Mencari Ayumi

Lina menggeram kesal kepada dua orang pria di hadapannya, lalu berteriak keras melempar botol minum yang kebetulan berada paling dekat dengannya. Suara pecahannya terdengar ngilu. Kedua pria tersebut bersyukur gelas itu tidak dilemparkan ke arah mereka. Dua bulan lalu mereka cukup kesakitan kena lemparan guci yang tak bersalah. Penyebabnya masih sama. Belum adanya hasil penemuan perempuan bernama Ayumi. Sampai saat ini tak ada jejak yang bisa mereka telusuri untuk mencari perempuan tersebut.

" Tidak bisakah kalian mencari data kependudukan untuk menemukannya hah" bentak Lina lagi. Tak habis pikir selama 6 bulan mencari satu orang aaja tidak ketemu.

Mereka bukannya tidak mencari, orang mereka yang berada di Jabodetabek tidak menemukan nama tersebut di database mereka. Bahkan mereka mencoba mencari ke beberapa wilayah jawa timur tempat keluarga Hanif dulu tinggal. Masih belum juga bisa ditemukan , meskipun ada beberapa nama ayumi yang muncul. Tapi tak ada satupun yang berkaitan dan bukan orang yang mereka cari.

" Aku tak mau tahu. Satu minggu dari sekarang pastikan sudah menemukan siapa itu Ayumi sialan" ujar Lina Bardi masih marah.

"Pergi kalian" usirnya kepada kedua orang dihadapannya. Tentu saja mereka segera pergi sebelum perempuan di depannya berubah pikiran.

Sepeninggal mereka Lina hanya duduk diam karena masih kesal. Diambilnya sebatang rokok dan dihisapnya untuk menemaninya berpikir mencari segala kemungkinan tentang siapa dan dimana Ayumi berada.

***

Hanif keluar dari ruangan Roby setelah hampir satu jam berada di dalam. Matanya melihat sosok Mela sedang bekerja di salah satu meja. Mereka bertatapan sejenak sebelum Mela menganggukan kepalanya dan kembali bekerja.

Sejak pertemuan mereka dulu, belum pernah sekalipun Hanif dan Mela bertemu lagi. Tak ada hal penting yang membuat Mereka harus bertemu. Mela bahkan hanya sekali menghubungi asisten Hanif, yaitu Firzan. Mela perlu berterimakasih karena ternyata Hanif lah yang membantu menyediakan rumah saat mereka terpaksa pindah.

Tapi kali ini Mela merasa bahwa dalam waktu dekat dia akan segera bertemu lagi secara pribadi dengan Hanif. Mela sangat tahu saat ini Lina makin gencar mencari sosok Ayumi dan Hanif pun pasti sudah tahu apa yang dilakukan Lina. Dia pernah menghubungi Mela tepat sehari setelah penyerahan dokumen yang diminta. Mela memainkan perannya dengan baik. Menjelaskan bahwa dia tidak tahu, tidak mengenal dan tidak ada catatan tentang siapa Ayumi. Entah bagaimana yang jelas memang tidak pernah ada kedatangan orang yang bernama Ayumi dan setelah dicek kantornya juga hanya menerima semua sertifikat tersebut dalam kondisi sudah jadi. Mela tidak tahu apakah Lina sudah mendatangi dan mencari informasi ke notaris-notaris yang memproses sertifikat berdasarkan lokasi properti berada.

"Menyebalkan sekali harus terlibat urusan dengan orang-orang kaya itu" batin Mela. Hidupnya sendiri sudah banyak masalah, dia tak mau makin terjerat dan terpaksa terlibat telebih dalam. Semoga saja Lina Bardi tidak lagi mengusiknya. Lina tahu ketika dirinya keukeuh dengan pendiriannya dengan mengatakan bahwa dia tak punya dan tak memiliki akses serta kemampuan mencari sosok Ayumi, ada orang lain di kantor ini yang mungkin dipaksa atau dengan senang hati menjadi informannya. Itu sebabnya Mela makin irit dan hati-hati berbicara dengan siapapun meskipun saat ini statusnya sudah meningkat menjadi pegawai tetap. Dia lebih suka menyibukkan diri dengan pekerjaan dan dokumen yang selalu menumpuk.

Sementara itu Hanif memasuki mobilnya yang dikemudikan Domo. Firzan tampak sibuk dengan tabletnya.

"Kemana bos" Tanya Domo begitu Hanif masuk. Sementara Firzan memeriksa jadwal Hanif memastikan tidak ada lagi agenda penting seperti meeting dengan klien.

"Balik kantor, tapi mampir ke Gayatri " jawab Hanif merujuk ke nama toko kue kecil yang jadi langganannya beberapa bulan ini. Domo langsung mengarahkan mobilnya ke jalanan menuju lokasi yang dimaksud.

"Mela sudah jadi staff, kulihat tumpukan dokumen di mejanya, dan menurut informasi juga dia jarang berinteraksi dengan rekannya meskipun masih jam kerja, apalagi di luar kantor. Tapi dia masih punya waktu untuk mencari informasi. Lebih kompeten dari pada para cecunguk yang dikirim Lina" ujar Hanif pada Firzan.

"penampilannya kadang terlihat Nerd, padahal aslinya dia ini berbahaya"

Firzan mengeluarkan pendapatnya tentang Mela. " Domo bilang beberapa hari lalu ketemu Mela di rumah saudaranya, kasih tahu Mo"

"Ah siap bos. Itu 3 hari lalu saya ke rumah mas Gareng, sepupu saya. Dan disana saya melihat Mela"

"Apa yang dilakukannya disana? Dia temennya sepupumu?" tanya Hanif yang kebetulan tidak mengenal Gareng

"Saya lihat dia latihan sparing sama Tita anaknya mas Gareng" ucap Domo membuat Hanif langsung mengerutkan kening

"Mas Gareng ini security di salah satu Rumah sakit dan Tita kerja sebagai office girl di tempat yang sama. Mereka berdua ahli beladiri dan menjadikan bagian belakang rumahnya sebagai tempat berlatih. Mela sering latihan disana. Katanya sudah sejak tiga tahun lalu mereka kenal karena Mela dan adiknya rutin mengantar ibunya berobat di rumah sakit tempat mereka kerja" kali ini firzan yang ambil alih memberi informasi

" Wah rupanya bukan gadis lemah. Kamu ada tegur sapa sama dia Mo?" tanya Hanif

"mboten mas. Saya cuma lihat sekilas dari jauh terus tanya mas Gareng. Sepertinya dia juga gak mengenali saya , kalau lihat juga mungkin gak tahu karena gak penting. Tahunya saya driver bis Hanif saja" jawab Domo menjelaskan.

Hanif manggut-manggut sambil memikirkan sesuatu. "Mo bawa sepupumu itu dan keluarganya makan malam nanti di resto Japati. Coba kamu tanya dia bisa tidak. Bilang saja kamu mau traktir" ujar Hanif membuat Firzan menolehkan wajahnya ke belakang. Bertanya apa yang dilakukan bos dan seniornya ini. Sementara Domo hanya menjawab siap tanpa bertanya seperti biasa.

Sampai di Gayatri, Firzan menemani Hanif masuk untuk membeli beberapa makanan kesukaan Hanif, kadang borong untuk dikirim ke panti asuhan tempat mereka menjadi donatur, sementara Domo sendiri langsung menghubungi Gareng untuk mengajak makan malam yang untungnya mereka mau dan bisa sehingga mengiyakan ajakan Domo.

***

Sementara itu, Murad dan Kohar menelusuri sebuah area perumahan yang cukup padat penduduk di daerah Jatipadang. Saat ini mereka sedang mencari rumah Haji Hasyim. Menurut beberapa anak muda yang mereka tanya di warung makan depan rumahnya hanya 100 meter dari gapura gang, belok kiri dan beberapa rumah disana ada bangunan 2 lantai yang paling luas berpagar hijau.

Haji Hasyim merupakan pemilik terakhir salah satu properti sebelum beralih menjadi milik Hanif dan Ayumi. Informasi ini mereka dapatkan setelah membayar orang untuk mencari pemilik lahan sebelumnya. Ketika tahu 5 lokasi lain pemilik terakhirnya tidak bisa dihubungi karena ada yang meninggal dan juga pindah ke luar negeri, maka Kohar dan Murad memilih untuk menemui pemilik yang ternyata masih ada dan masih bisa ditelusuri.

Kohar menatap bangunan sesuai ciri yang diinformasikan tadi sementara Murad langsung mencari bel dan menekannya. Tak lama seorang perempuan paruh baya keluar menemui mereka.

"Permisi bu, apa benar ini rumah Pak Haji Hasyim? " tanya Murad langsung bertanya. Perempuan itu tidak menjawab malah memperhatikan penampilan Murad dan Kohar yang terlihat extra. Detik itu juga Murad menyesal kenapa tidak merubah sedikit penampilannya dulu sebelum berkunjung, paling tidak menukar jaket kulit dan celana panjangnya . Tapi sudah terlanjur, jadi biar sajalah

"Abang berdua siapa, darimana dan ada perlu apa?" tanya perempuan terebut dengan nada curiga.

"hmm saya Murad, diminta bos untuk bertanya tentang lahan pak Haji Hasyim yang mau dijual" untung tadi pemuda yang ditanyai di warung sempat ada yang bertanya apakah mereka mau membeli lahan parkir yang dijual haji Hasyim. Murad bisa menggunakannya sebagai alasan.

"Oh silahkan tunggu disitu" ucap perempuan tadi menunjuk kursi panjang di salah satu sudut teras sambil membuka pintu. Murad langsung masuk dan duduk diikuti Kohar.

"Rad, kita mau beli tanah?" tanya Kohar membuat Murad kesal mendengar pertanyaan temannya yang bodoh

"Diem lo, pura-pura saja. Nanti gak usah banyak ngomong" Ujar Murad sekaligus memperingatkan temannya. Salah-salah bisa gagal misinya

Percakapan itu terhenti dan teralihkan karena dentuman suara diikuti langkah kaki yang mendekat dari dalam rumah. Tak lama muncul sosok laki-laki tua yang seharusnya terlihat gagah jika saja tidak menggunakan tongkat.

"Kalian yang mau tanya tanah parkir?" ucap si kakek tanpa basa-basi sambil mendudukan dirinya di kursi tunggal di hadapan Murad dan Kohar.

" Iya Pak" jawab Murad singkat.

"Siapa yang mau beli?kamu atau kamu?" tanyanya menunjuk Murad dan Kohar bergantian dengan tongkatnya. Murad merasa kesal melihat perlakuannya. Tapi menahan diri demi secuil informasi

"ehnm bos saya Pak" jawab Murad tentu mengarang indah

" hmm.. 250 Milyar bersih, tanpa perantara. Cash. Saya gak jual kredit" ucap Haji Hasyim tanpa basa-basi. Kohar sudah mengepalkan tangannya ingin meninju kakek tua di hadapannya. Murad berusaha sabar, sementara haji Hasyim yang dengan cermat melihat reaksi mereka tersenyum sinis

"hmm baiklah nanti saya akan sampaikan kepada bos saya. Apakah bisa kita cek statusnya ke BPN? Bos saya sangat teliti" ujar Murad

"Oh cek saja. Minta si Aminah nanti kasih no sertifikatnya ke BPN, ada bukti PBB dan denah juga. Kalau nau minta copy-nya pakai notaris langganan saya" ucap Haji Hasyim kentara tak mau dibantah

"Baik Pak" jawab Murad tak punya alasan menolak. Sementara Haji Hasyim memanggil Aminah yang ternyata adalah perempuan yang membukakan pintu tadi lalu menyuruh bertukar pesan dengan Murad dan mengirimkan dokumen yang disebutkan tadi. Murad terpaksa menerimanya.

"Saya akan sampaikan kepada bos saya dulu Pak" ujar Murad basa-basi."Ohya apakah Bapak masih ada lahan yang dijual?"tanya Murad pura-pura tertarik

"Ada banyak, mau tanah apa rumah? Sebutkan!" Tantang Haji Hasyim

"hm... Bos saya sempat tanya gedung A yang dekat Ragunan. Katanya punya Pak Haji. Apakah dijual?" tanya Murad sedikit berdebar. Haji Hasyim melihatnya dengan tajam membuatnya waswas pria tua di depannya curiga. Tapi ah tak mungkin, kan dia cuma tanya yang dijual. Wajar bukan?

"Itu sudah dijual" jawabnya santai

"Wah sayang banget, padahal bos suka, dan katanya beberapa waktu lalu sempat denga rumor akan dijual dan berniat membelinya" Ujar Murad terdengar sedikit sedih.

"Sudah terjual" jawab Haji Hasyim singkat

"Siapa yang beli kalau boleh tahu?" tanya Murad lebih nekat dan jantungnya berdetak cepat

*hmm lupa kalau tidak salah namanya Manaf atau Hanif, yang bawa si Zainudin. Katanya teman anaknya waktu kuliah di Inggris. Tanya saja si Zainudin" ujar Haji Hasyim santai

"Oh . dimana bisa ketemu Pak Zainudin" Tanya Murad menahan rasa sukacita.

"kamu cari saja di blok 6B dia, namanya tertera jelas itu diukir marmer, rumahnya sekitar 2km dari sini, Kuburan SSSS" ujar Haji Hasyim santai.

Murad dan Kohar perlu waktu beberapa detik untuk mencerna maksud ucapan Haji Hasyim sampai tawa perempuan bernama Aminah terdengar pelan karena dia menutup mulut menahannya. Dan saat itulah dia benar-benar paham Rupanya Zainudin sudah meninggal, dan Haji Hasyim memintanya bicara dengan nisannya."Sialan" umpat Murad dalam hati.

Setelah sedikit basa-basi dengan gondok akhirnya Murad berpamitan diikuti Kohar melangkah keluar. Sepanjang jalan dalam gang sampai mobil Mereka terparkir, Kohar terus menahan tawa sementara Murad seperti ingin memukul sesuatu. Orang tua itu menyebalkan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!