sengaja.

...Hari itu Amina tidak masuk kuliah karena terbangun kesiangan setelah pingsan. Stevan kemudian mengajaknya makan siang di sebuah restoran....

"Kenapa kamu mencariku di perusahaan?" tanya Stevan, menghentikan makannya dan menatap Amina yang sedang menikmati beef steak.

"Itu... aku hanya ingin tahu, mengapa Kakak mengabaikanku? Apa ada yang salah denganku?" Amina meletakkan sendok garpunya dan menunduk sedih.

Stevan menghela napas berat. "Kamu tidak salah apa pun, Dik. Kakak hanya sedang sangat sibuk," jawabnya, berbohong dengan nada menyesal. Padahal, jauh di lubuk hatinya, ia merindukan untuk mendekap Amina.

"Baiklah... tapi, lain kali Kakak jangan mengabaikanku ya?" pinta Amina dengan tatapan penuh harap.

Jika tidak mengabaikanmu, bagaimana aku bisa menahan diri untuk tidak terus berada di dekatmu? batin Stevan, terbungkam oleh pikirannya sendiri.

"Kakak?" tegur Amina lembut.

"Hhhmm... ya, ada apa?" Stevan tersentak dari lamunannya saat Amina melambaikan tangan di depannya.

"Kakak kok malah melamun?" tanya Amina heran. Stevan tersadar sepenuhnya dan menatap Amina dengan sedikit terkejut.

"Kakak hanya sedang memikirkan rapat penting," Stevan berusaha menyembunyikan gejolak hatinya, bangkit dari duduknya, dan menatap Amina dengan datar.

"Ayo, kita pulang," ajaknya, nada suaranya terdengar dingin meskipun ia berusaha bersikap biasa.

...Amina hanya mengangguk tanpa bertanya, ikut berdiri, dan mereka berdua berjalan keluar dari restoran....

...Begitu tiba di luar, langkah mereka terhenti. Di dekat pintu masuk, tampak Kevin sedang menunggu, seperti sudah berada di sana sejak tadi....

"Kak Kevin?" sapa Amina dengan nada terkejut bercampur bingung.

"Amina, kamu tidak masuk kuliah? Apa kamu sakit?" tanya Kevin dengan raut wajah khawatir, sama sekali tidak mempedulikan tatapan tajam Stevan yang tertuju padanya.

"Oh... tadi aku tiba-tiba merasa kurang sehat, jadi aku izin, Kak. Kalau Kakak sendiri...?" Amina mengedarkan pandangannya, mencari sesuatu atau seseorang di sekitar Kevin.

"Aku hanya ingin melihatmu, memastikan kamu baik-baik saja," kata Kevin tulus, tangannya bergerak hendak membelai rambut Amina.

Plak!

"Aduh!" Kevin terkejut dan meringis saat tangannya ditepis keras oleh Stevan.

"Jangan berani menyentuhnya," ucap Stevan penuh penekanan, matanya memancarkan kemarahan saat menatap Kevin.

"Dia itu se—" Kevin menelan kata-katanya sendiri, matanya melebar menyadari hampir melakukan kesalahan.

"Kak Kevin?" Amina menatap Kevin dengan raut wajah khawatir, bingung dengan perubahan sikapnya yang tiba-tiba.

"Aku... aku harus pergi. Sampai jumpa, Amina," ujar Kevin tergesa-gesa, membalikkan badan dan berjalan cepat menuju motornya tanpa menoleh lagi.

Setelah Kevin menghilang di kejauhan, Stevan menggenggam erat tangan Amina. "Kita pergi sekarang."

...(Malam harinya)...

...Merasa tidak puas dengan jawaban hari ini, Amina memutuskan untuk menghubungi Amel. Namun, alih-alih kehangatan sahabat, nada suara Amel justru terdengar dingin dan acuh tak acuh....

"Amel, kamu baik-baik saja?" tanya Amina, merasakan keanehan dalam diri sahabatnya.

"Iya, aku baik-baik saja. Memangnya kenapa?" jawab Amel dengan nada datar, berusaha menyembunyikan sesuatu.

"Tidak... hanya saja aku merasa ada yang berbeda darimu," tebak Amina, intuisinya kuat mengatakan ada yang tidak beres.

"Tidak ada yang berubah kok, Amina. Percayalah," elak Amel, namun suaranya terdengar kurang meyakinkan.

"Oh... kalau begitu baiklah. Selamat malam, Amel." Amina memutuskan untuk mengakhiri percakapan, hatinya semakin tidak tenang.

"Iya, selamat malam."

...Sambungan telepon terputus. Amina kembali meletakkan ponselnya, tatapannya kosong menatap buku di depannya. Perubahan sikap Amel membuatnya diliputi berbagai pertanyaan....

"Ada apa sebenarnya dengannya?" gumam Amina pelan.

...(Keesokan paginya)...

🌺

🌺

🌺

...Hari itu Amina mencoba bersikap biasa dan tetap masuk kuliah. Saat jam istirahat tiba, ia dan teman-temannya memilih untuk makan siang santai di kantin sambil menonton pertandingan basket seru yang sedang dimainkan oleh para senior....

"Kak Kevin, semangat!" seru Amina tanpa sadar, ikut terbawa suasana pertandingan.

...Kevin yang sedang fokus bermain, menoleh dan tersenyum manis ke arah Amina. Senyum itu, meski singkat, berhasil membuat Amel yang duduk di samping Amina merasakan tusukan cemburu yang membakar hatinya. Dengan lirikan tajam, Amel melirik Amina dari sudut matanya, sebelum perlahan mendekatkan diri....

Byur!

"Aaaaa!" Amina terpekik kaget ketika minuman dingin yang berada di tangan Amel tiba-tiba tumpah seluruhnya mengenai tubuhnya, membuatnya basah kuyup dan lengket.

"Ya ampun, Amina! Maafkan aku, aku tidak sengaja!" Amel berpura-pura terkejut, wajahnya dibuat panik sambil mencoba mengelap baju Amina yang basah dengan beberapa lembar tisu tipis.

"Tidak apa-apa, Amel. Tolong bantu aku ke kamar mandi," pinta Amina dengan nada tenang meski merasa tidak nyaman, lalu bangkit berdiri.

...Dari belakang, saat Amina berjalan menjauh, Amel menyunggingkan senyum sinis yang penuh kemenangan. Matanya menatap punggung Amina dengan tatapan meremehkan....

"Ini baru permulaan, Amina," bisiknya pelan, penuh arti.

(Bersambung)

Terpopuler

Comments

Myra Myra

Myra Myra

kamu jahat Ngan Aminah Amel...nnty kamu sndry akn menyesal

2025-04-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!