SANG PRIMADONA

Viscount Alexander de Gilbert adalah bangsawan terkaya di kota Erythra, sebuah kota kecil yang terkenal akan kemajuan dibidang pertaniannya.

Dari sekian luas kota Erythra, sekitar tujuh puluh persen lahan pertanian yang dimiliki oleh kota tersebut merupakan milik Viscount Gilbert.

Belum lagi kios dan beberapa property lainnya yang merupakan asset berharga yang dimiliki oleh keluarga Gilbert secara turun temurun.

Viscount Alexander menikahi Sabrina yang berasal dari kerajaan tetangga, dan dari pernikahan itu menghasilkan tiga orang anak, satu anak lelaki dan dua anak perempuan dimana ketiga anaknya tersebut memiliki visual sangat mengagumkan seperti kedua orang tuanya.

Anak pertama mereka yang berjenis kelamin laki-laki, Lucius Narendra de Gilbert, merupakan wakil Viscount Alexander di pengadilan dan sangat cakap dalam bekerja sehingga sang ayah sangat mempercayainya.

Anak keduanya berjenis kelamin perempuan dan sangat cantik serta anggun hingga mendapat julukan gadis tercantik seantero kota Erythra.

Dia Regina Laviola de Gilbert, gadis bersurai hitam dan bermata biru cerah. Kulit gadis itu seputih susu, sedang tubuhnya langsing dengan tinggi semampai.

Kecantikan mutlak sang primadona semakin bersinar berkat tingkah laku lemah lembut khas nona Bangsawan yang melekat pada dirinya.

Bukan hanya cantik, Regina juga unggul dalam seni bermain musik, melukis, merajut, menari dan menulis puisi.

Dia juga memiliki suara yang sangat halus, sehalus kain sutera berkualitas tinggi. Setiap dia bertutur kata, para pendengarnya seperti dibuai oleh melodi pengantar tidur, sangat menenangkan.

Sempurna!

Sebuah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan sosok Regina, primadona kota Erythra.

Regina adalah gadis yang duduk dipuncak popularitas. Debutantenya baru diadakan sebulan yang lalu, akan tetapi lamaran yang diterima kediaman Gilbert langsung seperti air bah yang terus berdatangan tanpa bisa dicegah.

“Aku masih ingin memiliki Reginaku. Dia baru debut satu bulan yang lalu, masih banyak waktu untuk menentukan pilihan”.

Selalu perkataan semacam itu yang keluar dari mulut sang Viscount ketika setiap orang mempertanyakan penolakannya terhadap semua lamaran yang ditujukan untuk anak keduanya.

Baik Viscount Alexander maupun Viscountess Sabrina, mereka merasa sayang jika harus dipisahkan dengan sang putri kedua yang sangat sempurna itu.

Bagi pasangan itu, Regina adalah harta paling berharga yang selalu ingin mereka jaga dalam sebuah pelukan hangat.

Jika pun harus melepaskan sang permata, mereka ingin pria yang akan menikah dengan Regina berpangkat dan memiliki kedudukan yang tinggi agar hidupnya dimasa depan terjamin.

Sementara untuk putra sulungnya yang pintar, mereka tak terlalu risau karena sang pemuda sudah terikat dalam pertunangan dengan anak seorang Marquess dari kota Thesalon dan akan melakukan pernikahan tahun depan.

Yang menjadi ganjalan hati pasangan suami istri ini adalah putri bungsu mereka yang sangat tidak bisa diandalkan.

Dalam segi visual, Amora tidak jauh berbeda dengan kedua kakaknya, namun untuk kelakuan, bahkan guru tata karma paling galak sekalipun langsung angkat tangan, menyerah dihari pertama bekerja.

Amora Laberta de Gilbert. Gadis berusia dua belas tahun itu memiliki surai hitam legam seperti kakak perempuannya, namun bola  mata sang gadis diturunkan dari pihak ayah, netra berwarna merah darah yang tak kalah indah dari netra biru cerah yang dimiliki oleh Lucius, Regina dan Viscountess Sabrina.

Tinggi badan Amora tergolong pendek jika dibandingkan dengan ayah, ibu dan kedua kakaknya. Kulit gadis itu sangat putih, hampir seperti mayat, sangat pucat dan kontras dengan surai hitam legamnya.

Bagi yang senang membaca cerita berbau misteri, penampilan Amora terlihat seperti vampire cantik dengan mata merah darahnya yang bisa menghipnotis orang dalam sekejap.

Netra merah darah yang dimiliki oleh Amora sebenarnya lebih kuat daya tariknya ketimbang netra biru cerah milik Regina, hanya saja, tingkah pola gadis kecil tersebut cukup liar bagi kaum bangsawan sehingga pesonanya tertutupi dengan sikapnya yang dianggap buruk.

Akan menjadi sangat membanggakan jika kelakuan Amora semirip visualnya mengagumkan yang dimilikinya.

Sayangnya, Amora seperti seorang gadis yang memiliki jiwa laki-laki.Tidak seperti Regina yang pandai menyulam dan menulis puisi serta memainkan alat musik, Amora malah pandai berpedang dan berkelahi.

Saat Regina begitu senang berkumpul dalam pesta minum teh dan pertemuan puisi bersama nona muda bangsawan lain, Amora lebih suka bergaul dengan para pengawal dan gelandangan dikota Erythra, kemudian berburu hewan liar di dalam hutan.

Perangai Regina penuh sopan santun, jauh berbeda dengan Amora yang sangat lugas dan sembrono.

Bagai langit dan bumi, mereka tidak dekat sebab tidak memiliki kecocokan apapun antara satu dengan yang lainnya.

Dan disinilah sekarang, Amora kembali terjebak untuk kesekian kalinya dalam minggu ini di pesta minum teh yang ibunya adakan.

“Perbaiki posturmu. Lihat, betapa baiknya kakakmu dalam bersikap”, bisik Viscountess Sabrina dengan nada sedikit menekan.

Dia sedang menegur cara duduk Amora yang lama-lama sedikit membungkuk dengan kaki yang terus dia goyang-goyangkan dibawah meja.

Sore ini, Viscountess Sabrina mengadakan jamuan pesta minum teh untuk memancing ikan besar.

Satu minggu yang lalu seorang Dunchess dan seorang Marchioness kaya dari ibukota singgah di kota Erythra dan sampai saat ini keduanya masih menetap dan belum kembali ke ibukota.

Jika bisa menjalin kedekatan dengan kedua wanita yang memiliki kedudukan tinggi dalam pemerintahan di ibukota, jalan bagi Regina untuk mendapatkan pasangan berbobot, akan lebih mudah.

Vincountess Sabrina dan Viscount Alexander menginginkan pendamping yang kompeten untuk putri kesayangan mereka.

Amora mencebikkan bibirnya, dia melirik Regina, mencoba meniru postur duduk sang kakak yang terlihat begitu sempurna.

Acara kabur gadis itu, hari ini gagal total. Demi apapun, dia lebih senang berada di halaman belakang, berkumpul bersama para pengawal atau pergi ke gang kumuh diujung kota dan berkumpul dengan teman-teman para gelandangan yang selama ini mengajarkannya mengenai arti sebenarnya kehidupan, daripada duduk tegak seperti pajangan ditengah para nyonya bangsawan, seperti saat ini.

“Viscountess, saya merasa tersanjung pada sikap anda. Saya hanya tamu di kota ini, namun anda menyertakan saya dalam acara pesta minum teh yang anda adakan”, Dunchess Amalia menunjukkan perangai sopan dengan tutur kata yang sangat lembut.

Netra samarnya beberapa kali melirik pada Regina yang pesonanya sama sekali tak bisa dia lawan.

“Justru saya yang merasa bersyukur. Dunchess pasti sangat sibuk, namun dengan baik hatinya meluangkan waktu untuk menghadiri pesta kecil-kecilan saya. Terimakasih Dunchess, anda sangat pantas dijadikan panutan”, ucap Viscountess Sabrina menunduk sopan.

Dia merendahkan diri dengan menyebut pesta yang dia persiapkan seharian penuh sebagai pesta kecil-kecilan.

“Ini terlalu baik untuk pesta kecil. Viscountess, anda terlalu merendah”, Marchioness Laura menimpali seraya tersenyum anggun.

Wanita itu kemudian terang-terangan menatap Regina, “Dua gadis cantik didekat anda, mereka seperti permata yang berkilau”, lanjutnya sedikit antusias.

Meski berkata dua gadis cantik, namun pandangan sang Marchioness tidak sekalipun terarah ke Amora.

Viscountess Sabrina mengangguk pelan. Dia menyembunyikan kegembiraan yang meledak dihati, ikan besar telah terjerat umpannya.

“Mereka putri-putri saya”, jawabnya bangga.

Netra biru muda cerahnya  memberi tanda pada Regina untuk segera memperkenalkan diri.

Regina melakukannya dengan baik. Dia memberi salam dengan gerakan yang sempurna. Tutur kata gadis itu juga sopan dan jelas.

Duchess Amalia terpikat hingga memiliki binar mata yang seperti mengeluarkan cahaya saking terpesonanya oleh kecantikan dan keanggunan Regina.

Ketika giliran Amora untuk memperkenalkan diri, dan begitu dia bersuara, semua orang langsung berwajah aneh.

Gadis itu sangat asal-asalan dan tutur katanya sangat jauh dari kata halus dan anggun. Viscountess Sabrina sampai harus mengeluarkan deheman aneh untuk mengalihkan perhatian.

Tangan sang Viscountess sangat gatal, dia ingin menampar bokong putri bungsunya itu sekarang juga!

Apa yang Amora perbuat, berhasil membuat suasana canggung menguar. Namun sang pembuat masalah malah bersikap santai.

Amora kembali duduk tegak setelah memperkenalkan diri dan tidak perduli pada tatapan aneh yang dilayangkan oleh para nyonya bangsawan yang hadir sore ini kepadanya.

Sementara itu, Regina diam-diam melirik sang adik. Dia bersiap memberi pelototan maut, akan tetapi Amora berhasil menghindar dengan baik.

Primadona kota Erythra terpaksa kembali memasang wajah bersahaja kendati hatinya menggerutu sebal.

“Sayang sekali putraku sudah menikah. Nona Regina adalah berlian yang paling menyilaukan, jika bisa memiliki menantu seperti dia, aku bisa mati dalam damai”.

Dunchess Amalia selalu menyesali wanita pilihan putranya. Beliau sangat berambisi memiliki Regina sebagai menantu.

“Jika kamu tak bisa, bagaimana jika nona Regina menjadi menantuku. Putra keduaku masih lajang dan memiliki posisi penting didalam pemerintahan. Akan sangat cocok jika Nona Regina menjadi menantuku”, Marchioness Laura berkata dengan penuh kesombongan.

Hati Vincountess Sabrina meledak, penuh kebahagiaan melihat dua wanita berstatus tinggi memperebutkan putri kesayangannya untuk menjadi menantu.

"Akhirnya. semua usaha kerasku hari ini tak sia-sia. Masa depan Regina bisa dipastikan cerah dimasa depan", batin Viscountess Sabrina penuh kebahagiaan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!