Hari sudah berganti malam, darah dan potongan mayat sudah mulai dingin., angin yang berhembus membawa bau anyir darah, malam yang mencekam sudah berakhir ataukah justru baru saja dimulai.,
Satriyana berdiri terpaku dipintu gubuk yang sudah hancur, semua yang dialaminya malam ini terlalu mengerikan dan sukar dipercayai, tetapi pemandangan yang ada didepan matanya membuat dia mau tidak mau harus menerimanya sebagai suatu kenyataan.
''Sekarang kau sudah tahu siapa diriku sebenarnya.,'' ujar Ki Mijun sambil menatap golok buntungnya yang berlumuran darah.
''Ki Mijun., aku sungguh tidak bisa mengerti bagaimana kau sanggup melakukan semua ini, sebenarnya kau ini siapa, juga kakek dan kedua orang tuaku.,?' tolong jawab aku Ki.!''
bertanya gadis itu setengah meratap, tubuh kurusnya jatuh terduduk, lalu menangis pilu. entah menangisi mayat yang bersimbah darah, ataukah menangisi nasibnya sendiri,.
''Menangis mungkin bisa mengurangi beban hidup, tapi tidak akan dapat menyelesaikan masalah, yang harus kukatakan sudah aku sampaikan padamu, segera kau pergi dari sini., aku tahu sejak kecil kau tidak pernah mau menyerah atau lari dari masalah, tapi kadang kita mesti mundur dulu satu dua langkah agar dapat maju sepuluh langkah dimasa depan.'' tutur Ki Mijun menasehati.
Anak perempuan itu hanya diam membisu, seluruh peristiwa aneh dan mencekam yang beruntun terjadi membuat isi kepalanya seakan pecah, akhirnya dia hanya dapat menarik nafas panjang untuk mengurangi rasa sesak didadanya.
''Kalau harus pergi aku mesti kemana,? aku bahkan tidak kenal siapapun diluar sana., juga tidak tahu harus melakukan apa.''
''Dunia begitu luas, manusia tinggal dibawah langit yang sama, kenapa mesti bimbang? lagi pula aku tahu sejak kecil kau dilatih dasar ilmu silat secara rahasia oleh ayahmu, itu bisa menjadi bekalmu.''
''Lan.,lantas bagaimana denganmu Ki Mijun,?'' tanya Satriyana berusaha tenangkan dirinya.
''Hee. he., meski aku sudah tua, kau tidak perlu khawatir, apakah mayat para begundal juragan Sarpa ini belum cukup sebagai buktinya?'' jawab Ki Mijun sambil tertawa dingin.
Orang tua itu melangkah kedepan si gadis, dibelainya punggung anak perempuan yang penuh bekas luka itu, Satriyana berlutut mendekap kaki Ki Mijun, ''Pergilah Satriyana, jangan ragu lagi.'' tutur Ki Mijun, sementara dalam hatinya orang tua ini berpikir, 'Kalau orang biasa yang terluka begini, kalau tidak cacat pasti lumpuh, tapi anak ini walau kerap disiksa dia masih mampu bertahan, meski masih ada bekasnya tapi luka dan sakit ditubuhnya cepat sekali sembuh, aku makin yakin dugaanku tidak salah.!'
''Apa yang kau pikirkan Ki,?'' tanya Satriyana memecah lamunan Ki Mijun. ''Ehm., aku cuma mau bertanya, 'Kapan terakhir kali kau mandi, tubuhmu kotor dan..,''
'''Kotor dan bau., begitu bukan.? Hii.,hi., sejak sebulan lalu aku sengaja jarang mandi, karena Santang Wirat adik bibi Darmi yang terkenal mata keranjang itu pernah menggerayangi tubuhku dan hendak berbuat tidak senonoh, tapi sejak aku nekat tidak mandi dan kotor dia jadi muak denganku..'' ujar Satriyana sambil terkikik. Ki Mijun turut geli mendengarnya, ''Didalam lemari tuaku ada sebuah buku catatan dan sejumlah uang, ambil sebagai bekalmu.''
Gadis itu bangkit berdiri lalu masuk kedalam gubuk, sebentar kemudian dia sudah kembali lagi, dengan kantung kulit kambing berisi uang dan sejilid tipis buku catatan.
''Apakah aku mesti pergi sekarang Ki.?'tanya gadis itu, dia merasa berat berpisah dengan Ki Mijun dan desa kelahirannya.
'Besok pagi saja., sekarang istirahatlah dulu, biar aku singkirkan dulu mayat-mayat ini..'' jawab Ki Mijun, tapi baru saja orang tua itu hendak menyeret satu mayat, mendadak dia tertegun, meski masih jauh tapi dia dapat mendengar beberapa orang mendatangi gubuknya. meskipun jumlahnya tidak sebanyak sebelumnya tapi Ki Mijun paham kalau yang datang kali ini justru lebih berbahaya, 'Langkah mereka sangat ringan tapi mantap, bahkan ada yang nyaris tidak terdengar, tandanya membekal ilmu tinggi., sungguh sial tenaga saktiku sudah hampir habis,' Ki Mijun berpikir cepat, ''Satriyana.,sepertinya kau harus pergi sekarang juga, karena akan ada orang lain yang datang kemari.,!''
''Tapi kenapa Ki., siapa yang datang ?''
''Sudah jangan banyak tanya, cepat kau pergi dari tempat ini sekarang juga lewat pintu belakang, lalu susuri sungai kecil sampai menembus keluar hutan,!'' tegas Ki Mijun.
''Ki., aku.,aku.,''
''Cukup.!' saat kubilang pergi maka cepatlah pergi, mengerti.,!''
Satriyana tersurut mundur, bentakan Ki Mijun membuatnya takut., dia sadar ada bahaya besar mengancam, tapi dia berusaha tenangkan hatinya., 'Ki Mijun bukan orang sembarangan, beliau pasti bisa mengatasi semuanya.'
Ki Mijun tersenyum tenang, ''Berangkatlah, tidak akan terjadi apapun padaku, lihat golok buntung ini masih kugenggam.,!'' gadis itu menurut, sembari menghapus sisa air matanya dia balikkan badannya menerobos ke dalam gubuk lalu lenyap, ''Kau harus jaga dirimu Ki Mijun, kelak aku pasti kembali.,!'' seru Satriyana dari kejauhan. ''Haa.,ha.,kau juga harus menjaga dirimu.,!' tapi., mungkin kita tidak akan bertemu lagi.,'' kalimat yang terakhir ini pelahan terucap seakan ditujukan pada dirinya sendiri.
Sambil menyelipkan golok buntungnya dibelakang pinggang, Ki Mijun menarik nafas panjang lalu duduk bersandar di dinding gubuknya.
Beberapa saat berlalu, tanpa menunggu lama merekapun datang, jumlahnya cuma enam orang, seorang pemuda dua puluh tahunan yang bukan lain keponakan istri juragan Sarpa bernama Santang Wirat, sebenarnya dia cukup tampan, cuma punya sedikit sumbing diujung bawah bibirnya, lagaknya juga tengik. disampingnya adalah seorang lelaki setengah umur badannya agak pendek, berkumis tebal dan memakai blangkon, dialah Ki Sarpa orang paling kaya di desa Kembangsoka, tiga orang lainnya adalah para centeng pengawalnya. tapi yang paling menarik perhatian Ki Mijun adalah seorang nenek tua bertubuh kecil setengah bungkuk berkerudung putih, ditangan kirinya menjinjing sebuah keranjang rotan yang ditutupi kain hitam, membuat Ki Mijun terbayang seseorang, tapi dia lupa siapa.,
Enam orang pendatang itu tampak sangat terperanjat melihat belasan mayat buntung yang bergelimpangan dipelataran gubuk, pemuda bernama Santang Wirat berkelebat tangannya mencengkram leher Ki Mijun. ''Siapa yang telah melakukan semua ini, dimana pula anak perempuan busuk itu.,?'' ''Cepat katakan.,!'' bentak Santang Wirat.
''Aahh.,aku., Aku tidak tahu siapa orang itu, saat aku masuk, dia dan Satriyana sudah berada didalam gubukku, lalu orang berjubah dan bercaping hitam itu mengancamku dan Nyi Kempit dengan goloknya.,'' jawab Ki Mijun tersengal.
''Nyi Kempit perempuan penghibur dari desa sebelah itu, kenapa dia ada disini.?'' kali ini yang bertanya adalah Ki Sarpa. ''Se.,sebenarnya sudah dua hari ini dia kubayar untuk menemaniku.,''
''Haa.,ha, sudah tua bangka begini, tidak kusangka kau masih suka main begituan
Ki Mijun,!'' ejek Ki Sarpa terbahak,
''Selanjutnya apa yang terjadi ?''
''Saat itu aku dan Nyi Kempit ketakutan, lalu anak buah juragan Sarpa muncul, terjadilah pertarungan sengit, orang itu sungat kejam, dia membantai semuanya seorang diri saja,!''
''Kau jangan berani membohongiku Ki, bicara yang benar atau kupatahkan lehermu.,!'' gertak Santang Wirat, dalam hati pemuda ini merasa ngeri sekaligus penasaran siapa yang sanggup melakukan ini semua.
''Mana berani aku membohongi kaliyan, aku juga masih ingin hidup.!'' sangkal Ki Mijun.
''Orang tua sialan.!' kami tidak perduli dengan mati hidupmu, sekarang kemana orang itu dan Satriyana pergi ?'' bentak Ki Sarpa marah. ''Aku tidak tahu kemana mereka pergi, tapi mereka sempat meributkan sebuah kotak kayu cendana hitam.,'' jawab Ki Mijun sambil sekilas melihat air muka Ki Sarpa yang berubah hebat. anehnya nenek tua yang sedari tadi diam agak jauh dibelakang mendadak maju, langkahnya sepintas perlahan dan tertatih, tapi hebatnya sekejab saja sudah sampai didepan Ki Mijun, dalam hatinya orang tua ini terkesiap.
''Hik.,hik.,hi., 'kotak kayu cendana hitam itu memang tujuan kita, tapi aku tertarik juga dengan orang ini., 'Kalau tidak salah nama tuan Ki Mijun bukan.,? aku hanya nenek tua penjual bawang merah., biji bawang merah ini kutanam sendiri, mungkin tuan tertarik membelinya.?'' kata sinenek sambil membuka kain hitam penutup keranjang rotannya.
Selama ini nenek tua itu tidak pernah mengatakan siapa dirinya kepada anak buah Ki Sarpa, hanya dikarenakan Ki Sarpa sangat menghormati nenek itu, mereka tidak berani berlaku sembarangan pada sinenek.
Hati mereka bergidik saat melihat apa yang ada didalam keranjang itu, terlebih lagi Ki Mijun, dia sampai berkeringat dingin.
Keranjang rotan itu memang berisi beratus butir bawang merah., bawang merah yang busuk dan berulat belatung., ulat belatung berwarna merah, semerah darah.!'
''Celaka, rupanya memang dia.'' batin Ki Mijun sambil berusaha tetap tenang.
''Bagaimana., apa Ki Mijun mau membelinya?'' tanya si nenek, ''Kurasa aku tidak butuh itu, lagi pula bawang itu sudah busuk berulat.,!'' jawab Ki Mijun sambil menggeser tubuhnya menjauh ke samping. Nenek itu seperti kecewa berat, ''Aihh., hari ini tidak sebutirpun bawangku terjual, bahkan sekarang ada yang bilang busuk berulat, padahal ulat belatung ini sangat cantik dan penurut.,''
''Siapa yang berani menghina ulat bawangku dia harus mati.!'' Begitu ucapannya berakhir, tangan kurus si nenek meraup segenggam bawang berulat busuk dari keranjangnya lalu diremas hancur, saat dibuka ditelapak tangannya terlihat puluhan ulat belatung kecil berwarna merah,!'
Ki Mijun keluarkan suara tercekat, tanpa sadar dia kembali menjauhi.
Mata nenek tua itu terpejam mulutnya berkomat kamit seperti merapal mantra, ''Anak-anakku manis., Bunuh orang tua itu.!''
Seakan menurut perintah, puluhan belatung merah itu melesat secepat kilat kedepan.
Ki Mijun jatuhkan diri berguling ditanah, serangan ulat belatung lewat diatasnya, tapi diluar dugaan puluhan ulat itu mampu berbalik arah dan kembali mengancamnya.! terpaksa Ki Mijun cabut golok buntungnya untuk melindungi dirinya. 'Beet.,bet, bet.!'
puluhan ulat belatung terbabat putus, inilah suatu kesalahan besar.!
Saat terputus, belatung itu mengeluarkan cairan lendir busuk berwarna merah, meski sedikit lendir itu mengenai tangan Ki Mijun. orang tua itu mengernyit, tangannya terasa sangat perih, panas dan gatal, cepat dia menotok jalan darah ditangannya, lendir belatung itu beracun.!'
''Puluhan tahun menghilang, ternyata kau mendekam disini 'Jagal Golok Buntung.,!'' Geram Nenek tua itu. ''Bagaimana kau dapat mengenaliku 'Nyai Bawang.?'' Ki Mijun balik bertanya, ''Hik.,hi, pertanyaan yang bodoh, kaum pembunuh seperti kita selalu saja berbau darah., begitu juga dirimu,!''
''Hak.,ha. kau benar Nyai Bawang, atau orang menyebutmu juga 'Nenek Bawang Beracun Belatung Darah.,!'' Pembunuh nomor Dua belas dari Kelompok 13 Pembunuh. Kudengar kau juga sama denganku sudah digantikan orang lain.
''Aku sudah bosan menerima perintah, meski imbalannya besar tapi kupikir lebih enak bekerja sendiri, sebenarnya belasan tahun ini aku sudah hidup menyepi sambil menikmati hasil kerjaku selama ini, tapi kabar kotak kayu cendana itu mengusikku, hik hi.hi.,'' jelas Nyai Bawang yang ternyata juga bekas anggota Kelompok 13 Pembunuh.
Ki Mijun coba kerahkan tenaga dalamnya, dia merasa hawa saktinya sudah terkuras habis untuk menahan racun belatung darah yang terus mendesak.
Menyadari sulit lolos dari kematian, hati orang tua malah menjadi tenang, ''Kalian ingin tahu kotak itu ada dimana., tanyakan saja pada para setan di neraka.!''
Selanjutnya tubuh Ki Mijun mencelat tinggi ke udara, dari atas tubuh beserta golok buntungnya berputar menggelinding kencang bagai roda kereta kuda pacu, sampai mengeluarkan suara mengguntur.!'
''Awas serangan jurus' Jagal Gelinding Penyapu Jagad.!' 'Cepat menyingkir.!'' teriak Nyai Bawang, semuanya semburat menjauh, tapi dua orang pengawal Ki Sarpa terlambat menghindar, kepalanya putus ditebas golok.!
Gebrakan Ki Mijun belum berakhir, kali ini golok buntungnya dilempar kedepan dengan cara diputar cepat seperti baling-baling., inilah jurus 'Golok Jagal Terbang Pembuntung Gunung.!' yang mungkin jadi serangan terakhir Ki Mijun., didepan sana
Ki Sarpa dan seorang begundalnya menjerit parau saat golok terbang itu membabat
perutnya, terus menerjang hingga sempat menggores paha Santang Wirat.
Orang tua itu masih sempat menyeringai sampai berpuluh ulat belatung darah Nyai Bawang Menembusi tubuhnya, Ki Mijun ambruk ke tanah dengan tubuh membusuk dipenuhi belatung.!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 351 Episodes
Comments
MATADEWA
Nomor 12 asli....
2023-12-25
1
💞Amie🍂🍃
Takuttt
2023-11-09
0
yamink oi
wow ngeri
2023-07-24
2