Dua Gadis Kembar

Rahul bangun sebelum sampai di desa, ia terbangun karena jalan menuju desa sangat menganggu tidurnya. Tanah merah menjadi jalan menuju desa itu, desa tak bernama. Desa Tanpa Nama namanya, di kenal dengan kesejukan dan asrinya desa itu. Penduduk di sana sangat sedikit, bahkan hanya beberapa keluarga di sana. Desa itu hanya di ramaikan dengan anak-anak panti asuhan, anak-anak yang di buang oleh orangtua mereka sendiri. Pegunungan, kebun dan sungai menjadi tempat mereka mencari makan, bahkan pakaian saja mereka hanya memiliki satu atau dua potong per orang.

Mobil memasuki kawasan perumahan yang berjarak sangat jauh, tepat di ujung jalan ada sebuah rumah kayu panggung yang cukup besar dengan halaman yang luas dan banyak pohon-pohon rindang. Rumah itu kelihatan sangat tua, tapi melihat anak-anak yang ramai dan tertawa riang berlarian di halaman membuat suasana hati makin tenang melihatnya.

Mobil berhenti di halaman luas itu, anak-anak melihatnya dengan tatapan bingung. Mereka tak pernah melihat mobil sebelumnya, anak-anak itu mundur saat ada lori yang besar juga ikut masuk ke halaman main mereka, sungguh mereka takut.

Mendengar suara anak-anak yang berisik membuat ibu pengasuh mereka keluar, wanita paruh baya itu keluar dari rumah panggung dengan memakai baju batik dan kain di ikat, sangat sederhana. Ia bingung melihat ada yang datang menggunakan mobil, sebab memang tidak pernah ada yang datang menggunakan mobil. Jikapun ada yang menitipkan anak di panti asuhan pasti ibu Asih menerimanya saat subuh hari di depan pintu.

Rahul keluar dari mobil dengan senyuman yang mengembang, begitupun juga dengan Bulat. Mereka senang melihat anak-anak yang ramai, tapi mereka langsung mengembalikan senyuman saat anak-anak itu berlarian masuk ke dalam rumah.

Ibu Asih turun dari tangga rumah itu dan langsung berlari kecil menuju Rahul dan Bulat yang sedang berjalan menuju dirinya, Ibu Asih agak kesusahan berlari karena angin yang cukup kencang dan di tambah faktor umur.

"Maaf, ada keperluan apa kalian kemari?" tanya Ibu Asih langsung sebab ia kasihan melihat anak-anak yang ketakutan melihat mereka.

Rahul tersenyum kembali, begitu juga dengan Bulat.

"Maaf Bu, saya Bulat, eh.. maksudnya Ikbal. Saya dan Abang ipar saya mau memberikan sedikit harta kami untuk di sumbangkan ke panti asuhan ini.

"Hiks.." Ibu Asih menangis, sudah lama bahkan sudah bertahun-tahun orang tak pernah memberikan sumbangan lagi. Ibu Asih terharu mendengarnya.

Rahul dan Bulat saling melirik, Rahul mengangguk dan Bulat mengerti apa yang di maksud dengan kakak iparnya itu.

"Lori itu semuanya berisi makanan dan pakaian, serta juga mainan untuk anak-anak di panti. Maafkan kami yang datang tanpa kabar, boleh kami masuk untuk melihat kondisi rumah, Bu?" Bulat berbicara hati-hati ia takut menyinggung perasaan Ibu Asih.

Ibu Asih mengangguk, "ayo masuk, saya minta maaf karena sudah menangis di depan kalian," kata Ibu Asih sambil menghapus air matanya, kemudian ia tersenyum dan mempersilahkan Rahul dan Bulat masuk kerumah itu.

Hati Rahul dan Bulat tersentuh melihat keadaan dalam rumah panggung yang di tempati anak-anak panti, rumah itu sangat luas di dalamnya dan banyak tersusun kasur tipis untuk alas tidur anak-anak. Tidak ada kursi di sana, tidak ada barang-barang elektronik dan tidak ada jam dinding. Hanya rumah panggung yang sudah tua dan tidak memiliki isi apapun hanya anak-anak dan kasur untuk tidur.

Ibu Asih mempersilahkan Rahul dan Bulat duduk di papan tak beralas, ia berpamitan untuk membuat minuman tapi Rahul menghentikannya, Rahul tidak ingin merepotkan.

"Maafkan saya jika kami tidak menyuguhkan apapun untuk tamu seperti kalian," ucap Ibu Asih sambil menundukkan kepala, ia sangat sungkan di depan Rahul dan Bulat.

"Tidak apa-apa, maafkan kami yang baru tahu jika ada panti asuhan di daerah terpencil ini. Apa kami bisa melihat anak-anak tadi?" Bulat sebenarnya ingin berjalan melihat-lihat rumah itu dengan baik, Rahul mengatakan kepadanya jika kondisi panti tidak memungkinkan maka akan di perbaiki, namun karena badannya yang berat ia tidak berani berjalan di rumah kayu yang tua itu.

"Boleh, tunggu di sini sebentar saya akan memanggilnya," Ibu Asih menjawab dengan lembut, ia berdiri dan berjalan menuju dapur di mana tempat anak-anak berkumpul.

"Ayo semuanya kita bertemu dengan om-om itu, mereka semuanya baik-baik, jadi jangan takut."

Anak-anak itu mengangguk mereka menuruti apa yang di katakan Ibu asuhnya itu. Mereka berjalan di belakang Ibu Asih, sangat ramai. Bulat khawatir jika rumah itu tiba-tiba roboh, begitu juga dengan Rahul.

"Maafkan saya, ini anak-anak panti. Mereka semua berjumlah 176 orang, rata-rata anak kecil dan hanya belasan anak yang sudah remaja." Jelas Ibu Asih sambil duduk, anak-anak itupun mengikuti Ibu Asih duduk.

Rahul dan Bulat menelan ludah melihat rumah itu sudah penuh, mereka tak habis pikir bagaimana dengan tidur anak-anak tersebut jika malam. Mereka juga tertegun melihat pakaian-pakaian yang di pakai anak-anak itu, semuanya kekecilan dan tampak sudah sangat lama, seperti tidak berganti.

"Halo anak-anak semua, kami dari kota. Ini memang pertemuan pertama untuk kita, tapi yang jelas kami datang kesini untuk memberi kalian hadiah loh. Siapa yang mau?" Bulat mengatakan itu dengan suara yang lantang agar semuanya terdengar, anak-anak itu langsung mengangkat tangan tinggi-tinggi tanpa terkecuali.

Rahul senang melihat anak-anak yang begitu ceria, begitu juga dengan Bulat. Ada kesedihan melihat senyum-senyum anak-anak yang tidak berdosa itu.

"Baiklah, kalau kalian mau ayo kita keluar. Hadiah kalian sudah menunggu di luar," seru Bulat dengan semangat.

"Yeayyy...."

Semuanya bersorak senang, mereka dengan cepat berlari keluar dan melihat orang-orang yang di suruh Rahul tadi tengah mengeluarkan barang-barang dari lori berwarna kuning itu.

"Ayo Bu, kita keluar!" Bulat mengajak Ibu Asih keluar, saat mereka berada di tangga menuju keluar mereka di sajikan dengan pandangan yang indah. Anak-anak sangat senang melihat barang-barang yang di keluarkan dari lori itu, Rahul ingin mengabadikan momen itu tapi ia ketinggalan handphonenya di dalam mobil.

"Bulat, aku mau mengambil handphoneku dulu. Kau tunggulah disini!" kata Rahul mencolek perut Bulat yang besar.

"Baiklah," jawab Bulat tanpa melihat Rahul ia sangat suka melihat pemandangan di depan matanya itu.

"Saya tinggal sebentar, Ibu Asih," ucap Rahul dengan ramah dan di anggukkan dengan Ibu Asih.

Rahul berjalan dengan wajah yang senang, ia melihat anak-anak yang berteriak senang. Namun saat ia sampai di mobil ia sangat kaget, matanya langsung melotot saat ada dua gadis kembar sedang duduk di mobilnya dan memainkan handphone dan earphone miliknya.

Bersambung

Terpopuler

Comments

ALE BRAMASTRA

ALE BRAMASTRA

hai kakak dalam kenal ...bolehdonk aku mampir aku rasa cerita nya cukup seru ...... semangat

2023-06-18

0

Kaje

Kaje

mantab gaya kisahnya

2023-03-22

0

Sepno Fahmi

Sepno Fahmi

lanjut lagi

2022-04-29

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!