Kegelapan di Balik Pintu Besi
Pintu besi yang kokoh itu berderit keras saat Tenzo mendorongnya terbuka. Logam yang sudah mulai berkarat bergesekan satu sama lain, menciptakan suara yang tajam dan menusuk telinga. Dari celah yang semakin melebar, hawa dingin menerobos keluar—bukan sekadar dingin biasa, tetapi dingin yang menyusup hingga ke sumsum tulang, membawa serta aroma tajam bahan kimia dan sesuatu yang lebih mengerikan: bau kematian.
Tenzo tidak langsung melangkah masuk. Matanya yang tajam menyapu bagian dalam ruangan yang kini tampak jelas di hadapannya. Cahaya redup dari kristal sihir yang tertanam di dinding hanya memberikan penerangan secukupnya, menciptakan bayangan panjang yang menari-nari di lantai batu yang dingin.
Suasana di dalam berbeda dari ruang-ruang sebelumnya. Jika sel-sel tahanan para wanita hanya berisi jeruji kayu dan tanah lembap, tempat ini terasa seperti laboratorium tersembunyi yang berasal dari neraka.
Di sepanjang dinding, terdapat deretan meja kayu yang dipenuhi dengan tabung kaca berisi cairan berwarna kehijauan, beberapa masih penuh sementara yang lain hanya menyisakan sisa-sisa kering yang melekat di permukaannya. Selang-selang kecil menjulur dari berbagai alat, terhubung ke benda-benda asing yang entah untuk apa. Bau menyengat dari bahan kimia membuat Tenzo mengerutkan alisnya.
Namun, yang paling mencolok adalah tabung-tabung kaca besar yang berdiri tegak di tengah ruangan.
Tabung itu hampir setinggi manusia dewasa, sebagian besar kosong tetapi beberapa lainnya… berisi sesuatu.
Tenzo melangkah mendekat, jantungnya berdetak sedikit lebih cepat. Ujung jarinya menyentuh permukaan kaca yang dingin, menelusuri jejak embun yang terbentuk akibat perbedaan suhu. Di dalam cairan hijau yang kental, sesosok makhluk mengambang dalam keadaan tidak sadar.
Makhluk itu memiliki tubuh besar, kulit kasar, otot-otot menonjol seperti baja, dan wajah yang mengerikan dengan rahang kuat yang terlihat siap untuk menghancurkan apa pun. Tetapi yang membuat Tenzo tercekat adalah bentuknya yang familiar.
Monster ini…
Ia memalingkan wajah ke tabung lain. Isinya sama. Lalu tabung berikutnya. Sama lagi.
"Jadi mereka… memproduksi monster," gumamnya pelan, nada suaranya datar, tetapi di dalam hatinya, kemarahan mulai bergejolak.
"Pintar," suara Rezgar terdengar dari belakangnya, penuh kepuasan. "Kami tidak akan repot-repot berburu monster liar. Kami hanya perlu menciptakan mereka sendiri."
Tenzo tidak menanggapi. Dia melangkah lebih jauh ke dalam ruangan, matanya menyapu setiap tabung dengan teliti. Hingga akhirnya—
Dia berhenti.
Salah satu tabung terlihat berbeda.
Tidak seperti yang lain, yang hanya berisi monster utuh, makhluk dalam tabung ini tidak sepenuhnya berubah.
Separuh tubuhnya… masih manusia.
---
Sebuah Kebenaran yang Mengerikan
Tangan kecil itu terlihat jelas dalam cairan hijau, mengambang tanpa daya. Wajah mungilnya masih bisa dikenali, meskipun kulitnya mulai berubah warna. Namun yang paling menyayat hati adalah… bekas air mata yang tampak membekas di pipinya.
[Seorang anak…]
Jari-jari Tenzo mengepal.
Sekarang, dia mengerti maksud dari ucapan Rezgar sebelumnya.
"Tidak ada gunanya mencarinya. Mereka sudah tidak ada."
Bukan karena mereka dibawa pergi ke tempat lain. Tetapi karena mereka sudah berubah menjadi monster ini.
Kekesalan, kemarahan, dan rasa frustrasi bergejolak dalam dadanya. Untuk sesaat, dunia seolah membeku di sekelilingnya. Udara yang tadi dingin terasa semakin mencekik.
Dia ingin membantah.
Dia ingin mengatakan bahwa ini semua tidak mungkin.
Tetapi bukti ada di depan matanya.
Dia mengatupkan giginya erat-erat.
"Jadi kamu akhirnya paham?" Suara Rezgar terdengar lagi, nada suaranya terdengar seperti orang yang baru saja menjelaskan sesuatu yang sangat sederhana.
Tanpa berpaling, Tenzo bertanya dengan suara yang lebih dingin dari sebelumnya.
"Kalian… menggunakan anak-anak untuk menciptakan monster ini?"
"Iya," Rezgar mengangkat bahunya santai. "Secara garis besar, itu benar."
Tenzo mengalihkan pandangannya dari tabung kaca dan menatap pria itu dengan mata penuh amarah.
"Monster ini disebut Dylmond," lanjut Rezgar, nada suaranya hampir terdengar bangga. "Mereka adalah proyek unggulan kami—memiliki kekebalan absolut, tak bisa dilukai baik oleh serangan fisik maupun sihir. Dengan kata lain, mereka adalah makhluk sempurna."
Tenzo hanya menatapnya tajam, tetapi di dalam kepalanya, dia menganalisis setiap kata yang diucapkan pria itu.
"Dan alasan kami menggunakan anak-anak," Rezgar menambahkan dengan nada ringan, "karena mereka masih memiliki sihir kehidupan yang murni. Lebih mudah untuk membentuk mereka menjadi sesuatu yang lebih kuat."
Sihir murni…
Jadi itu alasannya kenapa saat Tenzo bertarung melawan monster-monster ini, mereka terasa aneh.
Mereka tidak seperti monster biasa. Mereka lemah dibandingkan musuh-musuh yang biasa ia hadapi.
Sekarang dia tahu alasannya.
Karena mereka masih anak-anak di dalamnya. Sungguh ironi monster yang diagungkan agungkan menjadi sosok sempurna bagi para Demon, ternyata adalah hasil rekayasa dari anak-anak yang tidak berdosa.
Tak ingin berlama-lama mendengar lebih banyak dari mahluk ini, Tenzo akhirnya berbalik.
"Kita sudah selesai di sini. Ayo pergi," ucapnya datar.
Saat mereka keluar dari ruangan itu, mata para warga desa langsung tertuju padanya.
"Tuan! Bagaimana dengan anak-anak kami?!"
Suara seorang ibu terdengar serak dan putus asa.
Yang lain ikut mendekat, raut wajah mereka penuh harapan.
"Tolong katakan, apakah mereka selamat?"
"Apakah mereka ada di dalam?"
Tenzo menatap mereka satu per satu.
Lalu, dengan napas berat, dia menjawab,
"Anak-anak kalian… sudah tidak dapat tertolong lagi."
Keheningan melingkupi mereka.
Untuk beberapa detik, tidak ada yang berbicara.
Kemudian—
"T-tidak… Apa maksud Anda…?"
Seorang ibu tersungkur ke tanah, air matanya mengalir tanpa henti. Yang lain mulai menangis, sementara beberapa orang masih terdiam, terlalu terpukul untuk bereaksi.
"Aku tidak percaya!"
"Aku ingin melihatnya sendiri!"
"Minggir! Biarkan aku masuk!"
Mereka semua berlari ke dalam, menerobos masuk melewati Tenzo yang hanya berdiri diam di tempatnya.
Tidak lama kemudian—
Teriakan histeris terdengar dari dalam ruangan.
Beberapa ibu menjerit, beberapa ayah terjatuh berlutut, dan yang lainnya hanya berdiri kaku, wajah mereka dipenuhi ketakutan yang tak terlukiskan.
Mereka melihatnya.
Melihat anak-anak mereka… yang tidak lagi manusia.
Sementara itu, Tenzo tetap berdiri di luar, menatap langit-langit gua. Pikirannya melayang jauh, kembali ke masa lalu.
"Kehidupan orang-orang tercinta bagi mereka itu sungguh berharga…"
Dia menarik napas dalam.
"Hah… jadi teringat dengan mereka."
Dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama… hatinya mulai terasa berat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
F~~
Absolute sedih😭
2025-03-24
2
F~~
Noooo😭😭😭😭
2025-03-24
2