Kebocoran informasi

Daud menatap ke arah taman yang rindang melalui kaca jendela ruang kerjanya. Setelah hampir setahun akhirnya dia kembali ke rumah ini, tempat Hana dan anaknya terpanggang api.

Kedua orang tua dan keluarganya sempat meminta Daud untuk merenovasi dan menjual rumah tersebut untuk menghilangkan kenangan buruk. Tapi Daud menolak.

David memilih merenovasi rumah peninggalan Hana sesuai seleranya. Dia sangat menyukai rumah ini yang besar dan halaman luas serta berada di lokasi yang nyaman, cukup prestisius serta mahal. Terlebih dia tak suka kalau harus tinggal di apartemen yang sempit atau bersama orang tuanya. Sendirian hanya ditemani sepasang suami istri yang menjadi asisten rumah tangganya lebih menyenangkan.

Akhirnya dia bisa menjadikan rumah ini sebagai miliknya pribadi. Mobil Hana yang masih utuh dia jual semua. Sekalipun dia masih belum terima dengan pembagian warisan, setidaknya dia masih memiliki harta pribadi yang takkan diganggu gugat adik-adiknya. Dia sudah muak karena harta keluarganya menjadi rebutan dan dia terancam mendapatkan bagian lebih kecil karena tidak memiliki anak laki-laki. Lalu bagaimana jika mereka tahu hal lain. Bisa-bisa dia kehilangan semuanya.

Sekarang yang harus dipikirkannya adalah Hanif. Sepupu Hana itu betul-betul brengsek. Daud tak pernah memperhitungkannya sama sekali dan tidak pernah tahu mereka memiliki kedekatan. Daud salah perhitungan karena ternyata Hanif lah yang mewarisi saham perusahaan milik Hana. Seharusnya dia memastikan terlebih dahulu. Tapi untuk menyesal sekarang sudah lewat. Sekarang saatnya memikirkan bagaimana cara menyingkirkan Hanif dari kursi direksi dan sebisa mungkin dia bisa mengambil alih saham milik Hanif menjadi miliknya.

Dering telpon mengalihkan Daud dari lamunannya. Dilihatnya layar ponselnya hang berkedip dan segera dia angkat begitu melihat siapa yang memanggilnya.

"Ya dan, ada apa?" tanyanya pada lawan bicara

"Kamu yakin?" tanyanya sedikit tegang setelah terdiam mendengar lawan bicaranya.

"Cari tahu kenapa dia mencari pemilik sebelumnya. Aku yakin dia tahu sesuatu yang kita tak tahu. Perempuan ular" Perintah Daud sambil memaki. Tak lama dia memutuskan panggilan tersebut.

Diambilnya gelas berisi wine yang masih belum disentuhnya. Disesapnya pelan sambil meredakan amarahnya.

Lina, istri sepupunya adalah perempuan yang pantas diwaspadai. Arsyad mungkin bodoh meski serakah, tapi istrinya yang terlihat biasa saja jauh lebih serakah dan licik. Tak ada satupun yang menyadari pergerakannya, terlebih dia hanyalah istri dari Arsyad,sepupunya. Dia bukan salah satu pewaris dari perusahaan yang didirikan ayahnya. Mereka bahkan tak pernah ikut susah membangun perusahaan. Malah ayahnya Hana dan tiga orang teman ayahnya yang dulu akhirnya membantu perusahaan saat hampir pailit sampai tumbuh besar seperti sekarang. Saat sudah berhasil baru keluarga ayahnya ikut serta bekerja di perusahaan. Tentu saja kontribusinya tidak terlalu signifikan karena mereka memang hanya ingin ikut hidup lebih nyaman dan senang.

Selama hampir setahun dia cukup bersabar karena tersingkir dari posisi direktur utama. Bukan hanya merasa terhina karena yang menggantikannya sama sekali tak ada hubungan darah dengan keluarga Bardi, tapi Daud mencium aroma penghianatan.

Hal yang mustahil dewan direksi dan komisaris hampir secara mutlak mengajukan dan menyetujui Hanif sebagai direktur utama. Jika hanya Yahya dan Bachri yang berada di pihaknya Daud masih bisa paham. Mereka berdua adalah sahabat dari Gazhali, almarhum mertuanya alias ayahnya Hana. Kedekatan mereka dibandingkan dengan kedekatan dengan ayahnya jauh lebih erat. Apalagi mereka berdua memang teman dari zaman sekolah dan baru dikenalkan kepada Saleh Atau ayahnya saat sudah memulai bisnis. Kepemilikan saham mereka di perusahaan tidak seberapa andai tidak digabung dengan saham pemberian Hana. Tidak akan mampu mendudukan Hanif di kursi direktur, kecuali ditambah dengan kepemilikan Hanif dan beberapa orang lainnya. Orang-orang inilah yang tidak Daud prediksi memihak Hanif. Sampai detik ini Daud yakin ada upaya Hanif yang membuat mereka tunduk.

Sampai detik ini Daud belum juga mampu memecahkan rahasia ini. Belum ada celah yang bisa dia dapatkan untuk membuat Hanif dibenci apalagi dilengserkan dari kursi direktur. Selama setahun Daud dengan sabar mencari dan terus menunggu dengan sabar. Belum ada hasil.

Dan hari ini saat dia baru mendapatkan sedikit kesenangan karena kembali ke rumah, dia malah mendapatkan kabar yang membuat amarahnya naik. Tapi di satu sisi seperti mendapat celah untuk menemukan sesuatu yang bisa membuat Hanif tersingkir.

*****"

Lina tersenyum sinis begitu melihat Daud yang sedang duduk di salah satu meja. Dengan santai dia berjalan ke arahnya laku duduk tepat di hadapan Daud. Tak satupun kalimat yang dikeluarkan Daud melihat istri sepupunya tersebut datang.

"Well.... kamu memintaku kesini bukan untuk menemani kamu minum kan?" Tanya Lina to the point sambil bersedekap, sementara Daud masih menatapnya tanpa kedip.

"Apa Arsyad tahu yang kamu kerjakan?" Tanya Daud sinis.

Lina mengerutkan kening seolah merasa heran dengan pertanyaan Daud. Meskipun dia mulai menebaknya, tapi Lina memilih berpura-pura tak tahu maksudnya. "Tentu saja dia tahu aku sibuk mengelola cafeku" Jawab Lina mengelak.

Daud tertawa sinis. Disandarkannya punggungnya ke senderan sofa lalu menatap Lina dengan tajam.

"Aku tahu kamu tidak bodoh, tapi apapun yang kamu lakukan dan dapatkan tidak akan pernah menjadi milikmu" ucap Daud memperingatkan

"Soal apa ini? Kalau perusahaan ayahmu memang tak mungkin menjadi milikku. Suamiku cuma keponakan. Tapi bukan berarti aku tidak akan mampu mengambil alih kan?" ucap Lina tak merasa perlu berpura-pura. Sepertinya Daud sudah mengetahui pergerakannya. Hmm..berarti dia juga tidak hanya diam seperti kelihatannya.

"apapun yang akan kau dapatkan atau kau rebut dari Hanif, belum tentu jadi milikmu. Dan lagi Hanif tidak sebodoh yang kau kira" Ujar Daud kasar. Lalu tanpa merasa perlu menunggu jawaban dia beranjak pergi dan meninggalkan 10 lembar merah kepada kasir. Tak dipedulikannya teriakan kasir yang mengatakan pembayarannya berlebih. Dia terus melangkah menuju mobilnya yang terparkir tak jauh dari pintu masuk lalu pergi menuju tempat berikutnya.

Sementara itu Lina menatap kepergian Daud dengan mata menyala. "Andai buka anaknya Saleh Bardi, kamu bahkan tak pantas menduduki posisi penting di perusahaan " batin Lina kesal.

" Argghh... " ucapnya marah membuat beberap orang di sekitarnya melirik terganggu. Lina tak perduli dan akhirnya memilih pergi.

Di dalam mobilnya Lina menghubungi salah satu orangnya. Dia ingin memastikan tak ada kebocoran informasi yang bisa diketahui Daud. Belum saatnya. Dia bahkan tidak melibatkan Arsyad sang suami karena tidak bisa percaya termasuk tak percaya dengan kemampuannya. Arsyad banyak mau tapi kadang tak bisa memiliki strategi. Kosong.

Setelah memastikan anak buahnya tak ada yang membocorkan informasi ke pihak lain terutama Daud, Lina mengarahkan mobilnya menuju apartemennya. Sebaiknya dia menunggu Arsyad pulang saja. Sudah saatnya melibatkan suaminya yang bodoh itu. Lina mendesah kesal tapi tak punya pilihan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!