza GK bnyak krikil ya Thor
2020-11-29
2
Yani
Terharuu eey
2020-11-19
0