Book 1 – Chapter 7
Tongkat Sihir
Lexi dipuja-puja setelah kejadian itu, terutama oleh anak-anak Mountain Goat, mereka merasa ia telah mengembalikan harga diri asrama mereka, Percy sendiri malah memuji Lexi saat ia mengembalikan tongkat sihirnya. Tetapi yang membuat Lexi senang bukanlah pujian-pujian yang ia dapatkan, melainkan Master Lokar yang tidak memarahinya, bahkan tidak sekalipun menyebut-nyebut kejadian itu.
Setelah beberapa hari berlalu pujian-pujian terkadang masih didengar Lexi, tetapi tentu saja satu kejadian tidak pernah menghasilkan hanya satu sisi, tentu saja ada sisi buruk dari kejadian itu. Tepatnya saat Lexi baru selesai kelas dasar-dasar sihir, menyusuri koridor untuk kembali ke asramanya bersama Genta dan Jojo, tetapi di tengah jalan laki-laki berambut kuning yang beberapa hari lalu dibakar Lexi, berdiri menghadang bersama lima laki-laki lainnya. Melihat itu saja sudah membuat kaki Jojo lemas.
“Kalian pergilah..” kata itu terucap begitu saja dari mulut Lexi.
“Apa yang akan kau lakukan?” tanya Genta dengan suara yang sedikit gemetar.
“Tidak tahu, kembalilah ke asrama, cari Percy!” lanjut Lexi yang mulai menatapi satu persatu wajah yang menghadang jalannya.
Dengan ragu Genta pun mengangguk dan berlari pergi bersama Jojo.
Laki-laki berambut kuning itu tertawa “yah.. biarkan saja, urusanku denganmu, biar adil, kami tidak akan menggunakan sihir” ia mengepalkan tangannya.
***
Koridor gelap diujung kastil, Lexi terbaring bersandar pada tembok, wajahnya sudah babak belur, matanya lebam, hidungnya patah, bibirnya mengeluarkan darah, ia merasa sudah tidak bisa berdiri lagi untuk melawan. Sementara itu laki-laki berambut kuning dan kelima temannya berdiri mengitarinya sembari tertawa puas.
“Itu akibatnya jika cari masalah denganku bocah!” kata laki-laki berambut kuning itu yang masih bermaksud untuk menghajar Lexi lebih parah lagi.
“Apa yang kalian lakukan?!” Teriak seorang laki-laki dari kejauhan, sontak laki-laki berambut kuning dan teman-temannya pun langsung berlari ketakutan.
Laki-laki itu mendekat kearah Lexi yang ternyata adalah Gilderoy, tetapi tubuh bagian bawahnya berwujud tubuh kuda bewarna coklat hingga sesaat kemudian kembali ke wujud manusia.
“Yaampun..” Gilderoy mengangkat tubuh Lexi yang sudah lemas “kita ke Master Rupert”.
“Jangan..” kata Lexi pelan.
Gilderoy terdiam sesaat “Baiklah-baiklah”.
***
Lexi terbangun saat langit diluar jendela sudah gelap, penerangan hanya berasal dari lilin didalam ruangan, ternyata Gilderoy membawanya ke ruangannya. Lebam-lebam di wajah Lexi sudah tidak begitu jelas, hidungnya masih bengkok sedikit tetapi sudah tidak mengeluarkan darah.
“Berapa lama saya pingsan?” tanya Lexi kepada Gilderoy yang baru saja menyadari jika Lexi sudah sadar.
“Hanya satu jam.. kau benar-benar tangguh bisa tahan melawan enam orang sekaligus, benar-benar pengecut mereka” jawab Gilderoy sembari memberikan segelas ramuan.
“Apa ini ramuan dari Master Rupert?” tanya Lexi sesaat sebelum meminumnya.
“Oh tidak-tidak, aku membuatnya sendiri, aku belum mengatakan apa-apa, setelah ini aku akan mengantarmu kembali ke asrama dan kita bisa membicarakannya dengan Master Lorak”.
“Tidak perlu!” jawab Lexi setelah menghabiskan ramuan yang membuat tubuhnya serasa jauh lebih baik.
“Tidak bisa! Anak-anak pengecut itu harus diberi tindakan” Kata Gilderoy tegas.
“Kalau begitu biar aku saja yang mengurus mereka nanti” kata-kata itu keluar begitu saja dari mulut Lexi.
Gilderoy menatap Lexi sejenak, kemudian tersenyum, senyum ramah seperti dikelasnya “baiklah kalau begitu, tetapi sepertinya kau butuh untuk melindungi diri”.
Gilderoy membokar lemarinya, kemudian mengeluarkan sebuah kain dan diberikannya kepada Lexi. Lexi membuka kain itu, sebuah tongkat sihir yang tampak kumel, berwarna hitam yang sudah memudar dan ada ukiran “anna” yang tentu saja juga mulai pudar hampir tak terbaca.
“Anna?” Lexi membaca tulisan di tongkat sihir itu.
“Itu nama pemilik sebelumnya” jawab Gilderoy.
“Apa dia sudah meninggal?” tanya Lexi lagi.
Gilderoy tersenyum “tentu saja tidak, tapi dia sudah tidak membutuhkannya, ku rasa dia tidak masalah jika kau memilikinya”
“Tapi kan saya..”
“Masih kelas dua.. saya tahu” potong Gilderoy “tetapi anak-anak itu bisa datang lagi kapan saja, bukan begitu?”
Lexi mengangguk.
Gilderoy kembali tersenyum “apa sihirmu nak?”
“Api” jawab Lexi.
“Hmm.. menarik” Gilderoy kembali membokar lemarinya dan mengeluarkan sebuah buku yang tak kalah usang.
“Untuk melatih sihirmu” Gilderoy memberikan buku itu, dengan ragu Lexi mengambilnya.
“Nah kalau begitu, kembalilah ke asramamu, tongkat sihir itu bukan untuk dipamerkan” Gilderoy tersenyum dan mengedipkan matanya kepada Lexi.
***
Lexi berjalan menyusuri koridor dengan kepala yang berputar, mengapa seorang Master memberikan senjata kepada murid yang belum cukup umur? Tapi sesaat kemudian Lexi menepis pikiran itu, ia tidak mungkin menolak tongkat sihir yang diberikan begitu saja kepadanya, sangat tidak mungkin jika dipikir-pikir ia memang sedang sangat menginginkan tongkat sihir, anggap saja hadiah ulang tahun yang lebih cepat, pikir Lexi sembari mengantungi tongkat sihir itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
John Singgih
berkah dari penganiayaan bocah baju kuning
2021-06-25
1