Bab 17 Pria bertopeng

Sudah sehari berlalu sejak kemunculan Demicratas, monster ikan pari raksasa yang menjadi andalan para Demon dalam rencana penghancuran Kerajaan Servar. Kini jumlah mereka bertambah menjadi tiga ekor, melayang angkuh di angkasa, masing-masing membawa kastil kecil di atas punggungnya seperti benteng bergerak yang menakutkan. Tubuh mereka yang lebar membentang luas, menciptakan bayangan raksasa di tanah di bawahnya, menelan sinar matahari dan menimbulkan kegelapan yang menyerupai gerhana.

Di punggung Demicratas yang berada di garis depan, seorang Demon berdiri tegak di balkon kastil kecil yang tertancap kokoh di atas tubuh monster itu. Angin kencang menerpa jubahnya yang berwarna hitam keunguan, sementara kedua tanduknya yang melengkung ke belakang tampak berkilauan di bawah cahaya temaram. Dia menatap jauh ke depan dengan teropong hitam berukiran simbol aneh, memeriksa cakrawala.

Lalu, di ujung penglihatannya, terbentanglah Kerajaan Servar—sebuah bayang-bayang megah dengan tembok kokoh menjulang tinggi, melindungi kota yang bersinar di bawahnya. Senyum licik terbentuk di wajahnya, dan matanya yang merah menyala semakin bersinar penuh gairah kemenangan.

"Hahaha..." Suara tawa rendahnya terdengar di antara raungan angin. "Itu dia. Kerajaan Servar... hanya tinggal satu kerajaan itu saja, dan kita akan berhasil menaklukkan seluruh daratan ini!"

Tatapan Demon itu semakin tajam, penuh dengan rasa puas dan kesombongan. Dia membalikkan badan dengan langkah tegas, masuk ke dalam kastil untuk mengumumkan berita itu. Di dalam, puluhan Demon berkumpul di ruang perintah, bersiap menerima instruksi dari pemimpin mereka. Beberapa di antaranya adalah ksatria Demon berbaju zirah hitam pekat, sementara yang lain adalah penyihir dengan jubah panjang yang penuh dengan simbol sihir gelap.

Dengan suara lantang, Demon pemimpin itu berseru, "Semuanya, bersiaplah! Setengah jam lagi, kita akan melakukan penyerangan! Kali ini kita akan menghancurkan kerajaan itu dan membawa kejayaan bagi Tuan Astergol!"

"Oooh!!" Teriakan semangat dari para Demon menggema di seluruh kastil. Para prajurit dengan cepat bergerak, mengasah senjata mereka, merapal mantra, dan bersiap menghadapi pertempuran yang mereka anggap sebagai kemenangan mutlak.

Sementara itu, tiga Demicratas yang menjadi kendaraan perang mereka mulai mengubah haluan, menukik perlahan ke arah Kerajaan Servar, membawa bencana yang segera tiba. Namun, sebelum mereka bisa semakin dekat, sesuatu yang tak terduga terjadi.

Dalam sekejap mata, salah satu Demicratas yang berada di sisi kanan mendadak terbelah menjadi tiga bagian besar. Tanpa ada peringatan, tanpa ada tanda-tanda serangan, tubuh monster raksasa itu pecah dengan begitu bersih, seolah-olah ditebas oleh pedang yang mampu membelah dunia itu sendiri.

Darah hitam pekat menyembur deras dari luka-lukanya, menciptakan hujan darah yang jatuh dari langit seperti hujan kematian. Potongan tubuh monster itu berputar-putar di udara sebelum akhirnya jatuh menuju tanah dengan kecepatan tinggi, mengeluarkan suara gemuruh yang menyerupai guntur.

Para Demon yang melihat kejadian itu langsung terdiam. Wajah mereka berubah pucat, mata mereka membelalak, dan tangan mereka gemetar memegang senjata. Ketakutan mulai menjalar di hati mereka, sesuatu yang jarang sekali mereka rasakan.

"A-apa?!" Teriak Demon pemimpin dengan suara tercekat. "Demicratas... terbelah?!"

Dia mengucek matanya, memastikan bahwa dia tidak sedang berhalusinasi. Namun, pemandangan mengerikan itu tetap ada di hadapannya. Tiga potongan tubuh Demicratas yang jatuh bebas, dengan darah yang terus bercucuran di angkasa.

"Ini... tidak mungkin..." gumamnya dengan suara parau. "Monster ini seharusnya memiliki kulit sekeras baja! Bahkan sihir tingkat tinggi pun hanya bisa menggoresnya! Tapi... ini... ini seperti dipotong dengan mudah!"

Pikiran Demon itu berputar cepat. "Apakah ada petualang tingkat S di sini?! Atau... jangan-jangan... seorang Pahlawan?!"

Ketegangan memenuhi udara. Suara riuh rendah dari Demon lainnya mulai terdengar, mereka semua bertanya-tanya siapa atau apa yang telah melakukan hal itu. Ketakutan mulai merayapi mereka. Bagaimana mungkin seseorang dapat menebas monster sebesar ini dalam satu serangan?!

Demon pemimpin itu segera mengangkat tangannya dan memberikan perintah darurat.

"Seluruh pasukan! Sebar! Cari siapa pun yang ada di sekitar sini! Temukan pelakunya!"

Dengan cepat, para Demon berpencar, menyebar ke seluruh penjuru kastil dan di sekitar Demicratas yang tersisa. Mata mereka liar, penuh kewaspadaan, mencoba mencari sosok yang telah melakukan hal mustahil itu.

Beberapa saat kemudian, seorang Demon prajurit berlari tergesa-gesa menuju pemimpinnya. Wajahnya pucat, napasnya tersengal-sengal, dan matanya dipenuhi dengan keterkejutan yang begitu dalam.

"Tuan!! Saya telah menemukan seseorang!" Dia berteriak panik.

Demon pemimpin itu langsung menoleh. "Siapa?!"

Prajurit itu menunjuk ke arah depan dengan tangan gemetar.

"Ada seseorang... duduk di atas kepala Demicratas!!"

Seketika, seluruh mata tertuju ke depan, ke arah kepala monster raksasa yang masih tersisa. Dan benar saja, di sana ada seseorang.

Sosok itu duduk dengan santai di atas kepala Demicratas, seolah-olah tempat itu hanyalah bangku biasa. Tubuhnya berbalut jubah kuning yang melambai-lambai tertiup angin. Rambut panjangnya diikat ke belakang, berayun lembut, memperlihatkan wajahnya yang terlihat begitu tenang dan tanpa ekspresi.

Tidak ada aura sihir yang terpancar dari tubuhnya. Tidak ada tekanan membunuh yang terasa. Namun, keberadaannya saja cukup untuk membuat seluruh pasukan Demon merasakan sesuatu yang lebih mengerikan dari sekadar intimidasi biasa.

Di tangan kanannya, dia menggenggam sebuah katana hitam legam yang masih tertutup sarung namun masih teradapat kumpulan aura misterius yang tersisa dari tebasan yang baru saja ia lakukan.

Sosok itu perlahan mengangkat kepalanya, matanya terbuka sedikit, menatap lurus ke arah Demon pemimpin yang kini menegang di tempatnya.

Suasana menjadi hening mencekam.

Demon pemimpin itu menelan ludah, lalu berbisik dalam hati.

[Siapa orang ini...?]

Demon pemimpin itu berdiri tegap di hadapan pasukannya yang kini tersisa, matanya menatap tajam ke arah pria bertopeng yang masih berdiri di atas kepala Demicratas. Angin kencang menerpa medan pertempuran di langit, membawa aroma darah dari monster raksasa yang telah terbelah sebelumnya.

Tanpa ragu, dia maju selangkah, suaranya menggelegar menembus hiruk-pikuk langit.

"Oi, siapa kamu!? Kenapa kamu bisa ada di sini!? Apakah kamu pelaku yang menyerang satu Demicratas kami di sana!?"

Jarinya yang bersarung besi menunjuk ke arah reruntuhan tubuh Demicratas yang kini meluncur bebas ke tanah, meninggalkan jejak darah di udara. Sorot matanya penuh dengan amarah bercampur kebingungan.

Pria bertopeng yang duduk santai itu perlahan berdiri. Pergerakannya begitu tenang, seakan-akan pertempuran di sekelilingnya bukanlah sesuatu yang perlu dikhawatirkan. Jubah hitam dan kuning keemasan yang ia kenakan berkibar tertiup angin, memperlihatkan sekilas armor ringan yang ia kenakan di dalamnya. Celana hitam panjangnya tampak bebas dari debu atau darah, menandakan bahwa dia bahkan belum berkeringat sedikit pun dalam pertarungan ini.

Sementara wajahnya tertutup oleh topeng, suaranya terdengar jernih dan datar, tanpa sedikit pun ketakutan.

"Yah, itu benar. Aku yang melakukannya."

Demon pemimpin itu tersentak, tetapi sebelum dia bisa bereaksi, pria bertopeng itu melanjutkan dengan nada ringan.

"Itu semua karena kalian berniat untuk menghancurkan kerajaan itu, kan?"

Sambil berbicara, kepalanya sedikit menoleh, melirik sejenak ke Kerajaan Servar yang kini mulai tampak lebih jelas di kejauhan. Matanya—meskipun tersembunyi di balik topeng—terasa seolah menimbang sesuatu, mungkin menilai seberapa besar ancaman yang masih tersisa.

Kata-katanya bagai cambuk yang menyulut amarah. Para Demon yang masih berdiri di belakang pemimpin mereka merasakan darah mereka mendidih. Mereka bukan hanya dihina, tetapi juga diperlakukan seolah bukan ancaman sama sekali oleh satu orang asing!

"Sialan kamu!"

Teriakan Demon pemimpin itu menggema, matanya yang merah menyala memancarkan kebencian.

"Kalian semua, segera bunuh dia!!"

Seakan diberi isyarat, puluhan Demon melompat maju dengan kecepatan tinggi. Pedang mereka yang berkilauan, cakar tajam, serta sihir hitam yang mulai terbentuk di tangan mereka menciptakan pemandangan yang mengerikan. Dalam sekejap, udara di sekitar menjadi pekat oleh aura pembunuhan.

Namun, pria bertopeng itu tidak bergeming.

Dengan satu gerakan ringan, dia meraih pedangnya—yang masih tersarung—dan mengangkatnya perlahan.

Dan kemudian dia bergerak.

Dalam satu kedipan mata, bayangannya menghilang.

Para Demon yang melompat ke arahnya masih berada di udara ketika tubuh mereka terpental ke belakang dengan kekuatan luar biasa. Jeritan kesakitan memenuhi udara saat mereka menghantam kastil kecil di atas Demicratas dengan brutal.

Dalam hitungan detik, semuanya berakhir.

Pria bertopeng itu kini telah berdiri tepat di hadapan Demon pemimpin, sedangkan di belakangnya, para pasukan yang menyerangnya tergeletak tak sadarkan diri. Beberapa di antara mereka masih menggeliat, sementara yang lain benar-benar tak bergerak, tulang mereka patah akibat hantaman benda tumpul—tanpa ada satu pun yang terbunuh.

Demon pemimpin itu membeku. Matanya melebar, menatap tak percaya.

Apa yang baru saja terjadi?!

Tubuhnya menegang, keringat dingin mengalir di tengkuknya. Dia bahkan tidak bisa melihat serangan itu terjadi. Satu-satunya bukti bahwa pria bertopeng itu bergerak adalah kenyataan bahwa semua anak buahnya telah dikalahkan.

"Baiklah... selamat tinggal. Dan terima kasih atas tumpangannya."

Suara pria bertopeng itu terdengar santai, seolah dia hanya berbicara dengan seorang kenalan.

Seketika itu juga, Demon pemimpin merasakan sensasi dingin yang tajam merayapi tubuhnya.

Matanya menatap kosong ke depan saat rasa sakit mulai menyebar dari pundak kanannya hingga ke pinggul kirinya. Pandangannya mulai kabur, kesadarannya perlahan memudar. Tubuhnya terpotong menjadi dua bagian, darah menyembur ke segala arah.

Demon pemimpin itu tidak sempat berpikir lagi.

Dalam sekejap, dunia menjadi gelap.

Tidak berhenti sampai di situ, sesuatu yang lebih mengejutkan terjadi.

Tubuh Demicratas tempat mereka berpijak mulai terbelah.

Dengan suara retakan yang mengerikan, tubuh raksasa itu terpotong menjadi beberapa bagian besar. Darah hitam menyembur deras dari luka-luka yang begitu bersih, jatuh ke tanah seperti hujan kematian.

Tak hanya itu. Demicratas lainnya pun mengalami hal yang sama. Seolah mendapat nasib yang sudah ditentukan, monster-monster raksasa itu terbelah secara sempurna, satu per satu, hingga akhirnya jatuh ke tanah dalam kehancuran total.

Dari Kerajaan Servar, orang-orang yang tengah berjaga di menara pengawas bisa melihat pemandangan yang tak masuk akal.

Langit yang tadi dipenuhi oleh monster raksasa kini menjadi kuburan di udara, diwarnai darah yang membentuk kabut pekat.

Di salah satu reruntuhan tubuh Demicratas yang telah mencapai tanah, sesosok pria perlahan bangkit dari bayangan.

Pria itu sama dengan yang menyerang para Demon sebelumnya.

Dengan gerakan santai, dia melepas topengnya, memperlihatkan wajahnya yang tajam dan mata yang penuh ketenangan. Dia adalah Tenzo.

Sebelumnya, dia masih berada di desa Dalf, mencari pakaian dan peralatan. Namun begitu melihat kemunculan Demicratas, dia segera menyelinap naik ke atas monster itu menggunakan elemen angin, memanfaatkan kemampuannya untuk melompat di udara hingga akhirnya bisa mencapai punggung mereka.

Topeng yang ia kenakan hanyalah taktik sederhana untuk menyembunyikan identitasnya.

Sekarang, dia berdiri di tanah yang bergetar akibat jatuhnya tubuh-tubuh monster raksasa.

Di kejauhan, Kerajaan Servar mulai terlihat. Dari luar, kerajaan itu tampak hancur—temboknya berlubang, reruntuhan bangunan berserakan, dan sisa-sisa pertempuran masih terlihat jelas.

"Jadi itu... Kerajaan Servar, ya."

Tatapan Tenzo mengamati kota tersebut dengan penuh pertimbangan.

"Dari luar saja sudah terlihat begitu kacau. Tak heran para Demon mengincarnya, karena ini satu-satunya kerajaan yang masih bertahan."

Tanpa ragu, dia mulai melangkah ke depan, menuju kota yang menjadi pusat perlawanan terakhir umat manusia.

Namun, dari dalam semak-semak di sekitar jalan yang ia lalui...

Sepasang mata diam-diam mengawasinya.

Seseorang mengikuti Tenzo.

Dan orang itu... mungkin bukan sekadar pengamat biasa.

Terpopuler

Comments

F~~

F~~

Uyyy siapa tuh yang diam2 mengikuti. Btw nt buat para demonnya. kali ini kalian ampas bertemu mc

2025-03-25

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!