Jalan-jalan

...Senja merayap tanpa terasa, namun Amina masih terlelap nyaman di atas kasur Stevan. Tidur pulasnya terusik oleh dering ponsel yang memekakkan telinga....

"Astaga... aku ketiduran!" gumam Amina seraya bangkit terperanjat dari kasur. Langkahnya terburu-buru menuju nakas.

"Siapa yang menelepon?" Dengan gerakan cepat, Amina membuka tasnya, mencari sumber suara yang tak kunjung henti.

"Amel?" Amina menatap layar ponsel, kemudian menggeser ikon hijau.

"Amina! Kamu di mana?" Suara melengking Amel terdengar dari seberang.

"Maaf, Amel. Aku ketiduran di kantor Kakak," jawab Amina sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Jalan-jalan, yuk!" ajak Amel dengan nada riang.

"Ke mana?"

"Ke pasar malam! Kita coba berbagai makanan enak. Ayolah, ya? Please..." rengek Amel penuh harap.

"Baiklah, aku akan pulang dulu untuk berganti pakaian, lalu-"

"Aku jemput mu di mansion, ya?" potong Amel tak sabar.

"Oke."

"Sampai jumpa! Bye!"

Panggilan terputus. Mata indah Amina tertuju pada jam di layar ponselnya. Rupanya, waktu telah menunjukkan pukul lima sore.

"Sebaiknya aku segera pulang."

...Amina bergegas menuju pintu dan membukanya. Baru saja ia hendak melangkah keluar, sebuah teguran menghentikannya....

"Kamu sudah bangun?" sapa Stevan.

Amina tersentak dan menoleh ke arah Stevan. "I-iya, aku sudah bangun, Kak," jawabnya gugup.

...Stevan bangkit dari duduknya dan menghampiri Amina, lalu berdiri tegak di hadapannya. Amina menelan ludah dengan susah payah, mendongak menatap kakaknya....

"Kak...." lirih Amina.

"Kamu masih ingat apa yang aku katakan tadi?" tanya Stevan sambil mengulurkan tangannya, menyentuh lembut pipi Amina.

Amina sedikit terkejut, lalu mengangguk pelan. "Iya, Kak."

"Bagus. Ayo, kita pulang."

...Stevan mengulurkan tangannya, menggenggam tangan Amina, dan membawanya pergi....

...Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, akhirnya mereka tiba di mansion dan segera turun dari mobil....

...Stevan mengerutkan kening ketika tatapannya tak sengaja menangkap keberadaan mobil Amel, teman sekolah Amina tengah terparkir di depan mansion....

"Untuk apa dia kemari?" tanya Stevan dengan nada curiga.

"Itu... kami berencana untuk jalan-jalan," jawab Amina jujur, meskipun jantungnya berdebar-debar karena takut.

"Kamu itu—"

"Kakak, aku tahu aku tidak boleh berpacaran, tapi Kakak juga tidak punya hak untuk melarangku berteman atau sekadar menikmati waktuku!" protes Amina dengan nada mulai meninggi karena kesal.

Stevan menghela napas berat. "Kamu boleh pergi, tapi dengan satu syarat," ucap Stevan akhirnya.

"Apa, Kak?" tanya Amina.

"Bawa pengawal Kakak bersamamu," putus Stevan tanpa memberikan kesempatan untuk Amina membantah.

"Cih! Terserah!"

...Amina mendengus kesal dan melangkah pergi meninggalkan Stevan. Semakin hari, sikap Stevan terasa semakin berlebihan, membuatnya tidak mengerti mengapa kakak tirinya itu bisa bersikap seperti ini....

"Amina!" seru Amel riang saat melihat Amina melangkah masuk ke dalam mansion.

"Kamu pasti sudah lama menunggu?" tebak Amina.

"Enggak kok, Sayang. Dia baru saja tiba," bukan Amel yang menjawab, melainkan Nyonya Elsa yang dari tadi menemani Amel di ruang tamu.

"Iya, benar kata ibumu," timpal Amel sambil tersenyum lebar.

"Baiklah, aku akan mandi dulu. Kamu tunggu di sini sebentar."

"Aku ikut!" sela Amel seraya melangkah mengikuti Amina, lalu menoleh ke arah Nyonya Elsa. "Enggak apa-apa kan, Tante?" tanya Amel.

"Hahaha, silakan," Nyonya Elsa terkekeh kecil dan mempersilakan Amel menunggu Amina di dalam kamar.

"Makasih," Amel tersenyum, lalu mendorong Amina menaiki anak tangga. "Ayo cepat!" desaknya.

...Setelah Amina dan Amel masuk ke dalam kamar, Stevan muncul dan melangkah memasuki mansion dengan wajah dingin....

"Nak, kamu baru pulang?" sapa Nyonya Elsa.

"Iya, Ma... aku mau istirahat sebentar, aku capek," ucap Stevan sambil terus melangkah pergi.

"Tunggu," cegah Nyonya Elsa.

"Ada apa lagi?" tanya Stevan sambil memutar kepalanya, menoleh ke arah ibunya dengan wajah memelas kelelahan.

"Papamu akan berangkat ke luar negeri, kamu temani dia," perintah Nyonya Elsa.

"Tapi, Ma—"

"Tidak ada tapi-tapian, titik!" tegas Nyonya Elsa.

"Cih!" Stevan mendengus kesal, melonggarkan dasinya, dan melangkah menaiki anak tangga menuju kamarnya.

...Di kamar, Amina bergegas mandi dengan cepat. Ia tak ingin membuat Amel menunggu lama. Selesai mandi, ia keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk melilit tubuhnya dan melangkah menuju lemari pakaiannya....

"Amina, apa kamu tahu kalau aku datang atas perintah siapa?" tanya Amel tiba-tiba.

Amina mengerutkan kening, melirik ke arah Amel. "Apa maksudmu?" tanyanya bingung.

"Aku datang atas permintaan Papamu. Kata beliau, dia sudah berjanji kepadamu, jadi dia harus menepatinya," beber Amel sambil kembali tersenyum lebar ke arah Amina.

"Terima kasih," ucap Amina tulus, ikut tersenyum setelah mendengar penjelasan Amel.

...Ia pikir tidak akan bertemu lagi dengan teman dekatnya itu, ternyata sang ayah angkat sudah mempersiapkan segalanya....

(Bersambung)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!