Bab 5 Monster Eksperimen

 

Pemandangan di Lapangan Pertarungan

Dengan satu gerakan anggun, Rezgar mengangkat tangannya ke udara, seolah sedang mengatur sebuah pertunjukan megah. Suaranya yang dalam dan penuh wibawa menggema di seluruh lapangan.

"Keluarkan mereka!"

Tiba-tiba, suara gemuruh terdengar. Dari pinggiran lapangan, jeruji-jeruji besi mulai terbuka dengan gerakan lambat namun pasti. Bunyi berderit yang tajam menciptakan ketegangan di udara, membuat beberapa petualang secara refleks menggenggam senjata mereka lebih erat.

William, yang berdiri di garis depan, dengan sigap mengangkat pedangnya. Matanya menajam, penuh waspada.

"Semuanya, bersiap dalam formasi bertarung!" teriaknya dengan lantang memberi arahan.

Tidak ada waktu untuk ragu. Dalam sekejap, seluruh anggota tim membentuk formasi pertahanan. Lingkaran yang mereka buat semakin rapat, masing-masing sudah dalam posisi menyerang. Tatapan mereka terfokus pada bayangan hitam yang perlahan muncul dari balik jeruji sel.

Dari dalam kegelapan, sesuatu mulai bergerak. Langkah berat menggema di tanah berbatu, suaranya bergemuruh, membangkitkan bulu kuduk siapa saja yang mendengarnya.

Lalu, makhluk itu muncul.

Bentuknya menyerupai manusia, tetapi lebih besar dan lebih mengerikan. Tubuhnya penuh otot, kekar seperti batu karang yang dipahat dengan kasar. Kulitnya berwarna hitam pekat, seperti arang yang terbakar, sementara urat-urat merah menyala menjalar di sekujur tubuhnya, berdenyut seolah ada api yang mengalir dalam nadinya. Namun, yang paling membuat mereka merinding adalah wajahnya—atau lebih tepatnya, ketiadaan wajah. Kepala makhluk itu benar-benar polos, tanpa mata, tanpa mulut, tanpa ekspresi apa pun.

Satu… dua… lima… sepuluh… lebih banyak lagi yang muncul. Dalam hitungan detik, puluhan makhluk serupa berdiri di lapangan, menghadap langsung ke arah para petualang.

Ketegangan memuncak. William merasakan sesuatu yang dingin menjalar di punggungnya.

"Apa-apaan ini…?" gumamnya pelan, matanya masih terpaku pada makhluk-makhluk itu.

Di antara barisan petualang, bisikan panik mulai terdengar.

"Monster macam apa ini? Aku belum pernah melihatnya…"

"Apakah mereka Undead? Tapi… auranya berbeda."

"I-ini bukan Undead. Ini… sesuatu yang lain."

"Mungkinkah ini makhluk dari benua lain?"

Keraguan mulai menyelimuti mereka. William menajamkan tatapannya, menganalisis situasi. Jumlah musuh tidak mustahil untuk dikalahkan—hanya sekitar dua puluh. Tetapi, ekspresi para Demon yang mengelilingi lapangan membuatnya tidak tenang. Mereka tampak terlalu percaya diri, seolah sudah tahu bagaimana pertarungan ini akan berakhir.

"Ada sesuatu yang tidak beres…" pikir William.

Tapi tidak ada waktu untuk ragu lebih lama. Dia menggenggam pedangnya lebih erat dan mengangkatnya tinggi.

"Tidak ada pilihan lain! Kita harus bertarung dan mencari tahu kelemahan mereka! Serang!!"

"Baik!!"

Dengan teriakan penuh semangat, para petualang melesat maju. Ledakan sihir menerjang ke arah monster-monster itu. Bola api, petir, dan tombak es melesat cepat, menghantam tubuh mereka dengan dampak luar biasa. Suara gemuruh mengisi udara, mengguncang tanah di bawah kaki mereka.

Mereka tidak memiliki waktu lagi untuk memikirkan hal ini. Monster yang akan mereka hadapi kali ini sangat asing. William dan lainnya bahkan tidak tahu soal kekuatan serta kelemahan monster tersebut. Jadi hanya satu pilihan yang bisa dia buat, yaitu segera menyerang dan mencari tahu secara langsung.

Dari kejauhan, Tenzo akhirnya tiba di pintu masuk arena.

Tenzo berdiri diam di hadapan bebatuan besar yang sebelumnya menutup jalur masuk. Matanya yang tajam menelusuri permukaannya, sebelum akhirnya dia mengulurkan tangan dan menempelkan telapak tangannya pada batu itu.

Seketika, aliran cahaya putih tipis menjalar dari jari-jarinya, menyusup ke dalam celah batu seperti urat bercahaya. Retakan kecil mulai terbentuk, menyebar dengan cepat.

Retak… Retak… BRUKK!

Bebatuan itu akhirnya runtuh, membuka jalur yang tadinya tertutup. Dengan langkah ringan, Tenzo berjalan melewatinya, lalu menajamkan pendengarannya.

Dari kejauhan, suara benturan senjata, teriakan keras, dan ledakan sihir terdengar jelas. Dia mempercepat langkahnya hingga akhirnya tiba di tepian arena.

Matanya langsung tertuju pada lapangan pertarungan yang kini dalam kekacauan total. Energi sihir beterbangan ke segala arah, tanah penuh dengan bekas luka pertempuran, dan di tengah semua itu—monster-monster aneh yang tidak bergerak meskipun telah menerima serangan bertubi-tubi.

Tenzo menyipitkan matanya.

"Menarik…" gumamnya, jemarinya perlahan mengelus gagang katana.

Di tengah arena, William menahan napas. Kabut akibat ledakan sihir mulai menghilang, memperlihatkan apa yang terjadi pada monster-monster itu.

Saat wujud mereka perlahan terlihat, William merasakan sesuatu yang dingin menjalar ke tengkuknya.

Monster-monster itu masih berdiri.

Tidak hanya berdiri—mereka sama sekali tidak terluka.

Salah satu petualang berteriak dengan suara bergetar. "T-tidak mungkin…!"

William mengepalkan rahangnya. [Serangan sihir mereka tidak memiliki efek apa pun. Monster apa-apaan ini!?]

Ares, yang berdiri di sampingnya, segera berseru, "Kalau sihir tidak mempan, kita coba serangan fisik!"

Tanpa ragu, William mengangguk. "Baik! Serang dengan senjata kalian!"

Mereka langsung mengubah strategi. William melesat maju, mengayunkan pedangnya dengan kekuatan penuh. Tebasannya langsung menghantam salah satu monster, namun ekspresinya berubah drastis saat dia menyadari sesuatu.

Tidak ada luka.

Dalam hitungan detik, Ares melompat ke depan, mengayunkan pedang besarnya ke arah kepala monster tersebut. Dentuman keras mengguncang tanah, menciptakan retakan yang menyebar ke segala arah.

Sesaat, keheningan menyelimuti mereka.

Tapi kemudian, dengan gerakan perlahan, monster itu bangkit kembali—tanpa cedera sedikit pun.

Ares menatapnya dengan ekspresi ngeri. "Tidak… mungkin…"

William merasakan keringat dingin mengalir di pelipisnya. "Serangan fisik juga tidak berguna…"

Di atas singgasana, Rezgar menyaksikan semua itu dengan penuh kepuasan. Matanya bersinar dengan kegembiraan saat melihat para petualang mulai kehilangan harapan.

Dia menyandarkan tubuhnya, satu tangan menopang dagunya sambil menyeringai.

"Hahaha… luar biasa."

Dia bisa melihat ketakutan mulai merayapi wajah mereka. Tangan-tangan yang gemetar, mata yang dipenuhi keraguan, dan langkah-langkah yang mulai goyah.

"Ini bahkan lebih menghibur dari yang kubayangkan."

Tatapannya semakin tajam.

"Mari kita lihat… sampai kapan mereka bisa bertahan."

Terpopuler

Comments

F~~

F~~

serangan sihir dan fisik juga tidak mempan. Mengerikan banget nih monster

2025-03-22

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!