...Seminggu berlalu begitu cepat. Pasca kejadian itu, Amina tidak masuk kuliah dan terus dihantui mimpi buruk hingga seringkali berteriak histeris di malam hari. Siang harinya, ia hanya melamun, tatapannya kosong menerawang ke jendela, dan menolak untuk berkomunikasi dengan siapa pun....
...Kondisi ini semakin mencemaskan Nyonya Elsa. Ia tak henti-hentinya menangis, meratapi nasib Amina, putri angkat yang sangat disayanginya....
...Di sisi lain, keluarga Alina juga dilanda kemalangan. Perusahaan orang tuanya berada di ambang kebangkrutan akibat kekacauan yang terjadi. Sementara itu, orang tua temannya yang lain ikut diberhentikan dari pekerjaan mereka dan kesulitan mencari pekerjaan baru akibat dampak dari kejadian yang sama....
🌺
🌺
🌺
...Tepat pukul delapan malam, keheningan menyelimuti ruang makan keluarga Salvador. Di sana, mereka berkumpul untuk santap malam, namun suasana terasa begitu sunyi, kontras dengan memori akan riuh rendah suara dan tawa ceria Amina yang dulu selalu mengisi setiap sudut ruangan....
"...Pa," lirih Nyonya Elsa, suaranya tercekat oleh isak tangis yang kembali menyeruak, "kapan Amina akan kembali seperti dulu? Mama sangat merindukannya..."
...Tuan Hernando menghentikan kegiatan makannya, lalu merangkul bahu istrinya dengan lembut....
"Bersabarlah, Ma..." ucapnya pelan, "besok kita akan mengajak Amina menemui psikolog. Barangkali, itu bisa membantu meringankan beban traumanya." Tuan Hernando sendiri sudah tak tega melihat air mata sang istri terus mengalir.
"Pa, Amina tidak gila! Dia hanya trauma. Kenapa harus ke psikolog?" Stevan menyuarakan keberatannya.
"Lalu, sampai kapan dia akan terus seperti ini, Stevan? Lagipula, psikolog bukan hanya untuk orang dengan gangguan jiwa," jawab Tuan Hernando, menatap putranya dengan sedikit nada frustrasi.
"Cih! Terserah," desis Stevan sebelum beranjak kasar dari kursinya dan melangkah pergi.
...Namun, belum jauh ia berjalan, seorang pelayan wanita menghampirinya dengan tergesa. Ia menunduk dalam-dalam di hadapan Stevan, raut wajahnya menyimpan ketakutan....
"Ada apa?" tanya Stevan, keningnya berkerut tanda heran.
"A-anu, Tuan... ada seseorang yang ingin bertemu dengan Tuan," jawab pelayan itu dengan suara bergetar.
"Selarut ini?" Stevan semakin bingung. Siapa gerangan yang bertamu di jam yang tak lazim ini?
"Suruh mereka masuk," titahnya dengan rasa ingin tahu bercampur curiga.
"Baik, Tuan."
...Pelayan itu segera berlalu, dan tak lama kemudian kembali dengan seorang pria paruh baya dan seorang gadis di belakangnya. Stevan langsung mengenali gadis itu: Lina. Ia pun menyadari bahwa pria paruh baya itu pastilah ayah Lina....
"Ada keperluan apa kalian datang kemari?" tanya Stevan dengan nada dingin, tatapannya tajam mengamati keduanya.
Tanpa ragu, ayah Lina berlutut di hadapan Stevan. "Tuan..." suaranya bergetar, "saya mohon ampun atas kesalahan putri saya. Saya berjanji, dia tidak akan mengulanginya lagi."
"Enteng sekali kau bicara! Lalu bagaimana dengan Amina? Putri sialanmu itu telah membuatnya trauma berat!" bentak Stevan dengan murka yang meluap.
...Sudah seminggu ini Stevan mencoba segala cara untuk menyembuhkan Amina. Bahkan, ia rela melakukan hal konyol seperti berdandan menjadi badut, hanya untuk melihat adiknya tersenyum. Namun, bukannya tawa, yang keluar dari bibir Amina hanyalah tangisan histeris yang memilukan....
"Maafkan saya, Tuan... saya mohon ampun..." Ayah Lina terisak, air matanya semakin deras membasahi lantai. "Jika Tuan mau, ambillah putri saya sebagai istri. Saya rela... asalkan Tuan melepaskan perusahaan saya. Itu adalah satu-satunya warisan keluarga kami."
"Apa maksudmu?"
...Suara Nyonya Elsa yang tiba-tiba terdengar membuat suasana semakin tegang. Ia dan Tuan Hernando tampak berjalan mendekati mereka dengan raut wajah terkejut....
"Nyonya..." Ayah Lina segera berdiri, merapatkan kedua tangannya di depan dada, menatap Nyonya Elsa dengan wajah memelas. "Maafkan saya..." lirihnya penuh penyesalan.
"Kau pikir, aku sudi menerima putri bejatmu itu setelah apa yang dia lakukan pada putriku?!" Nyonya Elsa mengepalkan kedua tangannya erat-erat, matanya berkilat marah.
"Nyonya, saya-"
"ENYAH! Pergi dari hadapanku!" teriak Nyonya Elsa histeris, suaranya bergetar karena amarah.
"Tapi, Nyonya-"
"Apa kau tuli?! Cepat angkat kaki dari sini sebelum aku memanggil keamanan!" potong Stevan dengan nada membentak.
...Tanpa pilihan lain, Ayah Lina dan Lina terpaksa pergi dengan tangan hampa. Padahal, sepanjang perjalanan, secercah harapan terus menyala dalam benak Ayah Lina. Ia membayangkan Stevan akan tergiur dengan tawarannya, sebuah pertukaran yang menurutnya bisa menyelamatkan perusahaan mereka, meskipun harus mengorbankan Lina di bawah kendali Stevan. Namun, kenyataan pahit kini membentang di hadapan mereka....
"Pa... putriku..." lirih Nyonya Elsa, tangisnya kembali pecah, terdengar histeris.
"Papa, bawa Mama ke kamar. Aku akan pergi memeriksa Amina," ucap Stevan dengan nada prihatin, lalu berbalik dan menaiki tangga menuju kamar adiknya.
Ceklek.
...Pintu kamar Amina terbuka, namun pemandangan di dalamnya langsung membuat Stevan dilanda kepanikan. Kasur kosong! Tanpa membuang waktu, ia berlari kecil menuju pintu kamar mandi dan membukanya dengan tergesa....
...Benar dugaannya. Amina meringkuk di sudut bathtub, tubuhnya basah kuyup, menggigil hebat sambil kedua tangannya rapat menutup telinga, air mata membasahi wajahnya karena ketakutan....
"Amina..." lirih Stevan dengan nada cemas.
Tanpa ragu, ia segera masuk dan meraih tubuh Amina yang dingin dan gemetar ke dalam pelukannya yang hangat. "Jangan takut, Sayang. Ada aku di sini," bisiknya lembut sambil mengecup puncak kepala Amina.
(Bersambung)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Yara
lanjuuut 🥰🥰🥰🥰
2025-04-08
1