“Apakah ini benar-benar keputusan yang tepat?”
Viscount Alexander mengambil nafas dalam-dalam dengan tatapan yang terlihat kosong, membuat Viscountess Sabrina merasa sedikit tertekan.
“Ini sudah merupakan yang terbaik. Kita tak mungkin mengorbankan masa depan cerah Regina. Lagipula, menjadi selir seorang Marquess tidaklah terlalu buruk ”
Viscountess Sabrina berusaha menenangkan kegalauan hati suaminya. Meski dia juga merasa sedikit sedih merasa bersalah terhadapa Amora, tapi jika mengingat ini semua demi masa depan Regina, rasa bersalah itu berlahan terkikis oleh harapan besar yang ada untuk anak keduanya.
Sementara itu didalam kamar Amora, saat ini Klara terus mengekor kemana nona mudanya melangkah dengan pertanyaan yang terus diulang-ulang tanpa lelah.
“Nona, cepat beritahu saya semua rencana anda”, Klara terus mendesak sejak dia memasuki kamar nona mudanya.
Menjadi pelayan pribadi seorang nona bangsawan yang santai seperti Amora, membuat Klara bisa bertindak bebas, tak perlu menerapkan banyak tata karma yang terlalu formal dan menyulitkan, asal masih dalam batas kewajaran dan kesopanan, hal itu tak menjadi masalah.
Amora tersenyum lebar melihat wajah penasaran pelayan pribadinya. Gadis itu duduk nyaman dikursi santai yang diletakkan didekat jendela kamar. Pakaian sang gadis telah berganti dan kondisinya kelihatan lebih segar.
Melihat sang nona seakan mengabaikan pertanyaan yang dilontarkannya, Klara pun berjalan mendekat, memegang satu tangan Amora dan mengayun-ngayunkannya, seperti seorang bocah yang menginginkan sesuatu dari orang tuanya.
“Nona”, desak Klara.
Dia begitu penasaran namun sang nona seperti sengaja mengulur waktu untuk mengerjainya.
“Kamu memang tidak sabaran”, komentar Amora, tangannya melambai, meminta Klara untuk duduk di kursi yang ada disampingnya.
Klara tidak membuang waktu, dia langsung duduk dengan patuh di samping sisi kursi santai milik nona mudanya.
“Anda tidak bersungguh-sungguh bukan”, tanyanya dengan nada menuntut.
Amora tak menjawab, dia malah melemparkan pandangannya keluar, ke dalam kegelapan malam.
“Lihat kesana Klara”, telunjuk Amora mengarah pada pemandangan malam yang terlihat dari jendela kamarnya.
Klara mengikuti arah telunjuk Amora, kemudian memasang ekpresi tidak mengerti.
“Kota Erythra sangat kecil, tapi tidak dengan dunia luar. Saat kita berjalan pelan, disepanjang jalan akan banyak hal menarik untuk dilihat. Jika kita keluar dari kota ini, menurutmu ada berapa kali lipat pemandangan yang menarik untuk kita lihat dan sebesar apa tempat baru yang bisa kita jelajahi?”
Klara menerawang langit malam penuh bintang seraya memikirkan pertanyaan nona mudanya.
“Nona, menurut saya kediaman Marquess Boryet akan sangat mengekang kebebasan anda. Tolong jangan berpikiran pendek seperti ini”, ucap Klara penuh kekhawatiran
Amora hanya terkekeh, dia tidak marah pada kesalah pahaman Klara. Pelayan pribadinya itu pasti mengira jika dia ingin terbebas dari kekangan kedua orang tuanya dengan cara menikah dengan Marquess Boryet.
Amora menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum tipis, “Klara, apa aku pernah menjadi bodoh?”
Klara cepat-cepat menggeleng. “Tentu tidak nona, anda sangat cerdas. Tetapi, nona tidak banyak melawan”, tanpa sadar, pelayan pribadi Amora itu mengeluarkan rasa tidak puas yang selama ini dia tahan dalam hatinya.
“Tidak melawan bukan berarti menerima begitu saja, Klara”, jawab Amora tanpa beban.
Dia menyamankan posisi duduknya sebelum kembali melanjutkan, “Saat mereka memboyongku untuk menikah di kediaman Marquess Boryet, kemungkinan hanya ada beberapa pengawal yang ikut dalam perjalanan. Teman-teman gelandanganku bisa berpura-pura menjadi bandit, yang akan berupaya untuk menjarah kereta kuda yang membawaku, kemudian dalam pertarungan itu, aku bisa memalsukan kematianku karena aku ingin mereka membakar kereta yang aku naiki. Dengan begitu, aku akan dianggap telah tiada. Dengan identitas baru, aku akan berkelana dan hidup bebas tanpa tekanan”
Mendengar rencana berbahaya yang nona mudanya susun, membuat Klara terbelalak dengan mulut sedikit terbuka karena syok.
“Itu tidak mudah, nona. Mereka adalah pengawal terlatih dan apa yang nona rencanakan ini sangat berbahaya”, protes Klara. Rencana nona mudanya itu terdengar sangat gila ditelinganya.
“Jangan ragukan kemampuanku, Klara. Dari semua orang, bukankah kamu yang paling tahu?”
Ragu-ragu Klara mengangguk, “Tapi....”
“Tenang saja, aku akan menang dengan mudah dan aku pastikan semuanya akan berjalan sesuai dengan rencana”
Amora memotong keraguan pelayan pribadinya. Riak wajah sang gadis dipenuhi binar keyakinan akan masa depan cerah yang terpampang jelas dihadapannya.
Fakta bahwa dia diam-diam mempelajari ilmu berpedang sejak usia empat tahun, membuatnya sangat percaya diri.
Apalagi dengan kekuatan elemen cahaya yang dimililikinya, seribu pasukan milik Marquess Boryet dan Gilbert, tak akan mampu menahannya.
Kesombongan Amora membuat Klara terpaksa mengangguk dan bertanya, “Setelah itu, apa yang akan kita lakukan, nona?”.
“Aku akan membiarkan satu saksi mata lolos hanya untuk melihat aku dan kamu dibakar habis didalam kereta oleh para bandit jadi-jadian itu. Saksi mata itu kemungkinan akan mengatakan kita telah mati terbakar dalam kereta, namun faktanya, kita masih hidup dan bebas berkelana menjelajahi dunia”, ucap Amora sangat bersemangat.
Dia bahkan tidak sabar untuk segera bertemu dengan teman-teman gelandangannya dan membahas rencana besar ini.
“Jika nona sudah seyakin itu maka saya akan menyiapkan perbekalan dari sekarang”, ucap Klara yang lekas berdiri, berencana menyiapkan apa yang akan mereka bawa dalam perjalanan.
Klara adalah pribadi yang penuh perhitungan. Menjelajahi dunia pasti memerlukan akomodasi yang tidak sedikit. Sehingga diapun harus mempersiapkan semuanya dengan matang mulai dari sekarang.
Amora tertawa hampir terbahak. Mulutnya terbuka lebar dengan suara tawa yang keras, sangat tidak mencerminkan kelakuan nona bangsawan.
“Klara, para bandit jadi-jadian akan merampas semua yang ada didalam kereta kita”, ucapnya seraya menaik turunkan alis.
"Itulah nona, saya akan menyiapkan apa saja yang akan kita letakkan di kereta", Klara mulai berjalan mondar-mandir mengumpulkan perhiasan milik nona mudanya.
Hidup sebagai pengembara, jika memiliki banyak uang maka semua masalah akan bisa dilewati dengan mudah.
Amora yang melihat Klara sangat bersemangat, tak ingin memadamkan gairahnya sehingga diapun hanya bisa pasrah.
"Terserah mu saja",guman Amora tidak perduli.
Dia kembali menikmati pemandangan langit malam tanpa terganggu oleh suara grusak-grusuk yang ditimbulkan oleh Klara.
******
Didalam kamarnya, Regina terus membolak –balikkan badannya, tak bisa tidur, dia merasa seperti ada sesuatu hal yang kedua orang tuanya sembunyikan darinya.
“Ada apa sebenarnya? Kenapa aku merasa jika ibu dan ayah menyembunyikan hal besar dariku?”, batin Regina gelisah.
Tak bisa tidur, Regina segera menyalakan lilin dan mengambil sebuah buku dari laci meja yang ada disudut ruangan.
Hal yang sering dia lakukan ketika pikiran dan hatinya sedang terganggu, membaca akan membuatnya merasa rileks sehingga bisa tidur dengan nyenyak.
Apa yang Regina rasakan juga dirasakan oleh Lucius yang saat ini masih terjaga didalam ruang kerjanya.
Selembar dokumen sedari tadi dia pegang, terabaikan karena pikirannya berkelana kemana-mana.
Bayangan wajah ceria Amora ketika mengatakan bersedia memenuhi permintaan kedua orang tuanya, membuat rasa bersalah dalam hati kecil Lucius semakin besar.
Sebagai seorang kakak, dia seharusnya melindungi adik bungsunya dengan menyuarakan keberatan atas keputusan yang kedua orang tuanya ambil demi melindungi Regina.
Tapi kenyataannya, dia lagi-lagi mengecewakan adik bungsunya. Sifat pengecutnya tak bisa menyelamatkan masa depan Amora.
Ernest yang sedari tadi hanya melihat tuan mudanya melamun, pada akhirnya bersuara. “Tuan, saya rasa nona Amora sudah memikirkan semuanya dengan matang sehingga dia berani mengambil keputusan besar itu”.
Lucius menoleh, “Apa menurutmu seperti itu?”, tanyanya penuh keraguan.
Ernest mengangguk, “Sepertinya begitu. Saya rasa, nona Amora tak akan mengambil keputusan implusif yang berkaitan dengan masa depannya”, jawabnya.
Mendengar perkataan Ernest, hati Lucius sedikit tenang. Adik bungsunya itu, meski terlihat tenang di permukaan, namun dia cukup licik.
Entah rencana besar apa yang telah dia siapkan. Apapun itu, demi adik bungsunya, dia akan mendukung semua hal yang Amora rencanakan tanpa syarat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments