Happy reading.....🌹
"Hari ini banyak sekali gangguan, nanti sore kita jalan, ceritaku belum beres." Hembusan nafas Gita terdengar kesal.
"Tidak perlu dilanjutkan pun aku udah tau Git,"
"Kan aku dijemput ayah, kamu tau sendiri ayahku gimana." Ainun mencoba menolak halus ajakan Gita, membubuhkan nama Ayahnya disana agar semakin lebih kuat.
Gita menggarukkan pelipisnya, mencoba mencari ide. Senyumnya terbit kemudian menatap Ainun lekat.
"Nanti aku yang minta izin, aku juga yang antar kamu pulang, pokoknya aku tanggung jawab."
"Aku gak yakin, Besok pagi aja ya??" pinta Ainun.
Gita mengangguk menandakan keyakinannya tak lupa mengangkat tangannya kemudian jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk huruf V.
"Terserah kamu deh, tapi sepertinya ayah gak bakal izinin" Ainun masih bersikeras menolak.
"Kamu tenang aja," Gita tersenyum, mengerlingkan matanya, Ainun pasrah.
.
Rezi duduk dibangku kebesarannya, menatap sendu pada sebuah potret disisi pojok kanan meja kerjanya. Kedua tangannya saling bertautan menggerak-gerakkan jemarinya dengan halus.
Drrrt drrrt drrrt
Ponsel didalam saku celananya bergetar membangunkan Rezi dari lamunan semu nya. Sedikit kesulitan Ia kemudian mengangkat bokongnya sedikit untuk meraih ponsel, mengeluarkannya kemudian membaca ada notifikasi pesan singkat dari Gita.
👩 Hai, selamat siang. Apakah aku mengganggu waktumu?
Rezi menatap nanar ponselnya, sembari memijit mijit keningnya. Tidak mengerti dengan alur fikirannya sendiri, sama sekali tidak berpihak pada hati kecilnya.
Dia bukan tipe manusia yang suka berbasa basi, selalu to the point dalam berbicara maupun bersikap. Tapi tidak untuk saat ini. Ia masih mencari celah untuk mengerti semua hal yang terjadi.
Rezi membuka aplikasi chat, menekan sebuah nama, dan Klik ! Bukannya membalas pesan, Ia malah langsung menelpon.
"Ha-halo..." terdengar suara wanita diseberang sana menyapa lebih dahulu.
"Ya, Halo... Aku sedang tidak sibuk, bicaralah!" Tidak ada kelembutan sama sekali, hanya ada ketegasan dalam ucapannya. Sifat alamiahnya selalu seperti itu.
Lama terdiam, mendadak atmosfer diantara keduanya menegang menimbulkan hawa panas, keadaan yang sama dalam waktu yang sama tapi dengan tempat yang berdeda.
"Tidak ada yang ingin kamu katakan? baiklah aku tutup."
Baru saja suara diseberang sana akan menyahut, tapi sambungan telepon sudah mati. tuuut. Menjengkelkan bukan?
Waktu yang terlalu lama menurutnya untuk sebuah pembicaraan kosong, Rezi tidak terbiasa dalam situasi seperti ini. Sudah cukup sore itu ia merasa terdesak.
...🍂 Flashback on 🍂...
Kecanggungan menghampiri kedua insan yang sedang duduk saling berhadapan. Cuaca petang yang mulai sejuk tidak lagi dirasakan, hawa panas menerpa wajah keduanya.
Rezi sedikit lebih bisa mengontrol kecanggungannya, dengan tidak merubah air wajahnya seperti semula. Menatap lawan bicaranya pun dia masih mampu. Memperhatikan setiap inci baian wajah gadis cantik didepannya, wajah yang mungil, senyumnya yang manis, rambutnya yang hanya digerai, menampakkan kedewasaan bagi pemiliknya. Diam diam Rezi mengagumi kecantikan gadis itu.
Lain halnya dengan Gita, tangannya bergetar mendapati tatapan tertuju pada dirinya. Hanya berani menatap sedikit saja sudah membuatnya terjebak dalam situasi tegang. Ia hanya berani menundukkan pandangannya jatuh pada meja. Rasanya ingin menatap wajah menawan didepannya, tapi urung dilakukan karena rasa canggung mengalahkan rasa penasarannya.
"Kamu Gita Pratiwi, kan?" tanya Rezi tanpa basa basi,
"Iya.." hanya itu yang keluar dari mulutnya.
Rezi memajukan kursinya sedikit mendekat pada ujung meja. Tangannya pun sudah mendarat manis diatasnya.
"Kenapa hanya menunduk?"
"em, a-aku.. aku... Grogi," jawab Gita jujur mengangkat wajahnya menatap Rezi sebentar kemudian tertunduk lagi.
Sontak Rezi menarik ujung bibirnya menampilkan senyum tipis. Baru kali ini ia mengobrol tapi seperti sedang menginterview karyawan baru. Lucu sekali.
"Kenapa?"
"A-aku... tidak tau, mungkin karena... kamu...calon suamiku," malu-malu gita menjawabnya.
"Heh, apa kamu benar benar menganggapku calon suamimu?" tanya Reza keheranan.
Kali ini Gita mengangkat wajahnya menatap pemilik mata cokelat didepannya dengan takut takut. Mencoba memahami pertanyaan yang terlontar dari sosok yang diakuinya sebagai calon suami.
Pertanyaan macam apa itu? apakah dia benar benar menolakku?
"Memangnya setelah pertemuan kemarin aku kamu anggap apa?" Gita balik bertanya dengan suara rendah, matanya sudah mulai berkaca kaca. Pertanyaan layaknya penolakan untuk dirinya, tentu saja membuat hatinya sakit. Bahkan Gita sudah menyukainya meski baru sekali melihat. Itu sebabnya Ia sangat grogi.
"Aku juga tidak tau, bahkan aku pun belum memutuskan." Jawab Rezi santai, karena ia pun tidak tahu menahu isi permbicaraan pertemuan kemarin.
jleebb
Seperti ada ribuan sayatan di dadanya, menampakkan rasa sakit mendera. Menimbulkan kecemasan dan kekecewaan yang membara. Tanpa dia Sadari, air matanya menetes menganak sungai, menjadi saksi bisu kekecewaanya. Mungkin ini alasannya tidak hadir, malah digantikan oleh Reza. Hikkss.
Rezi menjadi serba salah mendapati gadis didepannya menangis tiba-tiba, meski dalam tangisan tanpa suara hanya terdengar isakan isakan kecil.
"Hei... kenapa menangis" Rezi yang masih terlalu kaku, tidak nampak menenangkannya dengan cara apapun.
Gita, mengusap air matanya, mencoba menahannya, tapi tidak bisa! hatinya jauh lebih sinkron dengan matanya sehingga bulir bulir bening terus saja mengaliri pipinya. Hiiks
"Hei.. tenanglah, Gita.. kamu kenapa?"
Tangan Rezi sudah memengang dan menepuk nepuk tangan gita, menggenggamnya erat memberi kekuatan. kekuatan yang bahkan saat ini ia hancurkan.
Rezi berpindah duduk disamping Gita, membawanya serta kepala gadis itu kebahunya menepuk punggungnya. Ia tidak tahan melihat ada wanita menangis didepannya.
Dan air mata gita yang terus saja keluar sampai membasahi kerah kemejanya, menampilkan banyaknya bercakan bercakan disana.
Gita tersadar, keadaanya kini sangat memalukan. Bersandar pada seseorang yang bahkan menolaknya. Ia menarik kepalanya menjauh dari Rezi, mengusap sisa-sisa air yang merembes dan menegakkan kembali duduknya.
"Kamu sudah baikan?" tanya Reza menatap intens Gita.
Hanya anggukan kecil sebagai jawaban. Gita masih belum bisa berucap, hatinya masih kesal dan kecewa.
"Lalu kenapa kamu menangis? apakah ada masalah?" Rezi kembali bertanya.
Pertanyaan yang berhasil membuat Gita menggerutu kesal didalam hatinya.
Dia sebenarnya apa sih? manusia atau bukan? kenapa tidak merasa bersalah pada ucapannya tadi? dasar tembok!!
Ingin rasanya Gita mengumpat Rezi sedemikian rupa, Memukul kepalanya jika bisa, atau mengutuknya menjadi vas bunga jika mampu.
Entah keberanian dari mana, sejak awal dia selalu malu dan grogi tapi tidak untuk sekarang dan seterusnya, Ia akan menaklukan pria sedatar tembok ini. Ia yang akan mendominasi, suka atau tidak suka perjodohan ini sudah terlanjur terjadi, tinggal bagaimana kedepannya ia akan menjalani. Sekarang ia hanya harus sedikit jual mahal.
Gita menarik nafasnya dalam, dan menghembuskannya kasar. Ia memiringkan badannya kesamping, menatap tajam kearah Rezi. Kini ia yang akan bertanya, terserah apapun dengan jawabannya. Ia berusaha setegar mungkin.
"Menurutmu, sekarang kita ini apa?" tanya Gita dengan suara rendah tapi mengintimidasi, tatapanya ia hempaskan ke depan.
Rezi mengernyitkan dahinya, menatap Gadis cantik didepannya.
"Dua orang yang sedang berusaha dijodohkan." tuturnya kemudian.
plaakkk
menampar, sangat menampar. Bahasa halus penolakannya cukup bagus.
"Lalu apa pertimbangnmu dengan perjodohan ini?" lagi lagi Gita bertanya dengan nada yang sama.
Kepala Rezi seperti terkepung oleh tentara lebah yang bersliweran kesana kemari. Pertanyaan yang terlampau sulit untuk mencari jawabannya menurutnya.
"A-aku.. masih belum memastikan." kali ini Ia yang dibuat keder, seperti berhadapan dengan gadis yang berbeda saat awal berjumpa.
"Itu bukan jawaban!" Ketus Gita mengalihkan wajahnya ketempat lain masih memasang wajah berani yang terkesan dipaksakan.
"Oke, baiklah. Beri aku waktu, " ucapnya menghiba.
"sudah kubilang itu bukan jawaban." Gita yang geram makin menampakkan taringnya. padahal ia hanya sebatas menggertak, seberani ini. luar biasa.
"baiklah, bagaimana suatu hubungan terjalin tanpa adanya perasaan, bahkan jika hanya sesikit?" Rezi sedikit menegaskan nada bicaranya.
Gita bergetar, rasa takutnya muncul kembali, tapi sebisa mungkin ia bertahan. Benar kata Reza, Manusia didekatnya ini sangatlah berbeda. Atau mungkin dia bukan manusia.
"Perasaan itu bahkan sudah ada, bahkan sebelum kita bertemu," Gumamnya.
Jawaban apa ini ya Tuhan..!
kenapa mulutku tidak bisa sinkron dengan otakku? Astaga...!
Gita menutup mulutnya, ia takut gumamannya terhempas sampai ke telinga Rezi. Jika iya, maka Gita akan merasa sangat malu.
...🍂 Flashback off 🍂...
tok tok tok
Terdengar ketukan suara yang berasal dari balik pintunya. "Masuk"
"Maaf, pak apakah anda sedang sibuk, ada yang ingin bertemu bapak?" jelas Dina, sekretaris Rezi.
"Tidak perlu meminta izin darinya, aku sudah disini," Bariton dari balik pintu yang sudah menampakkan diri tepat dibelakang Dina.
Rezi dan Dina serempak menoleh kearah sumber suara bersamaan.
To be continue....
🌹🌹🌹
Kira-kira siapa yang datang yaa...??
Tuliskan jawabanmu dikolom komentar.
Terima kasih banyak untuk para sahabat readers yang Olive sayangi, yang masih setia mantengin cerita kehaluan Olive. Semoga kalian tambah suka yaa...
Like Dan komen kalian aku tunggu...
yang mau vote juga boleh sekali kakak...
salam sayang luuvvvv
Olive Sparkly
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
dewi syah
next thor siapa ya....
2020-11-14
1
Ekha Dewi🌹🌹
Dedek olive keren
2020-11-14
1
ARSY ALFAZZA
🐾🌾🌾
2020-10-25
1