Bab 4 Sambutan dari Pemimpin Demon

Beberapa menit setelah memasuki kamp Demon, kedua tim menghadapi berbagai rintangan. Namun, tantangan terbesar dihadapi oleh tim Ares.

Di jalur yang mereka lalui, udara terasa berat, dipenuhi aroma darah dan asap pekat yang menyelimuti reruntuhan gua. Cahaya merah dari obor di sepanjang jalan berkedip-kedip, seakan mencoba bertahan dari hembusan angin malam yang dingin. Di antara bayangan yang bergerak, makhluk-makhluk bertaring dengan mata berkilau menunggu dalam kegelapan.

Demon-Demon itu tidak memberikan kesempatan sedikit pun bagi tim Ares untuk bernapas. Mereka muncul dari setiap sudut, menyerang dengan kecepatan dan kekejaman yang luar biasa. Pedang beradu, sihir meledak di udara, dan teriakan perang bercampur dengan raungan makhluk buas.

Ares mengayunkan pedangnya dengan gerakan cepat, menebas Demon yang mencoba menerkamnya. Darah hitam menyembur ke tanah, menguarkan bau busuk yang membuat perut mual. Di sekelilingnya, anggota timnya bertarung mati-matian. Napas mereka memburu, peluh bercucuran di dahi, namun mereka tidak bisa berhenti. Jika lengah sedikit saja, mereka akan terkoyak dalam sekejap.

Di kejauhan, seorang pria berbalut jubah gelap berdiri di atas reruntuhan. Tenzo, seperti biasa, hanya mengamati dari kejauhan. Matanya tajam, memindai medan pertempuran dengan tenang. Namun, tak jarang beberapa Demon menyadari kehadirannya dan mencoba mendekatinya.

Dengan satu gerakan, Tenzo menghilang dari tempatnya, lalu muncul kembali di belakang Demon yang mendekat. Sebelum makhluk itu sempat bereaksi, pedangnya sudah menusuk tepat di jantungnya. Demon itu hanya sempat mengeluarkan suara menggeram sebelum tubuhnya melemah dan jatuh ke tanah.

Sementara itu, jauh di dalam markas Demon, keadaan mulai berubah.

Di dalam ruangan yang remang-remang, pemimpin Demon duduk di singgasananya yang terbuat dari tulang belulang. Matanya menyipit saat mendengar laporan dari bawahannya.

“Manusia telah memasuki wilayah kita. Mereka membantai pasukan kita dengan cepat,” ucap salah satu Demon dengan nada cemas.

Pemimpin itu tidak segera merespons. Ia hanya menyandarkan tubuhnya ke kursi dan menghela napas panjang. Ada kemarahan dalam dirinya, tetapi juga rasa senang. Bibirnya melengkung ke atas dalam senyum penuh arti.

"Perintahkan semua pasukan untuk mundur ke pusat markas," katanya dengan suara rendah namun penuh otoritas.

Bawahan itu terkejut. “Tuan, apakah kita akan menyerah?”

Pemimpin itu tertawa pelan. “Menyerah? Tentu tidak. Aku hanya ingin menjamu tamu kita dengan sesuatu yang lebih... istimewa.”

Demon bertipe Mage yang berdiri di sampingnya mengangguk pelan. “Apa rencana Anda, Tuan?”

Pemimpin itu berdiri, melangkah turun dari singgasananya dengan langkah pelan namun penuh wibawa. “Sudah saatnya kita menguji hasil eksperimen kita.” Ia menoleh dengan senyum menyeramkan. “Lepaskan monster-monster itu. Aku ingin melihat apakah para manusia-manusia itu bisa bertahan.”

Bawahannya menelan ludah, lalu membungkuk sebelum bergegas pergi untuk melaksanakan perintah.

Setelah melalui berbagai pertarungan, akhirnya tim Ares berhasil mencapai titik pertemuan dengan tim William. Namun, kondisi mereka jauh dari kata baik. Beberapa anggota tim terlihat penuh luka, napas mereka tersengal, dan pakaian mereka berlumuran darah—baik darah mereka sendiri maupun darah para Demon yang telah mereka lawan.

Saat melihat keadaan Ares, William hanya tertawa lepas. “Hahaha! Ares, apa yang terjadi padamu? Kau terlihat seperti baru saja melewati neraka!” katanya dengan nada menggoda.

Ares, yang masih mencoba mengatur napas, menatap William dengan tatapan tajam. “Berhenti tertawa, dasar brengsek! Kami hampir tidak selamat di sana. Demon-demon itu datang tanpa henti!”

William mengangkat bahu dengan santai. “Yah, yang penting kalian masih hidup. Sekarang kita sudah berkumpul lagi, jadi biarkan timmu beristirahat di belakang. Kami yang akan berada di garis depan.”

Ares menghela napas panjang sebelum mengangguk. “Baiklah.”

Setelah itu, ia segera mengatur ulang formasi. Timnya yang kelelahan ditempatkan di barisan belakang agar mereka bisa pulih, sementara tim William bersiap di depan untuk menghadapi kemungkinan serangan berikutnya.

Namun, setelah beberapa saat berjalan, mereka mulai menyadari sesuatu yang aneh.

Jalur yang mereka lalui kini begitu sunyi. Tidak ada tanda-tanda Demon di mana pun. Tidak ada suara langkah makhluk buas, tidak ada mata merah bersinar di dalam kegelapan, tidak ada dentingan senjata yang biasanya menyambut mereka.

William menoleh ke Ares. “Hei, Ares, cuma aku yang merasa ada yang aneh, atau kau juga merasakannya? Sejak kita berkumpul, tidak ada satu pun Demon yang muncul.”

Ares mengangguk, ekspresinya serius. “Ya, jalur ini terasa terlalu sepi... Apa mungkin sebagian besar Demon memang berkumpul di jalurku tadi?”

William mengangkat alis. “Tunggu, memang sebanyak apa jumlah Demon yang kau hadapi?”

“Sangat banyak, sampai kami hampir tidak bisa bergerak.”

William terkekeh. “Hah! Mana mungkin sebanyak itu. Kita lanjut saja dan lihat sendiri.”

Namun, jauh di belakang mereka, Tenzo menghentikan langkahnya. Matanya menyipit tajam.

[Ada sesuatu di depan…]

Ia bisa merasakan keberadaan banyak makhluk berkumpul di satu titik. Jumlahnya luar biasa besar, lebih dari yang mereka hadapi sebelumnya.

[Jadi, mereka semua sudah menunggu di sana…]

Tenzo menatap ke depan dengan ekspresi waspada. Ia tahu, apa pun yang menanti mereka di depan sana, itu bukan sesuatu yang bisa dianggap remeh.

Dan pertempuran sesungguhnya baru akan dimulai.

**

Langkah mereka bergema di dalam gua yang semakin lama terasa semakin sempit dan gelap. Dinding-dinding batu yang dingin menjulang di sekeliling mereka, menciptakan bayangan yang menari-nari di antara temaram obor yang dibawa oleh para petualang. Setiap tarikan napas terasa berat, bercampur dengan udara lembap dan aroma khas bebatuan tua yang seakan menyimpan rahasia kelam.

Namun, di tengah kegelapan itu, salah seorang petualang yang berjalan di depan tiba-tiba berseru, suaranya penuh harapan.

"Ada cahaya di depan! Sepertinya itu jalan keluar!"

Mendengar hal itu, Ares dan William segera bergerak ke depan untuk memastikan. Mata mereka menyipit, mencoba menembus kegelapan yang mulai tergantikan oleh cahaya samar. Benar saja—di ujung jalur berbatu itu, ada celah besar yang memancarkan sinar terang, seperti pintu yang mengundang mereka menuju kebebasan.

Mereka mempercepat langkah. Semakin dekat dengan cahaya, harapan mulai tumbuh dalam hati mereka. Namun, begitu mereka melewati celah itu dan benar-benar keluar dari lorong gua, apa yang menanti mereka di sisi lain membuat darah mereka membeku.

Mereka tidak berdiri di luar gua seperti yang mereka harapkan. Sebaliknya, mereka tiba di sebuah ruang bawah tanah raksasa—sebuah lapangan luas yang berada di dalam gua, cukup besar untuk menampung seluruh kota kecil. Langit-langitnya tinggi, dihiasi stalaktit tajam yang menggantung seperti taring raksasa. Cahaya dari kristal-kristal berpendar di dinding, menerangi tempat itu dengan cahaya kehijauan yang membuat suasana terasa semakin suram.

Namun yang benar-benar membuat mereka terdiam bukanlah keindahan tempat ini, melainkan makhluk-makhluk yang menunggu di sana.

Di sekeliling lapangan, ratusan Demon berdiri dalam barisan yang ketat, membentuk lingkaran sempurna di sekitar mereka. Makhluk-makhluk itu memiliki berbagai bentuk—ada yang tinggi dengan kulit bersisik, ada yang bertubuh besar dengan otot-otot menggelembung, dan ada pula yang memiliki sayap gelap yang mengepak pelan.

Suasana begitu mencekam hingga waktu seakan berhenti. Namun, dalam hitungan detik, keheningan itu hancur.

"GRAAAAAAH!!"

Seruan Demon pertama meledak di udara, diikuti oleh pekikan dan sorakan dari ratusan lainnya. Suara mereka menggema keras di seluruh gua, membuat tanah bergetar dan udara bergetar seperti badai kematian yang baru saja dilepaskan.

Ares menelan ludah, matanya membesar melihat pemandangan yang begitu buruk. "William..." katanya dengan suara rendah, hampir berbisik.

William masih terdiam, ekspresinya tegang. Namun, Ares melanjutkan dengan nada lebih keras.

"Ini buruk. Sangat buruk. Kita dikelilingi oleh ratusan Demon. Kita tidak mungkin bisa melawan mereka semua!"

William mengangguk cepat, pikirannya bekerja keras. "Kau benar. Tidak ada gunanya bertahan di sini. Kita harus mundur—"

Namun, sebelum William bisa memberikan perintah kepada pasukannya, suara berat dan bergema menggema dari tengah kerumunan Demon.

"Selamat datang, para petualang! Kalian telah memasuki markas kebanggaanku!"

Sebuah tawa kasar mengikuti ucapan itu. Dari barisan Demon, seorang sosok maju ke depan—Demon bertubuh besar dengan kulit merah tua, tanduk melengkung di kepalanya, dan jubah hitam panjang yang berkibar saat ia melangkah. Ia mengangkat kedua tangannya.

"Semuanya! Sambutlah tamu-tamu kita dengan sorakan!"

Sorakan Demon semakin keras. Beberapa menginjak-injak tanah, membuat getaran seperti gempa kecil, sementara yang lain menepukkan senjata mereka ke perisai, menciptakan suara gemuruh yang semakin menambah ketegangan.

Lalu, tiba-tiba—BOOM!!

Dari belakang, suara dentuman keras terdengar. William dan Ares menoleh cepat, dan yang mereka lihat membuat dada mereka terasa sesak.

Lorong yang baru saja mereka lewati kini tertutup oleh reruntuhan batu.

Jalan keluar telah lenyap.

William mendesah panjang, lalu menatap Ares dengan ekspresi pasrah. "Yah... sepertinya kita tidak punya pilihan lain."

Ares hanya bisa menelan ludah.

Sang Pemimpin Demon

Dengan langkah perlahan, mereka bergerak ke tengah lapangan, dikelilingi oleh tatapan tajam para Demon. William mengamati area itu dengan saksama, hingga akhirnya matanya tertuju pada sebuah singgasana besar di ujung lapangan.

Di sana, duduk dengan penuh wibawa, adalah sosok Demon yang jelas berbeda dari yang lain.

Kulitnya berwarna ungu tua dengan mata kuning menyala. Jubah hitam panjang dengan bordiran emas melingkupi tubuhnya, dan di tangannya, sebuah tongkat berukir berbentuk tengkorak berkilau dalam cahaya hijau samar. Dialah pemimpin dari tempat ini.

Demon itu—Rezgar—memandang mereka dengan seringai lebar.

"Sekali lagi, aku ucapkan selamat datang," katanya dengan suara dalam yang mengandung nada keangkuhan. "Aku, Rezgar, Pemimpin dari tempat ini, menyambut kalian dengan sepenuh hati."

Kemudian, dengan santai, ia menyandarkan tubuhnya ke singgasana dan berbicara dengan nada yang lebih rendah.

"Sebenarnya kedatangan kalian ke sini cukup mengganggu... terutama ketika kalian membunuh banyak sekali pasukanku. Itu benar-benar membuatku kesal."

Sorakan dari Demon lain mulai melemah, berganti dengan gumaman rendah yang mengandung kemarahan.

Rezgar mengangkat tangannya, dan seketika, keheningan melingkupi tempat itu.

"Namun..." lanjutnya, kali ini dengan seringai yang lebih lebar, "Aku juga merasa sangat berterima kasih kepada kalian."

William menyipitkan matanya. "Apa maksudmu...?"

Rezgar tertawa kecil. "Karena kalian telah memberikanku sebuah ide yang luar biasa."

Ares dan William saling berpandangan. Ada sesuatu yang tidak beres.

Rezgar kemudian berdiri, mengangkat tangannya tinggi ke udara.

"Baiklah, semua! Lepaskan mereka! Mari kita mulai permainannya!!"

---

Sementara Itu – Tenzo

Jauh dari sana, di tempat Tenzo berada, suasana mendadak berubah. Saat ia menunggu rombongan itu melangkah lebih jauh, tiba-tiba—

BOOM!!

Tanah bergetar saat jalan di depannya runtuh, tertutup oleh reruntuhan batu yang jatuh dengan cepat. Asap dan debu beterbangan, memenuhi udara.

Tenzo menyipitkan mata, lalu mendekati batuan yang menutupi jalur. Ia menyentuh permukaannya yang masih hangat, kemudian menatap ke depan dengan ekspresi tajam.

"Hmph. Mereka menutup jalan ini... Jadi ini memang jebakan."

Ia menghela napas pelan, lalu menyatukan informasi yang ia miliki. Dari jumlah aura kehidupan yang begitu besar di depan, ditambah dengan penutupan jalur ini, hanya ada satu kesimpulan.

"Yah... Tidak salah lagi. Mereka sedang dijebak."

Tatapannya mengeras.

"Tapi apakah mereka sadar?"

Terpopuler

Comments

F~~

F~~

permainan apa yang akan mereka berikan

2025-03-20

2

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 Turun Gunung
2 Bab 2 Mengintrogasi
3 Bab 3 Memasuki Gua
4 Bab 4 Sambutan dari Pemimpin Demon
5 Bab 5 Monster Eksperimen
6 Bab 6 Kedatangan Tenzo
7 Bab 7 Tenzo melawan para Demon
8 Bab 8 Membebaskan Tahanan
9 Bab 9 Kenyataan Yang Menyakitkan
10 Bab 10 Fakta Yang Mengejutkan
11 Bab 11 Melanjutkan Perjalanan
12 Bab 12 Kerajaan Inavosta
13 Bab 13 Para Pahlawan
14 Bab 14 Pertarungan
15 Bab 15 Akhir pertarungan
16 Bab 16 Desa Dalf
17 Bab 17 Pria bertopeng
18 Bab 18 Kerajaan Servar
19 Bab 19 Penguntit Misterius
20 Bab 20 Akhir Pertarungan dengan Penguntit
21 Bab 21 Gedung Serikat
22 Bab 22 Konflik Kecil
23 Bab 23 Pertemuan Dengan Ketua Serikat
24 Bab 24 Perpustakaan
25 Bab 25 Perbincangan
26 Bab 26 Mengambil Misi
27 Bab 27 Tenzo Vs Diomas
28 Bab 28 Ramez vs Diomas
29 Bab 29 Akhir Pertarungan
30 Bab 30 Kembalinya Mereka
31 Bab 31 Dungeon Acak
32 Bab 32 Melatih Ramez
33 Bab 33 Pelatihan Selesai
34 Bab 34 Essence Of Life
35 Bab 35 Ruang Boss Dungeon
36 Bab 36 Misi Pencarian
37 Bab 37 Berangkatnya Party William
38 Bab 38 Sesuatu di ruang Bos Dungeon
39 Bab 39 Pertarungan melawan Bos Dungeon
40 Bab 40 Pertarungan Menuju Akhir Ramez vs King Goblin
41 Bab 41 Kejatuhan King Goblin
42 Bab 42 Pertarungan Lestinar: Taktik, Amarah, dan Balasan
43 Bab 43 Penaklukan Dungeon Telah Selesai
44 Bab 44 Mengecek Hadiah Dungeon
45 Bab 45 Hasil Yang Mengejutkan
46 Bab 46 Promosi Peringkat
47 Bab 47 Konflik Lama Yang Kembali Muncul
48 Bab 48 Rezgar Vs Eldemas
49 Bab 49 Terungkap Kebohongan Diomas
50 Bab 50 Kemeriahan Pesta Di Malam hari
51 Bab 51 Sebuah Duel Di tengah Malam
52 Bab 52 Duel Berakhir dengan Terbitnya Matahari
53 Bab 53 Perpisahan Dengan Lestinar
54 Bab 54 Promosi Peringkat Mendadak
55 Bab 55 Time Skip Hasil Pelatihan
56 Bab 56 Mengambil Misi
57 Bab 57 Pertemuan Singkat Dengan Eldemas
58 Bab 58 Berkunjung Ke Pemilik Misi
59 Bab 59 Memulai Perjalanan
Episodes

Updated 59 Episodes

1
Bab 1 Turun Gunung
2
Bab 2 Mengintrogasi
3
Bab 3 Memasuki Gua
4
Bab 4 Sambutan dari Pemimpin Demon
5
Bab 5 Monster Eksperimen
6
Bab 6 Kedatangan Tenzo
7
Bab 7 Tenzo melawan para Demon
8
Bab 8 Membebaskan Tahanan
9
Bab 9 Kenyataan Yang Menyakitkan
10
Bab 10 Fakta Yang Mengejutkan
11
Bab 11 Melanjutkan Perjalanan
12
Bab 12 Kerajaan Inavosta
13
Bab 13 Para Pahlawan
14
Bab 14 Pertarungan
15
Bab 15 Akhir pertarungan
16
Bab 16 Desa Dalf
17
Bab 17 Pria bertopeng
18
Bab 18 Kerajaan Servar
19
Bab 19 Penguntit Misterius
20
Bab 20 Akhir Pertarungan dengan Penguntit
21
Bab 21 Gedung Serikat
22
Bab 22 Konflik Kecil
23
Bab 23 Pertemuan Dengan Ketua Serikat
24
Bab 24 Perpustakaan
25
Bab 25 Perbincangan
26
Bab 26 Mengambil Misi
27
Bab 27 Tenzo Vs Diomas
28
Bab 28 Ramez vs Diomas
29
Bab 29 Akhir Pertarungan
30
Bab 30 Kembalinya Mereka
31
Bab 31 Dungeon Acak
32
Bab 32 Melatih Ramez
33
Bab 33 Pelatihan Selesai
34
Bab 34 Essence Of Life
35
Bab 35 Ruang Boss Dungeon
36
Bab 36 Misi Pencarian
37
Bab 37 Berangkatnya Party William
38
Bab 38 Sesuatu di ruang Bos Dungeon
39
Bab 39 Pertarungan melawan Bos Dungeon
40
Bab 40 Pertarungan Menuju Akhir Ramez vs King Goblin
41
Bab 41 Kejatuhan King Goblin
42
Bab 42 Pertarungan Lestinar: Taktik, Amarah, dan Balasan
43
Bab 43 Penaklukan Dungeon Telah Selesai
44
Bab 44 Mengecek Hadiah Dungeon
45
Bab 45 Hasil Yang Mengejutkan
46
Bab 46 Promosi Peringkat
47
Bab 47 Konflik Lama Yang Kembali Muncul
48
Bab 48 Rezgar Vs Eldemas
49
Bab 49 Terungkap Kebohongan Diomas
50
Bab 50 Kemeriahan Pesta Di Malam hari
51
Bab 51 Sebuah Duel Di tengah Malam
52
Bab 52 Duel Berakhir dengan Terbitnya Matahari
53
Bab 53 Perpisahan Dengan Lestinar
54
Bab 54 Promosi Peringkat Mendadak
55
Bab 55 Time Skip Hasil Pelatihan
56
Bab 56 Mengambil Misi
57
Bab 57 Pertemuan Singkat Dengan Eldemas
58
Bab 58 Berkunjung Ke Pemilik Misi
59
Bab 59 Memulai Perjalanan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!