KUNJUNGAN MARQUESS BORYET

Waktu kedatangan Marquess Boryet ke kota Erythra akhirnya tiba.  Viscount Alexander membawa Amora untuk ikut serta menyambut sang Marquess dikediaman Count Stalen.

Sedari pagi buta, Viscountess Sabrina tidak berhenti mencecar Klara agar mendadani putri bungsunya secantik mungkin.

Kemudian untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, Regina dilarang keluar dari dalam kamarnya hingga Marquess Boryet  kembali ke provinsi Rethym.

Pencegahan ini harus mereka lakukan agar rencana besar yang mereka susun tak hancur berantakan.

Susah payah mereka merubah target sang Marquess, jika Regina muncul, bukankah usaha mereka akan menjadi sia-sia.

Keduanya sangat berharap, Amora bisa menarik hati Marquess Boryat sehingga pria itu tak lagi memiliki keingginan untuk melihat gadis lain yang lebih cantik dikota Erythra.

Demi memuluskan rencana besarnya, Viscount Alexander menghembuskan isu buruk mengenai sang Marquess yang memang benar adanya, sehingga para warga Erythra secara spontan tak akan ada yang berniat mendekatinya, sehingga pria tua itu tak bisa mendapatkan informasi mengenai Regina yang menjadikan kebangaan dan primadona kota Erythra.

Terlihat kejam memang, tapi sepasang suami istri ini hanya ingin melindungi permata hati mereka dengan baik.

“Kau harus ingat bagaimana bersikap baik, layaknya gadis bangsawan yang terhormat didepan Marquess Boryet!”, Viscount Alexander  tak ingin si bungsu mengacau rencana yang telah ia dan sang istri susun, terus mengingatkan hal itu selama perjalanan.

Amora tersenyum lebar hingga gigi putihnya yang rata terpampang jelas. “Ayah tenang saja, aku tidak akan mengacau”, ujarnya.

Dia merasa percaya diri jika semua rencana besar yang dia rencanakan akan berhasil. Kemarin, Amora telah mendiskusikan rencana besarnya ini dengan teman gelandangannya.

Bahkan Remo sudah menyediakan sebuah tempat yang akan Amora dan pelayan pribadinya itu tempati, begitu rencana gila gadis itu dijalankan.

Melihat putri bungsunya duduk manis tak berulah seperti biasanya, Viscount Alexander merasa curiga. Meski sedikit tidak percaya, namun demi kelancaran rencananya, diapun memilih mengangguk dan tidak lagi bertanya.

Dia dan sang istri tidak jauh berbeda, mereka sebenarnya memiliki kesedihan disudut hati terdalam, masih pula mengharap kedatangan pria muda nan gagah yang akan sudi memperistri putri bungsu mereka.

Tapi, apalah daya, Marquess Boryet menginginkan putri mereka. Untungnya pria tua itu tak menyebutkan siapa yang diinginkannya sehingga Viscount Alexander pun menyodorkan Amora, anak bungsunya sebagai pengantin pria tua itu.

Begitu kereta kuda yang membawa Viscount Alexander dan Amora tiba dikediaman Count Stelah fan Bouten, keduanya bergegas turun.

Lima menit dari kedatangan keduanya, tamu yang ditunggu pun pada akhirnya telah tiba, dan semua orang segera keluar ke halaman depan rumah untuk menyambutnya.

“Selamat datang di kota kami, Marquess Boryet”, Countess Miskha menyambut sosok pria tua yang turun dari atas sebuah kereta kuda mewah dengan ramah.

“Kota yang indah Countess Miskha”, Marquess Boryet mengeluarkan suara jeleknya.Serak dan parau, sangat menyakitkan telinga.

Pria itu terlihat sudah sangat tua, dengan perut buncit yang menggelambir. Tubuhnya terlihat rentan, sekali tendang, mungkin bisa membuat beliau tumbang seketika.

Hati Viscount Alexander mencelos. Dia sama sekali tak menduga jika Marquess Boryet sangat tua renta seperti itu, tak seperti bayangannya. Gemuruh tidak rela yang tadinya samar-samar, kini menjadi sangat jelas.

Akan tetapi dia tidak bisa memutar balik langkahnya. Masa depan Amora, mungkin memang harus seperti ini.

“Selamat datang Marquess Boryet. Perkenalkan, saya Viscount Alexender, pemilik tanah pertanian yang ingin anda tinjau”

Sang Marquess menoleh, dia kemudian menyadari eksistensi Amora yang terlihat seperti lukisan, berdiri anggun disamping sang ayah.

Kulit pucat gadis itu sangat kontras dengan gaun merah berkerah tinggi yang tengah dikenakan.

Rambut hitamnya yang panjang, dibiarkan tergerai, semakin menambah pesonanya. Membuat pria tua itu langsung luluh seketika.

Sebagai pecinta wanita, Marquess Boryet yang menyaksikkan keindahan tersebut sampai bersiul mesum tanpa malu.

Amora memberi hormat dengan gerakan luwes. Dia sebenarnya tidak terlalu bodoh dalam hal tata karma para bangsawan, hanya saja dia terlalu malas untuk menerapkannya dikehidupan sehari-hari dan memilih berperilaku senyaman mungkin.

“Siapa gerangan dara jelita ini?”, pandangan sang Marquess terhadap Amora mengandung binar mesum. Pria tua itu benar-benar pecinta wanita rupawan.

“Nama saya Amora Laberta de Gilbert,  tuan Marques”, alunan suara Amora seperti nyanyian siren.

Viscount Alexander dan beberapa orang disana sampai terperangah mendengar Amora yang bisanya ceroboh dan liar bisa mengeluarkan suara semerdu itu.

Bahkan sang ayah sampai harus mengerjapkan mata beberapa kali, berusaha mengamati dengan jelas jika yang berada disampingnya benar-benar putri bungsunya yang tak mengerti aturan dan selalu bertingkah liar.

Jika seperti ini, Amora dan Katarina terlihat berada dilevel yang hampir setara. Namun sayangnya, Amora tak pernah memperlihatkan kelebihannya ini, membuat Viscount Alexander semakin tertekan.

“Apakah keputusanku ini sudah benar? Jika tahu Amora akan bertingkah sebaik ini, aku akan menolak terang-terangan keinginan pria tua itu”, batinnya menyesal.

Marquess Boryet yang mendapatkan sambutan dari gadis cantik tentu saja merasa senang, senyum lebar pun tercetak diwajah keriputnya. “Ah, begitu menyenangkan mendapatkan sambutan dari gadis cantik”.

Countess Miskha yang melihat Marquess Boryet hendak mendekati Amora pun menginterupsinya.

“Tuan Marquess, anda pasti lelah. Saya telah menyiapkan tempat ternyaman yang bisa memulihkan rasa lelah anda dengan cepat”, Countess Miskha yang merasa Amora telah mencuri spotlight  dirinya pun berusaha untuk mengembalikan keadaan.

Jadi, sebelum Marquess Boryet semakin terjatuh pada pesona gadis nakal itu, sang wanita paruh baya segera menghentikannya.

Gerakan Marques Boryet terhenti, tadinya beliau berniat meraih tangan Amora untuk dia cium bagian punggung tangannya sebagai tanda perkenalan.

“Sepertinya  Countess Miskha memiliki pembicaraan yang mendesak”, ujarnya sedikit tak senang.

“Maafkan perilaku saya apabila menyinggung anda,tuan Marquess. Saya hanya ingin menjadi tuan rumah yang baik”, Countess Miskha menunduk sopan.

Kendati dia meminta maaf, wajahnya tetap tenang, seolah menunjukkan jika apa yang dia ucapan hanyalah omong kosong belaka.

Marquess Boryet mendesah tidak puas, meski begitu, dia tetap mengikuti langkah kaki Countess Miskha memasuki kediaman karena dia memiliki kepentingan dengan wanita nomor satu di kota Erythra tersebut.

Sebenarnya sudah sejak lama Marquess Boryet mengajukan permintaan untuk berkunjung dan meninjau langsung pertanian gandum yang ada dikota Erythra.

Namun, surat permintaannya berkunjung selalu mendapatkan penolakan keras dari Count Stalen. Dan baru sekarang, begitu dia mendapatkan kabar jika pemimpin kota Erythra tersebut tunduk kepada istrinya, diapun mengubah sasaran dan mengirimkan surat kunjungan tersebut kepada Countess Miskha yang tentunya di isi dengan berbagai macam iming-iming keuntungan hingga pria tua itu bisa menginjakkan kakai di kota yang terkenal akan gandum istimewanya, kota Erythra.

Count Stalen sangat tak puas dengan keputusan sepihak yang istrinya ambil karena sangat tahu jika Marquess Boryet itu sangat licik.

Ilmu itu mahal, kedatangan Marquess Boryet jelas memiliki maksud terselubung. Pria itu mungkin akan menggunakan status tingginya dan kekuatan yang dimilikinya untuk memaksa para petani mengutarakan teknik rahasia mereka.

Melihat sang Marquess telah masuk kedalam kediaman, Viscount Alexander yang merasa jika Amora sudah tak diperlukan lagi pun segera menyuruhnya untuk pulang.

Viscount Alexander menahan rasa sedih dalam hatinya. dan dengan berat hati diapun mengatakan, “Kerja bagus putriku”, dengan suara lembut yang terdengar tertekan.

Amora bisa menangkap nada getir dari suara ayahnya. Melihat bagaimana bentukan sang Marquess, siapa yang tidak akan kecewa.

Orang itu benar-benar sudah tua dan tak layak untuk gadis muda yang sedang berkembang seperti Amora.

“Ayah, setelah ini apa?”, tanya Amora pura-pura polos.

Menghela nafas pelan, sang Viscount sedang sekuat tenaga menahan emosi negative didalam dirinya.

“Kamu boleh pulang, putriku. Setelah ini, biar ayah yang akan mempromosikanmu secara terselubung”, ujarnya.

“Baik ayah”, jawab Amora patuh.

Melihat si bungsu tetap menurut tanpa syarat dan bahkan tidak mengeluarkan satu protes pun, hati Viscount Alexander  semakin tertekan.Seolah ada batu besar yang terjatuh, berkali-kali disana.

“Sampai jumpa dirumah, ayah”, tangan si bungsu melambai, wajah cantiknya dihiasai segaris senyum sebelum berbalik dan memasuki kereta kuda milik kediaman Gilbert.

Netra sang Viscount mulai berembun, pandangannya tidak juga beralih dari kereta kuda yang dinaiki oleh putri bungsunya meski wujud kereta semakin menjauh dan berakhir hilang dari pandangan.

“Maafkan ayah, putriku”, dengan itu, satu tetes air mata terjatuh mengalir di pipi Viscout Alexander.

Beliau bersedih tanpa tahu di tengah perjalanan si bungsu mengelabui kusir dan kabur menemui teman-teman gelandangannya untuk menghibur diri  dan bersenang-senang dengan memburu hewan liar didalam hutan setelah lelah berakting dihadapan semua orang.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!