TERPOJOKKAN

Pagi itu, ketika Amora hendak menuju meja makan, ditengah jalan dia bertemu dengan kakak sulungnya yang juga hendak berjalan menuju raung makan sambil menatapnya tajam.

Lucius sudah mendengar hukuman cambuk yang diterima oleh sang adik dari Ernest, pelayan pribadinya.

Tadinya dia cukup khawatir dan sedih sehingga berencana untuk menjenguk adik bungsunya itu sebelum berangkat ke pengadilan.

Tapi kini, melihat Amora berjalan tegak dengan senyum mengembang di bibirnya, kekhawatiran dalam hatinya menguar seketika.

“Selamat pagi kak”, sapa Amora riang.

Mendengar sapaan hangat dari sang adik, Lucius bingung harus berekspresi seperti apa. Dia ingin menangis dan marah secara bersamaan, jika kembali mengingat kelakuan luar biasa sang adik selama ini.

“Hmm”, pada akhirnya, hanya suara deheman kecil yang bisa Lucius keluarkan dan keduanya pun berjalan dalam diam hingga tiba diruang makan.

Sebenarnya, hubungan antara Lucius dan Amora lebih hangat dibandingkan dengan hubungan antara Amora dengan Regina.

Dulu, sebelum Lucius memegang bisnis keluarga Gilbert dan ikut bekerja didepartemen pengadilan bersama sang ayah, Amora selalu menempel kemanapun Lucius pergi.

Meski tak seluruhnya berguna, setidaknya beberapa ucapan dan nasehat yang Lucius keluarkan masih didengar dan dipatuhi oleh Amora.

Hanya saja, kini setelah dia sibuk mengelola bisnis keluarga yang semakin besar serta permasalahan yang ada dipengadilan, waktu yang dia gunakan untuk bersama adik bungsunya mulai menghilang, hingga membuat Amora pun mencari kesenangan diluar setelah bosan bermain dengan para pengawal yang ada dalam kediaman Gilbert.

Inilah hal yang mendasari Amora mulai kabur keluar kediaman memalui pintu belakang dan bertemu dengan para gelandangan yang membantunya keluar dari kesulitan pada saat dirinya dihadang oleh sekawanan penjahat yang ingin menjarah kantong uang yang dibawanya.

Karena bantuan para gelandangan inilah, Amora kecil bisa lolos dari bahaya dan lambat laun, karena sering bertemu dan berinteraksi dengan mereka, Amora kecil yang merasa cocok meski usai mereka cukup jauh darinya, memutuskan berteman dengan mereka.

Para gelandangan yang merasa jika Amora bukanlah gadis kecil yang merepotkan pun tak mempermasalahkan kehadirannya ditengah-tengah mereka.

Bahkan mereka seperti mendapat hiburan karena nyatanya gadis kecil bangsawan itu juga memiliki selera dan kelakukan yang sama seperti mereka, gemar berburu didalam hutan dan menikmati bermain dialam bebas seperti hutan belantara yang ada diperbatasan kota, tak jauh dari tempat mereka tinggal.

Sejak bertemu dengan teman-teman barunya, Amora pun sudah tak lagi merasa bosan, karena setiap kali bosan menyerangnya, dia akan kabur dari kediaman dan mencari kesenangannya sendiri diluar mansion.

Lucius tak menyadari jika kehadirannya cukup berarti dan kehilangan perhatian darinya menyebabkan adiknya bertingkah semakin liar dan sulit untuk dikendalikan.

Sebagai anak sulung, Lucius mengemban beban berat dipundaknya, sebagai pewaris Viscount Gilbert, dirinya dituntut untuk sempurna tanpa celah.

Untungnya, Lucius memiliki sifat hampir sama dengan sang ayah, Viscount Alexander yang merupakan seorang pekerja keras.

Keluarga Gilbert memiliki tanah berhektar-hektar  yang dimanfaatkan untuk menanam gandum serta berbagai jenis tanaman obat, serta memiliki kios besar dengan berbagai sector yang ada dipusat kota, yang tentunya membutuhkan penanganan dan mengawasan yang ketat agar produksi yang mereka hasilkan, kualitasnya tak sampai menurun, dan jika bisa bertambah seiring berjalannya waktu.

Kota Erythra merupakan salah satu kota kecil yang merupakan bagian dari provinsi Herakly yang memang terkenal dengan sector pertaniannya, terutama hasil gandum dan tanaman obat yang merupakan hasil budidaya dan penelitian yang dilakukan para leluhur keluarga Gilbert terdahulu sehingga gandum yang dihasilkan di tanah pertanian mereka memiliki rasa yang lebih enak dengan ukuran lebih besar daripada gandum yang dihasilkan oleh kota lainnya sehingga permintaan pasar sangat tinggi.

Viscout Alexander sebagai kepala keluarga Gilbert menjadi pria terkaya dikota Erythra hingga membuat dirinya cukup sibuk.

Belum lagi urusan di departemen hukum dan pengadilan yang diembannya, membuat jadwal pekerjaan beliau cukup padat sehingga jarang memiliki waktu berkumpul bersama keluarga kecilnya.

Sehari, mereka mungkin hanya sekali bertemu dengan sang tuan rumah, hanya saat sarapan pagi dan terkadang pada saat makan malam, atau jika sedang sibuk benar, mungkin berhari-hari mereka tak akan melihat wujud kepala keluarga Gilbert tersebut di dalam kediaman.

Amora tidak merasa sedih akan hal itu karena dia sudah terbiasa diabaikan oleh anggota keluarganya, namun tak begitu dengan Regina yang akan mengeluhkannya hampir setiap waktu jika ada kesempatan.

Jika sudah seperti itu, Viscount Alexander pun akan bermurah hati berjanji membawakannya perhiasan dengan desain terbaru atau sebuah buku terkenal yang baru terbit kepada anak sulungnya untuk meredam protes.

Amora tak tahu, apakah kedua orang tuanya menyayanginya atau tidak. Yang jelas, keduanya selalu mengutamakan kedua kakaknya dalam setiap hal dan atas segalanya.

“Amora, Regina dan kamu sama-sama mendapatkan pelajaran tata karma dari nyonya Belinda. Tapi, apa-apaan ini, cara dudukmu itu benar-benar mengganggu mata!”, Viscountess Sabrina merasa terganggu pada cara duduk anak bungsunya yang selama makan sedikit membungkuk, tak setegap Regina.

Perasaan tidak puas Viscountess Sabrina seakan tidak memiliki kata akhir. Amora terlalu payah dalam segala hal yang menyangkut tata karma gadis bangsawan.

“Punggungku sakit”, bohong Amora.

Punggung Amora telah sembuh, jadi tak mungkin terasa sakit. Dia hanya pegal berlama-lama duduk tegap seperti yang dilakukan oleh Regina dan ibunya.

Lagipula, saat ini disekitar mereka tidak ada siapapun yang harus di tipu, jadi mengapa ibunya tidak membiarkan saja dia duduk dan menikmati sarapan dengan nyaman.

“Bahkan setelah tahu itu sakit, kamu masih membangkang?”, Viscount Alexander ikut menyerang,  tidak memberi pembelaan atas luka-luka yang diterima putri bungsunya dan semakin melayangkan tatapan tajam yang menghunus.

Amora hanya bisa mendengus sebal. Gadis itu sangat yakin, jika yang sedang terluka itu Regina, ayahnya pasti akan menangis tersedu-sedu dan tidak akan berhenti menceramahi istrinya karena telah menghukum anak kesayangannya dengan begitu kejam.

“Empat tahun lagi kamu akan debut, sekarang sudah seharusnya kamu mulai meninggalkan kegiatan tidak jelas diluar sana. Sekali lagi ibu mendengar kamu masih bergaul dengan para gelandangan itu dan menghilangkan nora kesopanan yang ada, maka bukan hanya hukum cambuk yang akan ibu berikan!”, ucap Viscountess Sabrina serius dengan ancamannya.

Dia menatap tajam pada si bungsu dan tidak berniat memberikan keringanan sedikitpun.

Terpaksa Amora duduk setegak mungkin. Gerakannya kaku, jauh berbeda dengan betapa luwesnya Regina berperilaku.

Melihat hal itu, Viscount Alexander menghela nafas pelan. Pandangan sang paruh baya beralih pada Regina.

Dalam sekejap, gurat tidak puasnya berubah menjadi binar kasih sayang. “Regina sayang, ayah dengar kemarin Dunchess Amalia dan Marchoiness Laura terus memujimu selama pesta minum teh berlangsung”.

Regina mengangguk seraya tersenyum manis. Dia menelan dulu makanan yang ada dalam mulutnya, kemudian meminum air secara anggun dan barulah menjawab, “Benar, ayah”.

Viscountess Sabrina memiliki senyum puas diwajah cantiknya. Dia telah mendengar gossip terbaru dimana popularitas sang putri semakin meningkat.

Setelah Dunchess Amalia dan Marchioness Laura memperebutkan Regina agar bisa membawanya pulang sebagai menantu mereka dalam pesta minum teh yang diadakannya, semua orang semakin memandang tinggi keanggunan putrinya itu.

“Sangat membanggakan! Putri ayah memang yang terbaik!”, Viscount Alexander mengusap sayang kepala Regina.

Citra pria paruh baya itu dimasayarakat semakin apik berkat citra positif yang dimiliki oleh anak pertama dan keduanya itu.

Semua orang mengatakan dia dan istrinya mendapatkan anugerah luar biasa sebab memiliki anak sebaik Regina dan Lucius..

“Berkat ibu dan ayah, aku tumbuh dengan baik”, jawab Regina seraya menunduk sopan.

Perkataan begitu menyenangkan untuk didengar sehingga senyum kepuasan diwajah Viscount Alexanderr dan Viscountess Sabrina semakin lebar.

Amora  menahan diri untuk tidak mendengus. Dia tidak iri, hanya saja dia tidak menyukai orang yang merendahkan diri untuk menyanjung orang lain. Dimatanya, perilaku Regina sangat palsu.

“Lihatlah, kakakmu selalu memberi contoh sebaik ini, tapi kenapa kamu tak pernah menirunya?”, ucap Viscount Alexander penuh keluhan.

Viscount Alexander ingin Amora setidaknya meniru sedikit sikap anggun Regina. Kepribadian si bungsu melenceng terlalu jauh dari yang seharusnya.

Amora adalah putri bangsawan,memiliki sikap lemah lembut dan penuh tata karma merupakan suatu keharusan.

Amora malas menanggapi, dia hanya mengangguk patuh tanpa mengatakan apapun. Gadis itu sudah terbiasa dengan situasi semacam ini.

Dibanding-bandingkan dengan Lucius dan Regina, bahkan ketika kedua orang tuanya sedang malas melakukannya, masih ada masyarakat umum yang dengan senang hati melakukan hal itu.

Klara menatap sendu punggung kecil Amora. Sedari dulu, sang nona tidak pernah sekalipun mengeluh tindakan pilih kasih kedua orang tuanya.

Dia ingin tahu, sebenarnya seperti apa perasaan nona mudanya setiap kali menghadapi situasi tak menyenangkan seperti ini.

Jika bisa, Klara ingin mengatakan kepada seluruh dunia jika nonanya tidak seburuk yang dipikirkan oleh semua orang.

Amora  memiliki pesonanya sendiri. Akan tetapi, semua orang seperti menutup mata, pandangan mereka hanya tertuju pada binar terang yang dipancarkan oleh Regina dan kecerdasan  Lucius, membuat si bungsu semakin tersisih.

Lucius yang melihat sang adik terpojokkan pun segera bersuara, “Ayah, ada banyak hal yang harus kita kerjakan pagi ini, jadi sebaiknya segera berangkat”.

Viscount Alexander yang diingatkan oleh sang putrapun segera bangkit dari kursinya dan bergegas keluar untuk pergi ke departemen pengadilan bersama Lucius, meninggalkan istri dan kedua putrinya yang kini juga beranjak pergi meninggalkan ruang makan untuk kembali ke raung pribadi mereka masing-masing.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!